Jumat, 15 November 2019

Belajar dari Undang-Undang Pengadjaran Tahun 1950

Berikut ini isi Undang-Undang Pengadjaran Tahun 1950 :

UNDANG-UNDANG 1950 No.4

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa perlu ditetapkan dasar-dasar pendidikan dan pengadjaran di sekolah didalam Negara Republik Indonesia, agar pendidikan dan pengadjaran itu dapat diselenggarakan sesuai dengan tjita-tjita nasional bangsa Indonesia;

Mengingat: akan pasal 20, 31, pasal II dan IV Aturan Peralihan Undang-Undang, Dasar dan Maklumat Wakil Presiden tanggal 16 Oktober 1945 No. X;

Dengan Persetudjuan Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat;

Memutuskan;

Menetapkan peraturan sebagai berikut;

UNDANG-UNDANG TENTANG DASAR-DASAR PENDIDIKAN DAN PENGADJARAN DISEKOLAH.

BAB I.
KETENTUAN UMUM.

Pasal 1
1. Undang-Undang ini berlaku untuk pendidikan dan pengadjaran disekolah.
2. Jang dimaksud dengan pendidikan dan pengadjaran disekolah ialah pendidikan dan pengadjaran jang diberikan bersama-sama kepada murid-murid jang berdjumlah sepuluh orang atau lebih.

Pasal 2
1. Undang-Undang ini tidak berlaku untuk pendidikan dan pengadjaran disekolah-sekolah agama dan pendidikan masjarakat.
2. Pendidikan dan pengadjaran disekolah-sekolah agama dan pendidikan masjarakat masing-masing ditetapkan dalam Undang-Undang lain.

BAB II.
TENTANG TUDJUAN PENDIDIKAN DAN PENGADJARAN;

Pasal 3
Tudjuan pendidikan dan pengadjaran ialah membentuk manusia susila jang tjakap dan. warga negara jang demokratis serta bertanggung djawab tentang kesedjahteraan masjarakat dan tanah air.

BAB III.
TENTANG DASAR-DASAR PENDIDIKAN DAN PENGADJARAN,

Pasal 4
Pendidikan dan pengadjaran berdasar atas asas-asas jang termaktub dalam Pantja Sila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan atas kebudajaan kebangsaan Indonesia.

BAB IV.
TENTANG BAHASA.

Pasal 5
1. Bahasa Indoensia sebagai bahasa persatuan adalah bahasa pengantar disekolah-sekolah diseluruh Republik Indonesia.
2. Ditaman kanak-kanak dan tiga kelas jang terendah disekolah rendah bahasa daerah boleh dipergunakan sebagai bahasa pengantar.

BAB V.
TENTANG DJENIS PENDIDIKAN DAN PENGADJARAN
DAN MAKSUDNJA.

Pasal 6
1. Menurut djenisnja maka pendidikan dan pengadjaran dibagi atas;
a. pendidikan dan pengadjaran taman kanak2,
b. pendidikan dan pengadjaran rendah,
c. pendidikan dan pengadjaran menengah,
d. pendidikan dan pengadjaran tinggi.
2. Pendidikan dan pengadjaran luar biasa diberikan dengan chusus untuk mereka jang membutuhkan.

Pasal 7
1. Pendidikan dan pengadjaran taman kanak-kanak bermaksud menuntun tumbuhnja rochani dan djasmani kanak-kanak sebelum ia masuk sekolah rendah.
2. Pendidikan dan pengadjaran rendah bermaksud menuntun tumbuhnja rochani dan djasmani kanak-kanak, memberikan kesempatan kepadanja guna mengembangkan bakat dan kesukaannja masing-masing, dan memberikan dasar-dasar pengetahuan, ketjakapan dan ketangkasan, baik lahir maupun bathin.
3. Pendidikan dan pengadjaran menengah (umum dan vak) bermaksud melandjutkan dan meluaskan pendidikan dan pengadjaran jang diberikan disekolah rendah untuk mengembangkan tjita-tjita hidup serta membimbing kesanggupan murid sebagai anggota masjarakat, mendidik tenaga-tenaga ahli dalam pelbagai lapangan chusus sesuai dengan bakat masing-masing dan kebutuhan masjarakat dan/atau mempersiapkannja bagi pendidikan dan pengadjaran tinggi.
4. Pendidikan dan pengadjaran tinggi bermaksud memberi kesempatan kepada peladjar untuk menjadi orang jang dapat memberi pimpinan di dalam masjarakat dan jang dapat memelihara kemadjuan ilmu dan kemadjuan hidup kemasjarakatan.
5. Pendidikan dan pengadjaran luar biasa bermaksud memberi pendidikan dan pengadjaran kepada orang-orang jang dalam keadaan kekurangan, baik djasmani maupun rochaninja, supaja mereka dapat memiliki kehidupan lahir dan bathin jang lajak.

Pasal 8
Peraturan-peraturan chusus untuk tiap djenis pendidikan dan pengadjaran ditetapkan dalam Undang-Undang.

BAB VI
TENTANG PENDIDIKAN DJASMANI.

Pasal 9
Pendidikan djasmani jang menudju kepada keselarasan antara tumbuhnja badan dan perkembangan djiwa dan merupakan suatu usaha untuk membuat bangsa Indonesia mendjadi bangsa jang sehat dan kuat lahir bathin, diberikan pada segala djenis sekolah.

BAB VII.
TENTANG KEWADJIBAN BELADJAR.

Pasal 10
1. Semua anak-anak jang sudah berumur 6 tahun berhak danjang sudah berumur 8 tahun diwadjibkan beladjar disekolah, sedikitnja 6 tahun lamanja.
2. Belajar disekolah agama jang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewadjiban beladjar.
3. Kewadjiban beladjar itu diatur dalam Undang-Undang jang tersendiri.

BAB VIII.
TENTANG MENDIRIKAN DAN MENJELENGGARAKAN 
SEKOLAH-SEKOLAH.

Pasal 11
1. Sekolah jang didirikan dan diselenggarakan oleh Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, disebut sekolah negeri.
2. Sekolah jang didirikan dan diselenggarakan oleh orang-orang atau badan-badan partikulir disebut sekolah partikulur.

Pasal 12
1. Sekolah-sekolah negeri --selain kursus-kursus dan sekolah-sekolah pulisi-- didirikan dan ditutup oleh Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan, atau oleh Pemerintah Daerah, djika sekolah-sekolah itu didirikan dan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.
2.  Untuk mendirikan suatu sekolah negeri harus ada sekurang-kurangnja 30 orang murid.
3. Dalam keadaan istimewa Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan dapat mengadakan peraturan jang menjimpang dari ajat 2.

BAB IX.
TENTANG SEKOLAH PARTIKULIR

Pasal 13
1. Atas dasar kebebasan tiap-tiap warga negara menganut sesuatu agama atau kejakinan hidup, maka kesempatan leluasa diberikan untuk mendirikan dan menjelenggarakan sekolah-sekolah partikulir.
2. Peraturan-peraturan jang chusus tentang sekolah-sekolah partikulir ditetapkan dalam Undang-Undang.

Pasal 14
1. Sekolah-sekolah partikulir jang memenuhi sjarat-sjarat, dapat menerima subsidi dari Pemerintah untuk pembiajaannja.
2. Sjarat-sjarat tersebut dalam ajat 1 dan peraturan pemberian subsidi ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. 

BAB X.
TENTANG GURU-GURU.

Pasal 15
Sjarat utama untuk mendjadi guru, selain idjazah dan sjarat-sjarat jang mengenai kesehatan djasmani dan rochani, ialah sifat-sifat jang perlu untuk dapat memberi pendidikan dan pengadjaran seperti jang dimaksud dalam pasal 3, pasal 4 dan pasal 5 Undang-Undang ini.

Pasal 16
Didalam sekolah, guru-guru harus menghormati tiap-tiap aliran agama atau kejakinan hidup.

BAB XI
TENTANG MURID-MURID.

Pasal 17
Tiap-tiap warga negara Republik Indonesia mempunjai hak jang sama untuk diterima mendjadi murid suatu sekolah, djika memenuhi sjarat-sjarat jang ditetapkan untuk pendidikan dan pengadjaran pada sekolah itu.

Pasal 18
Peraturan-peraturan jang memuat sjarat-sjarat tentang penerimaan, penolakan dan pengeluaran murid-murid ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan.

Pasal 19
1. Murid-murid jang ternjata pandai, tetapi tidak. mampu membajar biaja sekolah, dapat menerima sokongan dari Pemerintah, menurut aturan-aturan jang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan.
2. Untuk beberapa matjam sekolah dapat diadakan peraturan pemberian sokongan kepada murid-murid, dengan perdjandjian bahwa murid-murid itu sesudah tamat beladjar akan bekerdja dalam djawatan Pemeritnah untuk waktu jang ditetapkan.

BAB XII.
TENTANG PENGADJARAN AGAMA
DISEKOLAH NEGERI.

Pasal 20
1. Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan peladjaran agama; orang tua murid menetapkan apakah anaknja akan mengikuti peladjaran tersebut.
2. Tjara menjelenggarakan pengadjaran agama disekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan jang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.

BAB XIII.
TENTANG PENDIDIKAN TJAMPURAN DAN 
PENDIDIKAN TERPISAH.

Pasal 21
1. Sekolah-sekolah negeri menerima murid-murid laki-laki dan perempuan, ketjuali sekolah-sekolah kepandaian (keachlian) jang chusus untuk murid-murid laki-laki atau murid-murid perempuan.
2. Kalau keadaan menghendakinja, diadakan pendidikan dan pengadjaran jang terpisah.

BAB XIV.
TENTANG UANG SEKOLAH DAN
UANG ALAT-ALAT PELADJARAN.

Pasal 22
 Disekolah-sekolah rendah dan sekolah-sekolah luar biasa tidak dipungut uang sekolah maupun uang alat-alat peladjaran.

Pasal 23
Disemua sekolah negeri, ketjuali sekolah rendah dan sekolah luar biasa, murid-murid membajar uang sekolah jang ditetapkan menurut kekuatan orang tuanja.

Pasal 24
Untuk pendidikan pada beberapa sekolah menengah dan sekolah kepandaian (keachlian) murid-murid membajar sedjumlah uang pengganti pemakaian alat-alat peladjaran.

Pasal 25
Murid-murid jang ternjata pandai, tetapi tidak mampu membajar uang sekolah dan uang alat-alat peladjaran, dapat dibebaskan dan pembajaran biaya itu. Aturan tentang pembebasan ini ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan.

BAB XV.
TENTANG LIBURAN SEKOLAH DAN HARI SEKOLAH.

Pasal 26
1. Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan menetapkan untuk tiap djenis sekolah negeri hari-han liburan sekolah, dengan mengingat kepentingan pendidikan, faktor musim, kepentingan agama dan hari-hari raja kebangsaan.
2. Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan menetapkan untuk tiap djenis sekolah negeri djumlah sekurang-kurangnja dari pada hari sekolah satu tahun.
3. Sekolah-sekolah partikulir dapat mengatur hari liburannja sendiri dengan mengingat jang termaktub dalam ajat 1 dan 2 pasal ini.

BAB XVI.
TENTANG PENGAWASAN DAN PEMELIHARAAN
PENDIDIKAN DAN PENGADJARAN.

Pasal 27
1. Pengawasan pendidikan dan pengadjaran berati memberi pimpinan kepada kepada para guru untuk mentjapai kesempurnaan didalam pekerdjaannja.
2. Untuk tiap-tiap djenis sekolah atau beberapa djenis sekolah jang menurut isi pendidikannja termasuk dalam satu golongan dibentuk badan pemeriksa sekolah, jang diserahi pengawasan pendidikan dan pengadjaran sebagai jang tersebut dalam ajat 1.
3. Susunan dan kewadjiban badan pemeriksa sekolah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan.

Pasal 28
1. Hubungan antara sekolah dan orang-orang tua murid dipelihara sebaik-baiknja.
2. Untuk mewudjudkan hubungan itu dibentuk Panitia Pembantu Pemelihara sekolah, terdiri atas beberapa orang tua murid-murid.
3. Susunan dan kewadjiban Panitia Pembantu Pemelihara Sekolah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan.

BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29
Peraturan-peraturan tentang pendidikan dan pengadjaran jang ada, jang bertentangan dengan isi undang-undang ini, batal sedjak undang-undang ini mulai berlaku.

Pasal 30
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Agar Undang-undang ini diketahui oleh umum, maka diperintahkan supaja diundangkan dalam Berita Negara.

Ditetapkan di Jogyakarta
pada tanggal 2 April 1950

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
(PEMANGKU DJABATAN SEMENTARA)

ASSAAT.

MENTERI PENDIDIKAN, PENGADJARAN DAN KEBUDAJAAN,

S.MANGUNSARKORO

Diundangkan
pada tanggal 5 April 1950
MENTERI KEHAKIMAN,

A.G. PRINGGODIGDO

__________________________________________________________________________________

PENDJELASAN UMUM,

1. Susunan Undang-Undang dan peraturan-peraturan jang mengenai pendidikan dan pengadjaran disekolah di Republik Indonesia akan sebagai berikut: dasar-dasar pendidikan dan pengadjaran disekolah ditetapkan lebih dahulu dalam suatu Undang-Undang. Dalam Undang-Undang itu dimuat pokok-pokok tentang dasar dan tudjuan pendidikan dan pengadjaran disekolah, djensi sekolah-sekolah, sikap Pemerintah terhadap sekolah partikulir, pengadjaran agama. disekolah negeri, sjarat-sjarat untuk diangkat sebagai guru, tundjangan kepada murid-murid, pemeriksaan sekolah-sekolah dan lain-lain sebagainja. Sesudah Undang-Undang tentang dasar-dasar pendidikan dan pengadjaran disekolah, ditetapkan akan dibuat Undang-Undang tersendiri untuk Sekolah Rendah, Sekolah Menengah, Sekolah Vak dan Sekolah Tinggi, sebagai "organieke wet". Lain-lain hal jang tidak begitu penting dapat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

2. Penetapan Undang-Undang tentang dasar-dasar pendidikan dan pengadjaran disekolah ini penting sekali, karena pendidikan dan pengadjaran akan mempengaruhi dikemudian hari sifat-sifat rakjat umumnja, dan pemimpin-pemimpin jang jang akan timbul dari rakjat chususnja.

3. Bahwa dasar-dasar itu harus berlainan sama sekali dan dasar-dasar pendidikan dan pengadjaran didjaman Belanda, tak usah diterangkan dengan pandjang lebar. Karena pengadjaran didjaman Belanda itu pada umumnja tidak berakar pada masjarakat Indonesia, rakjat kita tidak merasa, bahwa sekolah-sekolah itu kepunjaan mereka, Dengan konstruksi manapun djuga, tetap sekolah-sekolah itu mendjadi barang jang asing untuk rakjat Indonesia. 
Sifat jang kedua jang tampak sekali ialah, bahwa sekolah-sekolah itu hanja menerima sebagian ketjil dari rakjat Indonesia, dan terutama bagian atasan. Rakjat djelata umumnja tidak mendapat kesempatan menerima pendidikan dan pengadjaran disekolah.

4. Pendidikan dan pengadjaran di Republik Indonesia sebaliknja bersifat nasional dan demokratis. Tetapi tidak tjukup untuk mengatakan, bahwa pendidikan dan pengadjaran kita mengandung dua sifat itu. Masih ada bermajam-matjam hal jang harus ditetapkan. Untuk penetapan hal-hal itu, jang principieel djuga, perlulah didengar suara masjarakat, supaja ada kepastian, bahwa Undang-Undang ini sungguh-sungguh suatu pendjelmaan dari hasrat keinginan masjarakat. Karena didalam masjarakat kita ada beberapa aliran tentang matjam-matjam hal itu, sesuai dengan masjarakat jang demokratis.

5. Berhubung dengan hal jang tersebut diatas pada tanggal 11 Nopember 1947, dengan Surat Putusan Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan No. 154/Jogya, dibentuk suatu panitia, jang disebut "Badan Penasehat Pembentukan Undang-Undang jang menetapkan dasar-dasar bagi Pendidikan dan Pengadjaran", jang harus memberikan nasehat kepada Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan pada pembuatan rentjana Undang-Undang tersebut tadi. Dalam considerans dikatakan, bahwa untuk pembentukan Undang-Undang jang dimaksud diatas itu, perlu sekali didengar lebih dahulu pendapat-pendapat dari mereka jang dapat mewakili suatu aliran dalam lapangan pendidikan dan pengadjaran, dengan menghargai serta mengindahkan sepenuhnja hasil perundingan-perundingan didalam panitya Penjelidik Pengadjaran Republik Indonesia dan Badan Congres Pendidikan Indonesia.

6. Dua sifat terpenting dan pendidikan dan pengadjaran kita tersebut diatas tadi, jaitu nasional dan demokrasi, menghendaki pendjelasan lebih lanjut.

7. Sering dikatakan, bahwa arti "pendidikan jang bersifat nasional" tidak djelas, sebab kebanjakan orang berpendapat, bahwa sifat nasional itupun harus nampak dalam bentuknja. Mereka jang berpendapat demikian itu menjangkal kemungkinan adanja pendidikan jang bersifat nasional, karena dalam bentuknja pada umumnja sekolah itu tidak dapat bersifat kebangsaan, bahkan harus menjesuaikan diri dengan susunan-susunan jang bersifat asing.
Akan tetapi jang kami maksudkan dengan "sifat nasional" itu mengenai isi dan djiwa pendidikan. Maka dari itu mungkin sekali agaknja pendidikan jang bersifat Perantjis, Inggeris, Arab, dll. sb., pendek kata jang bersifat kebangsaan. Sebagaimana masing-masing pendidikan nasional, begitu pula pendidikan nasional kita, harus berdasarkan kebudajaan nasional Indonesia.

8. Keharusan untuk mendasarkan kita atas kebudajaan kita sendiri, tidak berarti bahwa kita a priori menolak perkajaan kebudajaan kita itu oleh pengaruh kebudajaan asing, Sedjarah kebudajaan kita adalah mendjadi djaminan bahwa pendirian jang sempit itu tak akan terdjadi.
Tetapi sebaliknja pendidikan jang bersifat nasional, dus bersandarkan kebudajaan sendiri itu, harus dengan keinsjafan bermaksud mendjadi perisai terhadap bahaja "cultural bondage" jang pernah dialami bangsa kita dalam zaman kolonial jang tak kita ingini kembali lagi itu.

9. Karena itu dlalam pendidikan dan pengadjaran di Republik Indonesia diutamakan sifat nasional dalam arti bahwa pendidikan dan pengadjaran itu didasarkan atas kebudajaan kita sendiri. Dalam pendidikan jang demikian, pengadjaran sedjarah akan mendjadi pengadjaran jang penting sekali. Bermatjam-matjam peristiwa jang terdjadi dalam sedjarah kita harus ditindjau kembali, dengan mempeladjari sumber-sumber kita sendiri, sehingga dapat disusun kitab-kitab sedjarah Indonesia, jang bersifat lain dari pada djika dilihat dengan katja mata bangsa asing. Peristiwa-peristiwa jang dapat dibanggakan dan menundjukkan kedjajaan bangsa kita harus ditegaskan dengan sedjelasnja, sehingga menimbulkan rasa kepertjajan atas diri sendiri pemuda-pemuda kita. Begitu pula, pengadjaran kesenian baik seni suara maupun, seni tari dan sebagainja. Dan hal jang lebih penting lagi, jang menjatakan betul sifat nasional pendidikan dinegara kita ialah mendjadinja bahasa Indonesia bahasa pengatur disemua sekolah-sekolah. Bahasa ialah alat penjatakan buah pikiran itu, tetapi selain dari semua itu, ialah alat jang terpenting untuk menebalkan rasa nasional suatu bangsa.    



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi