Oleh : Tengku Imam Kobul Moh Yahya S
Muntah! Mungkin itu yang tepat memberikan nilai kepada Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) yang dulu bernama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).Pertanyaannya, Mengapa Muntah?
Sejak Undang-Undang Omnibuslaw disahkan dan turunannya mengubah Izin Lingkungan menjadi Persetujuan Lingkungan, hampir 100% kewenangan penilaian Amdal hingga UKL-UPL menjadi ranah Pemerintah Pusat yang diwakili oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Apalagi sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, KLHK praktis menjadi satu-satunya institusi yang menilai dokumen Amdal dan UKL-UPL.
Oleh karenanya Dinas Lingkungan Hidup di 38 provinsi dan Dinas Lingkungan Hidup di 416 kabupaten serta 98 kota praktis menjadi pengangguran dibuatnya. Aneh bin ajaib memang aturan itu, pertanyaan serta merta akan muncul, ini untuk kepentingan siapa.
Belum lagi adanya multi tafsir antara pemerhati lingkungan, yang boleh jadi anggapannya menjadi liar, seperti Amdal akan dihapus, keterlibatan masyarakat dihilangkan dan tim komisi penilai Amdal dibubarkan.
Akibatnya, selama 3 tahun terakhir, sistem penilaian dan penerbitan Persetujuan Lingkungan saat ini sangat-sangat bergantung kepada KLH/BPLH (sebut dulu KLHK). Sehingga omon-omonnya tanpa titah atau petuah KLH/BPLH (dulu KLHK) dianggap salah dan tidak benar.
KLH/BPLH (dulu KLHK) menjadi super power dalam mengendalikan lingkungan hidup, termasuk di daerah. Padahal, dilapangan mereka sangat tidak mampu, karena memang "tidak kepegang".
Diberlakukannya "Si AmdalNet" juga tidak mampu menjalankan "Monopoli KLH/BPLH". Banyak dokumen yang harusnya sudah selesai dibahas justru belum 'dicolek-colek' juga.
Sebetulnya di Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang telah Mengubah Pasal 63 dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dimana sudah disebutkan pembagian atau pemisahan tugas dan wewenang antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota soal Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pemerintah Pusat lewat Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (dulu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) memiliki kewenangan sebanyak 27 kewenangan. Sedangkan Pemerintah Provinsi diberikan 19 kewenangan.
Serta Pemerintah Kabupaten dan Kota juga mendapatkan 16 kewenangan.
Tapi, dilapangan tetap saja diborong oleh KLH/BPLH (dulu KLHK). Sempat keluar Surat Edaran pelimpahan kewenangan ke provinsi, tetapi kenyataan dilapangan sulit dilaksanakan.
Sekarang, terbitnya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) Nomor 22 Tahun 2024 tentang Penugasan Proses Persetujuan Lingkungan Yang Merupakan Kewenangan Pusat Kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Perizinan Berusaha, menurut saya langkah yang cukup baik, tetapi sudah sangat-sangat terlambat.
Pada Lampiran I Keputusan KLH/BPLH ini terdapat 7 Sektor diserahkan ke Provinsi. Sedangkan 4 Sektor lainnya diserahkan kepada Kabupaten/Kota.
Akankah, penyerahan ini dapat direalisasikan lebih cepat. Tunggu dulu, masih perlu sosialisasi dan pemahaman antar lembaga terkait agar Keputusan Menteri LH/BPLH ini tidak lagi multi tafsir.
Apalagi, daerah rata-rata tim komisi penilai amdal-nya sudah pada bubar.
Belum lagi ini juga perlu disosialisasikan terhadap instansi terkait lainnya seperti di pusat Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, DPMPTSP Provinsi/Kabupaten/Kota, sektor terkait seperti Pekerjaan Umum, Perumahan Rakyat, Perhubungan, ESDM, kesehatan dan juga tentu para pelaku usaha.
Semoga ini menjadi pelajaran buat kita semua demi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan di Indonesia.
(Tengku Imam Kobul Moh Yahya S, adalah pemerhati lingkungan, Anggota Komisi Pemilai Amdal di Kota Bekasi 2014-2022)
USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG DITUGASKAN KE PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA SESUAI KEPUTUSAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP/BADAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 22 TAHUN 2024
A. Sektor Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
1. Pembangunan Sistem Penyaluran Air Minum (SPAM) Strategis Nasional yang berada di satu kabupaten/kota atau SPAM (swasta).
2. Pembangunan Irigasi dengan daerah layanan 3000 ha yang berlokasi di satu kabupaten/kota.
3. Normalisasi Sungai di kota kecil atau pedesaan.
B. Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral
1. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak untuk transportasi darat, laut, dan udara (SPBU, SPBN, SPDN, dan sejenisnya)
2. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas untuk transportasi darat, laut, dan udara (SPBG, SPBH, SPBLGV, dan sejenisnya).
3. Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Elfiji dengan fasilitas bottling plant (SPBE/SPPBE).
Stasiun Compressed Natural Gas.
C. Sektor Perhubungan
1. TUKS atau Tersus yang berlokasi di Sungai
D. Sektor Kesehatan
1. Laboratorium Medis, Laboratorium Sel Puncak, Bank Sel, Bank Plasma, Bank Mata.
Catatan;
- Penyusunan daftar rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut diatas berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko.
- Daftar rencana usaha dan/atau kegiatan di atas akan berubah sesuai Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi