Yayat Supriyatna, pengamat tata kota, memegang mik dalam FGD RTH Kota Bekasi. Foto: Bang Imam |
Griya Wulan Sari (BIB) - Jika ada kata "nyaman" untuk berjalan kaki di Kota Bekasi, maka bisa dipastikan bahwasanya ruang terbuka hijau (RTH) terpenuhi sesuai syarat UU 26/2007. Dan bila ada calon walikota yang memiliki visi soal RTH publik, bolehlah di pilih untuk walikota mendatang.
Demikian benang merah dari forum group discussion (FGD) bertema, "Komitmen dan Strategi Penataan Ruang Kota Bekasi Dalam Pemenuhan RTH 30% dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan" di Griya Wulan Sari, Bekasi Selatan, Kamis, 30 Agustus 2012.
"Banyak faktor kegagalan daerah menyediakan RTH, salah satunya kurangnya komitmen pemimpinnya. Faktor pemimpin itu memiliki kekuatan, selain harus ada peraturan," kata Yayat Supriyatna, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti yang menjadi nara sumber dalam FGD tersebut.
Banyak contoh-contoh daerah yang berhasil membangun RTH akibat kemampuan dan keberanian pemimpinnya.
Sebut saja, Kota Surakarta yang menggantikan seluruh pagar besi perkantoran milik pemerintah menjadi pagar hidup. Bahkan Jokowi yang sedang ikut bertarung untuk Pilkada DKI Jakarta itu membuat komitmen dan MoU untuk kantor-kantor swasta agar pagar besi jadi pagar tanaman.
"Mereka membuat peraturan walikota dan membuat surat pernyataan kepada pemilik bangunan, jika bersedia pemkot akan membongkar pagar besi dan pemkot sendiri akan menanam tanaman ganti," jelas Yayat yang enggan disebut sebagai narasumber dan lebih nyaman dianggap sebagai motivator ini.
Begitu juga yang dilakukan oleh Walikota Surabaya, dengan keberhasilannya membangun taman ditengah kota dan memanfaatkan lahan tidak terpakai menjadi arena bermain publik.
"Keberhasilan Risma (walikota Surabaya,red) tidak terlepas dari apa yang dia katakan dia lakukan. Maka di Bekasi yang sebentar lagi pemilihan walikota harus ditanya komitmennya soal RTH," kata Yayat lagi.
Kota Bekasi hingga saat ini memiliki RTH seluas 13% dari luas wilayah kota. Namun, setelah dihitung ulang ternyata kota ini hanya memiliki 3,9% RTH Publik, sisanya merupakan RTH Privat.
Banyak permasalahan yang dihadapi Kota Bekasi untuk menambah RTH hingga 30% sesuai yang dipersyaratkan undang-undang. Salah satunya belum adanya inventarisasi RTH baik yang berbentuk fasos maupun fasum, termasuk lapangan bola serta taman pemakaman umum.
Agar target bisa tercapai, Yayat menyarankan untuk mengatasinya dengan cara membuat taman dengan memperhatikan karakter dan budaya lokal. Dengan demikian dapat tercipta hak komunitas pemeliharaan dan manfaat dari RTH tersebut.
Selain itu faktor lain yang menunjang untuk penambahan RTH dengan menggiatkan fungsi lain seperti green school, green campus, green building, green corporation dan green bussiness.
Memang jika berniat untuk menyediakan lahan RTH 30% sampai kiamatpun belum tentu terpenuhi. Karena di Kota Bekasi untuk menyediakan lahan sangat sulit selain faktor lahan yang sudah penuh ditambah lagi harga tanah sudah cukup mahal antara 3-5 juta meternya.
"Tetapi jangan putus asa, Kota Bekasi harus semangat karena prinsipnya jika harus terealisasi sampai kiamat tidak apa-apa. Terapkan motto, walaupun besok mau kiamat, tanamalah pohon," kata Yayat berpesan. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi