Tampilkan postingan dengan label KSI 2015. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KSI 2015. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 29 Agustus 2015

Oleh-oleh Dari Kongres Sungai Indonesia 2015

di Kali Serayu, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

Depan Balai Budaya, Alun-alun Banjarnegara bersama Dr. Bambang Istianto, Direktur Eksekutif LSM Sapulidi
Makan di Barak TNI di tepi Kali Serayu, Banjarnegara
Mas Heru (Is Heru Permana, SH, MH), Koordinator LSM Sapulidi Wilayah Jawa Tengah dan Dr. Bambang Istianto Direktur Eksekutif LSM Sapulidi
Bang Imam di tepi Kali Serayu, The Pikas Banjarnegara, Jawa Tengah

Sabtu, 15 Agustus 2015

Satuan Ekologi Sungai Sebagai Daya Dukung Peradaban Bangsa

ISU TEMATIK 1 UNTUK KONGRES SUNGAI INDONESIA

Banjarnegara (BIB) - Sungai pada keseluruhannya adalah habitat hidup dan sumber penghidupan, luruh dalam kesatuan ekosistem dari unsur hayati, nir-hayati dan manusia. Namun, sungai tak hanya berarus tenang. Seringkali ia juga bergejolak dan menunjukkan hukum alamnya kala manusia lalai.
Keberadaan sungai tidak terpisahkan dengan gunung, hutan dan daratan lebih luas lagi sebagai wilayah tangkapan air hujan dan pemasok mata air, rembesan dan aliran. Pengelolaan dan pemanfaatan hutan, gunung, lereng dan perbukitan masyarakat pemangku sungai dan hutan secara tradisional menerapkan budaya kelola dengan memelihara sistem pewilayahan tutupan/larangan, lindung, kelola dan budidaya atau serupa dengan itu, serta memagarinya dengan norma, nilai dan adat-istiadat.
Untuk pengelolaan lahan pertanian sawah yang memerlukan sistem pengairan, tata kelola air dan sungai diimplementasikan dalam sistem subak (Bali), ulu-ulu (Jawa Tengah), jagatirta (Jawa Timur), mapag cai (Jawa Barat), serta mungkin masih banyak lainnya sampai pada tata kelola air bagi kawasan permukiman, perladangan dan tentu juga perikanan, perhubungan serta industri dan energi. Tata kelola air dalam keprograman, menyusul hancurnya sistem tata kelola tradisional, kemudian dikembangkan dengan konsep keprograman dan dikelola komunitas masyarakat dalam P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air), P3AT (Perkumpulan Petani Pemakai Air Tanah), Mitra Cai, HIPPA sampai juga perusahaan air minum milik daerah ataupun perusahaan air minum kemasan.

Peran Sungai Dalam Mensejahterakan Masyarakat

ISU TEMATIK 2 UNTUK KONGRES SUNGAI INDONESIA

Banjarnegara (BIB) - Sungai sangat vital bagi kelangsungan hidup dan kesejahteraan bersama. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang sekitar 70% wilayahnya terdiri dari perairan, pulau-pulau mewujud sebagai bagian dari perairan yang dijalin sebagai satu kesatuan oleh sungai-sungai. Jalinan sungai dapatlah dimaknai sebagai pewujud satu entitas: Tanah-Air. Dalam sejarah hidup dan penghidupan masyarakat yang diwarnai berbagai olah kreatifitas budaya dan pengembangan peradaban, sungai berada di ruang depan: terpelihara dan diagungkan, sebab sungai adalah kehidupan yang menjamin kelangsungan hidup dan kesejahteraan. Sriwijaya, Majapahit, Gowa, Bonne, Ternate-Tidore, Banten dan masih banyak lagi situs-situs sejarah lebih tua maupun lebih muda, menunjukkan ketakterpisahan historis bangsa-bangsa Indonesia dengan sungai dan perairan. Pada skala hidup sehari-hari, kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, industri olahan rakyat, perdagangan, perhubungan dan permukiman serta lainnya memastikan ketakterpisahan tersebut.
Sungai pada keseluruhannya adalah habitat hidup dan sumber penghidupan, luruh dalam kesatuan ekosistem dari unsur hayati, nir-hayati dan manusia. Namun, sungai tak hanya berarus tenang. Seringkali ia juga bergejolak dan menunjukkan hukum alamnya kala manusia lalai.

Aliran Air Sungai Sebagai Energi Terbarukan Dari Anugerah Hingga Musibah

ISU TEMATIK 3 UNTUK KONGRES SUNGAI INDONESIA

Banjarnegara (BIB) - Keberadaan sungai tidak terpisahkan dengan gunung, hutan dan daratan lebih luas lagi sebagai wilayah tangkapan air hujan dan pemasok mata air, rembesan dan aliran. Pengelolaan dan pemanfaatan hutan, gunung, lereng dan perbukitan masyarakat pemangku sungai dan hutan secara tradisional menerapkan budaya kelola dengan memelihara sistem pewilayahan tutupan/larangan, lindung, kelola dan budidaya atau serupa dengan itu, serta memagarinya dengan norma, nilai dan adat-istiadat.
Degradasi dan ancaman terhadap sungai adalah ancaman terhadap ekologi dan ekosistem air yang, pada hakekatnya, mewujud sebagai ancaman bagi kelangsungan hidup dan kesejahteraan bersama.  Tetap memperhatikan dengan sungguh-sungguh situasi kawasan Daerah Aliran Sungai, Badan Sungai dari hulu, tengah, hilir sampai muara, serta pantai, laut dan pesisiran dari sungai-sungai besar seperti Barito, Kapuas, Mahakam, Musi, Batanghari, Kampar, Brantas, Solo maupun sungai Ajkwa (pembuangan tailing tambang emas freeport di Papua); masalah yang dihadapi Sungai Citarum, Kali Ciliwung, Kali Semarang dan Kali Surabaya (Kali Mas) sekurangnya menunjuk betapa parah dan rumitnya masalah yang dihadapi ekosistem sungai kita.Tak teringkari bahwa tata kelola sungai memiliki kekhususan karena ia menyangkut kawasan hulu dan hilir.

Ekowisata Sebagai Upaya Konservasi Budaya dan Konservasi Daerah Aliran Sungai

ISU TEMATIK 4 UNTUK KONGRES SUNGAI INDONESIA
Definisi ekowisata yang pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) sebagai berikut :
“Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat”.


Banjarnegara (BIB) - Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. Dalam perkembangannya ternyata bentuk ekowisata ini berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan. Wisatawan ingin berkunjung ke area alami yang dapat menciptakan kegiatan bisnis. “Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai bentuk baru dari perjalanan bertanggungjawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata” (Eplerwood, 1999). Dari kedua definisi ini dapat dimengerti bahwa ekowisata dunia telah berkembang sangat pesat.
Semula Ekowisata dikembangkan dengan memanfaatkan Kawasan Taman Nasional sebagai destinasi, dan pada saat ini praktek ekowisata adalah wisata berbasis pada alam dengan mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis. Definisi ini memberi penegasan bahwa aspek yang terkait tidak hanya bisnis seperti halnya bentuk pariwisata lainnya, tetapi lebih dekat dengan pariwisata minat khusus, alternative tourism atau special interest tourism dengan obyek dan daya tarik wisata alam. Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi.

Mengabaikan Peradaban Sungai dalam Mewujudkan Poros Maritim adalah Marginalisasi”

ISU TEMATIK 5 UNTUK KONGRES SUNGAI INDONESIA
Kebangkitan peradaban maritim yang bukan saja ditandai dengan eksisnya industri kelautan, tetapi juga tumbuh kembangnya kebudayaan dan kesejahteraan manusia pesisir serta wilayah penyangga antara daratan dan lautan.

Banjarnegara (BIB) - Nusantara, sebagaimana disebutkan dalam negarakertagama, terbayang sebagai kesatuan maritim yang saling terhubung oleh air. Interaksi antar pulau dalam bentang Sabang hingga Merauke seyogyanya tidak bisa dipisahkan dari laut. Di Jawa, kota-kota besar, Surabaya, Semarang dan Jakarta, terbentuk oleh kehadiran pelabuhan-pelabuhan. Demikian pula di Kalimantan, peradaban bahari bertaut erat dengan relasi dagang antara kesultanan besar seperti Banjarmasin, Sampit dan Pontianak dengan suku-suku yang bermukim di sempadan sungai di Kalimantan. Sebagai sebuah perspektif, sungai-sungai ini menjadi penali bagi persekutuan komunitas yang menghuni pulau-pulau ataupun kampung-kampung.

Sungai Sebagai Kesatuan Sistim Politik dan Ketahanan Negara Maritim

ISU TEMATIK 6 UNTUK KONGRES SUNGAI INDONESIA

"Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas dan lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan  Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan  pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia” (Deklarasi Djoeanda 13 Desember 1957).


Banjarnegara (BIB) - Bumi maritim Indonesia adalah bagian dari sistem planet bumi yang merupakan satu kesatuan alami antara darat dan laut di atasnya tertata secara unik, menampilkan ciri-ciri negara dengan karakteristik sendiri yang menjadi wilayah yurisdiksi Negara Republik Indonesia.

Gagasan Negara Maritim Indonesia sebagai aktualisasi wawasan nusantara untuk memberi gerak pada pola pikir, pola sikap dan pola tindak bangsa Indonesia secara bulat dalam aktualisasi wawasan nusantara. Pengembangan konsepsi negara maritim Indoensia sejalan dengan upaya peningkatan kemampuan bangsa kita menjadi bangsa yang modern dan mandiri dalam teknologi kelautan dan kedirgantaraan bagi kesejahteraan bangsa dan Negara.

Kongres Sungai Indonesia 2015


Kongres Sungai Indonesia (KSI) Tahun 2015 akan dilaksanakan di Banjarnegara pada tanggal 26 s/d 30 Agustus 2015.

Rencananya KSI akan dibuka oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.

Kongres Sungai Indonesia akan mengambil tema, "Sungai Sebagai Pusat Peradaban Bagi Kelangsungan Hidup dan Kesejahteraan Bersama".

Ada 6 isu yang akan dibahas pada Kongres Sungai Indonesia, diantaranya :

  1. Satuan Ekologi Sungai sebagai Daya Dukung Peradaban Bangsa
  2. Peran Sungai Dalam Mensejahterakan Masyarakat
  3. Aliran Air Sungai Sebagai Energi Terbarukan Dari Anugerah Hingga Musibah
  4. Ekowisata Sebagai Upaya Konservasi Budaya dan Konservasi Daerah Aliran Sungai
  5. Mengabaikan Peradaban Sungai Dalam Mewujudkan Poros Maritim adalah Marginalisasi
  6. Sungai Sebagai Kesatuan Sistem Ketahanan Negara Maritim.