diskusi wartawan, Kemen-LH |
Secara umum pola penanganan sampah di Indonesia hanya melalui tahapan paling sederhana, yaitu kumpul, angkut, dan buang. Selama puluhan tahun pola penanganan tersebut telah berlangsung dan terpateri menjadi kebijakan yang umum dilaksanakan pemerintah. Pada 8 Mei 2008, Pemerintah menetapkan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang mengubah paradigma menjadi pengurangan di sumber (reduce at source) dan daur ulang sumberdaya (resources recycle).
Tiga aktivitas utama dalam penyelenggaraan kegiatan pengurangan sampah, yaitu pembatasan timbulan sampah, pendauran-ulang sampah dan pemanfaatan kembali sampah. Ketiga kegiatan tersebut merupakan perwujudan dari prinsip pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan. Kegiatan pengurangan sampah tersebut bermakna agar seluruh lapisan masyarakat, baik pemerintah, kalangan dunia usaha maupun masyarakat luas pada umumnya melaksanakan tiga kegiatan dimaksud melalui upaya-upaya yang cerdas, efisien dan terprogram.
Selanjutnya Deputi menjelaskan, terkait perubahan iklim, implementasi 3R adalah usaha nyata mitigasi perubahan iklim karena denga melaksanakan 3R dalam pengelolaan sampah dapat mengurangi emisi gas metana (CH4), yaitu salah sat gas rumah kaca (GRK) yang daya rusaknya terhadap lapisan ozon 21 kali lebih kuat dibanding karbondioksida (CO2).
Kebijakan Pengelolaan Sampah Nasional
Kebijakan nasional tersebut dilandasi atas 5 pilar utama, yaitu:
- Pengurangan sampah;
- Penanganan sampah;
- Pemanfaatan sampah;
- Peningkatan kapasitas; dan
- Pengembangan kerjasama international.
Prinsip pertama kebijakan pengurangan sampah adalah mengembangkan regulasi untuk menghindari dan membatasi timbulnya sampah pada saat mendisain produk dan kemasan serta pada saat memanfaatkan produk dan kemasan. Prinsip kedua adalah mengembangkan peraturan untuk mendorong pelaksanaan daur ulang sampah, baik skala individu, skala komunal, skala kawasan maupun skala industri. Sehingga target pengurangan sampah nasional melalui daur ulang dan pemanfaatan sampah sebesar 7% per tahun dapat tercapai. Tujuan akhir dari kebijakan ini adalah menciptakan iklim green business, green procurement dan green purchasing serta mewujudkan green life style.
Salah satu bentuk pengaturan dalam pengurangan sampah yang penting ditekankan adalah penerapan kebijakan pelabelan produk dan/atau kemasan dan penerapan mekanisme extended producer responsibility (EPR) untuk kalangan produsen, importir, dan retailer. Sampah yang berasal dari kemasan dan wadah, khususnya untuk pangan, berkontribusi cukup signifikan terhadap total jumlah timbulan sampah. Kontribusi sampah kemasan dan wadah terhadap komposisi timbulan sampah menurut data 2008 antara 15-20%. Meningkan cukup tinggi dibanding data 2000 yang sekitar10-15%. Jika tidak diantisipasi, peningkatan jumlah sampah ini akan menjadi beban bagi lingkungan.
Prinsip Pemanfaatan, diharapkan menciptakan peluang kepada dunia usaha untuk mengembangkan bisnis pemanfaatan sampah untuk pengembangan pertanian organik dan sumber energi alternatif sebagai wujud daur ulang energi (energy recovery) dengan menggunakan berbagai teknologi yang ada.
Prinsip kebijakan peningkatan kapasitas dan pengembangan kerjasama internasional merupakan upaya meningkatkan kapasitas dan kinerja pengelolaan sampah melalui penyediaan anggaran, penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan peraturan, pendidikan dan pelatihan, pengawasan dan penegakan hukum, alih pengetahuan dan teknologi, kerjasama bantuan teknis serta penggalian sumber-sumber pendanaan.
Pemilahan Sampah Kunci 3R
Pelaksanaan prinsip kelola sampah dengan 3R belum menjadi budaya dan kebiasaan orang kebanyakan. Salah satu kendala utama penyebab rendahnya tingkat guna ulang, daur ulang, dan pemanfaatan sampah adalah masyarakat kita tidak terbiasa memilah sampah, baik di sumber maupun di tempat penampungan sementara. Para ahli dan praktisi 3R meyakini bahwa penentu 50% keberhasilan kegiatan daur ulang adalah ditentukan oleh pemilahan sampah.
Keberhasilan Jepang dalam daur ulang di tingkat rumah tangga yang mencapai 70-80% ditentukan oleh sangat baiknya prosedur pemilahan dan pengumpulan sampah yang dilakukan masyarakat. Di Jepang umumnya sampah dipilah menjadi sampah yang dapat didaur-ulang (recyclable) seperti PET botol dan kaleng minuman (can), kertas, serta yang dapat dibakar (combustible). Namun Pemerintah Yokohama City membuat buku panduar kepada warganya bagaimana memilah sampah yang luarbiasa rinci hingga 518 jenis.
Sama halnya dengan Jerman. Pada 1990, Jerman hanya mampu mendaur-ulang sampah hanya 13% terbatas pada jenis bio-waste, kertas, dan gelas. Tahun 2004 angka persentase daur ulang meningkat tajam menjadi 56%. Sukses tersebut dihasilkan karena Jerman menambah satu item sampah wajib pilah, yaitu kemasan, dan menjalankan prosedur pemilahan dengan ketat dan konsisten.
Sama halnya dengan Jerman. Pada 1990, Jerman hanya mampu mendaur-ulang sampah hanya 13% terbatas pada jenis bio-waste, kertas, dan gelas. Tahun 2004 angka persentase daur ulang meningkat tajam menjadi 56%. Sukses tersebut dihasilkan karena Jerman menambah satu item sampah wajib pilah, yaitu kemasan, dan menjalankan prosedur pemilahan dengan ketat dan konsisten.
Di Indonesia, Praktek Bank Sampah berkembang di Kabupaten Bantul Dl Jogjakarta yang dipelopori oleh Bambang Suwerda merupakan cerita sukses orang Indonesia memilah sampah. Pelaksanaan bank sampah pada prinsipnya adalah rekayasa sosial (social engineering) untuk mengajak masyarakat memilah sampah. Dengan menyamakan sampah serupa uang atau barang berharga yang dapat ditabung, masyarakat akhirnya terdidik untuk menghargai sampah sesuai jenis dan nilainya sehingga mereka mau memilah sampah.
Peran Dunia Usaha (Produsen, Importir, dan Retailer)
Peran Dunia Usaha (Produsen, Importir, dan Retailer)
Spirit utama dari UU 18/2008 adalah secara revolusioner mengubah paradigma pengelolaan sampah dari end of pipe menjadi reduce atsouces and resources recycle. Dengan paradigma baru tersebut, pengelolaan sampah harus bertumpu pada, pertama, pembatasan (timbulan) sampah sejak dari sumbernya karena jika tidak terkelola baik, sampah berpotensi menjadi polutan yang membahayakan lingkungan dan manusia. Kedua, pemanfaatan sampah sebagai sumber daya atau sumber energi sehingga dapat mendatangkan manfaat yang lebih banyak.
Pasal 14 dan 15 UU 18 Tahun 2008 secara tegas mengamanatkan peran dan tanggung jawab produsen dalam pengelolaan sampah. Kedua pasal tersebut menjadi landasan hukum bagi Pemerintah untuk menuntut peran dan tanggung jawab produsen dalam upaya pengurangan dan penanganan sampah, karena produsen, melalui produk dan kemasan produk yang dihasilkan, adalah salah satu sumber penghasil sampah.
- Pasal 14: Setiap produsen harus mencantumkan label atau tanda yang berhubungan dengan pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau produknya.
- Pasal 15: Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.
Pasal 15 UU No. 18 Tahun 2008 adalah landasan hukum diwajibkannya (mandatory basis) penerapan extended producer responsibility (EPR) untuk produk atau kemasan yang akan lebih lanjut. Kendaraan bermotor, peralatan listrik dan barang elektronik serta kemasan produk tertentu adalah contoh lazim dalam penerapan EPR di negara maju. Dari sisi praktis, penerapan EPR akan berbeda di tiap negara, namun terdapat beberapa prinsip dasar yang harus menjadi bagian tidak terpisahkan dari pengembangan strategi penerapan EPR.
Selain Pembicara dari KLH juga diikuti pula oleh Pengurus Asosiasi Peritel Indonesia (APRINDO), Bapak. Tutum sebagai pembicara 2 dan Koordinator Greeneration, Sdr. M. Bijaksana, Junerasono, ST. Pada acara ini pula disosialisasikan Acara Asia Pacifik Rountable yang kesepuluh dengan tema "Call For Participant/Paper/Poster Sustainable Consumption and Production: Leading To Green Business, From Local Initiative To Global Winner" yang akan diadakan pada tanggal 9-11 November 2011 Yogyakarta, Indonesia. (Kemen-LH)
Keterangan : Seminar dalam rangka Hari Peduli Sampah, 21 Pebruari 2011, Kementerian Lingkungan Hidup dan Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ). Makalah diatas adalah makalah Dra. Masnellyarti Hilman, MSc dari Deputi IV KLH Bidang Pengelolaan B3, Limbah B3 dan sampah. Deputi IV membawakan makalah yang berjudul "Prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dalam Pengelolaan Sampah".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi