Rabu, 12 Agustus 2015

Gowa Hapus Calistung Untuk Siswa Kelas 1 dan Kelas 2 SD

Gowa (BIB) - Sejumlah pakar pendidikan menyambut baik rencana Pemerintah Kabupaten Gowa yang akan menghapus mata pelajaran membaca, menulis dan berhitung (calistung) pada kelas 1 dan 2 Sekolah Dasar (SD).

"Pada prinsipnya kami setuju dengan ide Bupati Gowa, H Ichsan Yasin Limpo yang akan menghapus calistung di tingkat awal sekolah dasar, pertimbangannya, dari sisi psikologis calistung di SD Kelas 1 dan 2 belum tepat," ujar Guru Besar Bidang pendidikan Universitas Negeri Makassar (UNM) Prof. M. Jufri.

Hal itu dikemukakan Jufri saat peluncuran program penghapusan mata pelajaran calistung oleh Bupati Gowa, H. Ichsan Yasin Limpo di halaman Kantor Pemkab, Senin (10/8) yang dihadiri ratusan guru dan kepala sekolah.

Ichsan didampingi para pakar dan guru besar bidang pendidikan, diantaranya Dr Yusi Riksa Yustiana dan Prof Dr Abdul Hamid dari UPI Bandung, Bambang Supeno (Kementerian Pendidikan Nasional), Prof Dhini (psikolog UI), serta Prof Dr Aris Munandar dari Universitas Negeri Makassar (UNM).

Ichsan menggagas penghapusan itu setelah terlebih dahulu meminta pendapat pakar dan para guru besar sekaligus mengkaji rencana kebijakan tersebut, pertemuan dengan pakar pendidikan itu berlangsung beberapa kali, terakhir di Gowa, Rabu (8/7).


Menurut Bupati Gowa yang akan mengakhiri periode keduanya, Kamis, 13 Agustus, secara psikologis anak yang sebelumnya duduk di TK dihadapkan pada kondisi bermain dan di SD pada kondisi disiplin yang akan membuat anak tertekan. Kondisi tertekan ini berdampak pada anak yang akan sulit untuk menerima pembelajaran di masa mendatang. Penghapusan beban calistung untuk memberikan kebebasan dan kenyamanan belajar pada usia keemasan anak 3-8 tahun.

"Anak dengan usia seperti itu belum waktunya untuk diisi kecerdasan, karena jika diisi macam-macam pelajaran maka kecerdasannya tidak akan bertambah. Usia 3-8 tahun adalah waktu buat anak-anak untuk bermain, dalam usia bermain anak akan menghidupkan jaringan otak kanan dan otak kirinya masing-masing 100 miliar jaringan kecerdasan.

Hasil analisis pakar yang dikemukakan Ichsan sangat meyakinkan sebab melalui kegiatan bermain jaringan otak anak akan melakukan proses penyambungan dengan istilah sinapsis. Kondisi ini terjadi cuma satu kali dalam kehidupan manusia.

Sinapsis jaringan neuron, tersambung pada usia 3-8 tahun jika lewat usia ini dan sinapsis tidak tersambung maka jaringan ini akan mati dengan sendirinya dan mengakibatkan tidak maksimalnya kecerdasan anak akibat otak anak terlalu cepat diisi dengan belajar membaca, menulis dan menghitung.

Sebagai solusi pengganti mata pelajaran calistung akan diisi dengan belajar Imtaq Indonesia untuk mengembangkan keimanan dan ketakwaan melalui permainan, pola dan bentuk permainannya akan ditentukan oleh pakar, bentuk apa yang pas untuk anak, katanya.

Pada tahap awal kebijakan pendidikan ini akan berlaku di delapan sekolah di Gowa sebagai uji coba hingga Januari dan akan berlaku hingga evaluasi pada tahun 2016 dalam semester genap dengan evaluasi setiap bulannya, setelah itu diperluas, seperti ketika program Sistem Kelas Tuntas Berkelanjutan (SKTB) yang tak mengenal tinggal kelas mulai diberlakukan di tingkap SD hingga SMA tiga tahun lalu di Gowa.

Program ini mendapat kritikan segelintir orang di Gowa dengan tudingan untuk pencitraan. Namun, Ichsan menjalaninya dengan tulus, seperti ketika dia menerapkan program STKB.

"Program ini bukan untuk pencitraan saya, semuanya Lillahi Taala, demi perbaikan mutu generasi di daerah ini, saya tidak butuh pencitraan karena saya akan segera meletakkan jabatan," kata Ichsan.

Sumber : Suara Pembaruan / www.beritasatu.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi