Izin Lingkungan diganti menjadi Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah
Kita mengenal Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Salah satu yang dirubah atau dihapus dalam RUU CIPTA KERJA adalah tentang Izin Lingkungan. Dengan alasan untuk kemudahan berusaha, Izin Lingkungan akan diganti menjadi Persetujuan Lingkungan (Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah).
Sehingga prasa pada Pasal 1 angka 11, angka 12, dan angka 35 dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menjadi berubah :
RUU CIPTA KERJA
Paragraf
3
Persetujuan Lingkungan
PASAL
21
Dalam rangka memberikan kemudahan bagi setiap orang dalam memperoleh persetujuan lingkungan, Undang-Undang ini mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa peraturan terkait Perizinan Berusaha yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059).
PASAL
22
Beberapa
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059) diubah:
No. |
UU
32/2009 |
RUU
CIPTA KERJA |
1 |
Pasal 1 |
Perubahan Pasal 1 |
|
11. Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian
mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan |
Angka 11 : Analisis
mengenai dampak lingkungan hidup yang selanjutnya disebut Amdal adalah kajian
mengenai dampak penting pada lingkungan hidup dari suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan, untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan serta termuat dalam
Perizinan Berusaha dan Persetujuan Pemerintah |
|
12. Upaya pengelolaan
lingkungan hidup dan upaya pemantauan lngkungan hidup, yang selanjutnya
disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau
kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan |
Angka 12 : Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya pemantauan Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disebut UKL-UPL adalah rangkaian proses pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup yang dituangkan dalam bentuk standar untuk
digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan serta termuat dalam
Perizinan Berusaha atau persetujuan pemerintah |
|
35. Izin Lingkungan
adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan. |
Angka 35 :
Persetujuan Lingkungan adalah Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau
Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah mendapatkan
persetujuan dari Pemerintah Pusat |
Jelas sangat terlihat dalam Pasal 1 angka 11 tentang Amdal sudah dirubah pada RUU CIPTA KERJA ditambahkan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah.
Sedangkan dalam Pasal 1 angka 12 tentang UKL-UPL juga sudah ditambahkan kalimat akhir Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah.
Sementara untuk Pasal 1 angka 35 tentang Izin Lingkungan diganti dengan Persetujuan Lingkugan.
Hal ini dilakukan untuk penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha dan pengadaan tanah dan juga pemanfaatan lahan. Sehingga persyaratan yang dibutuhkan nantinya hanya ada 3 tahap, yaitu:
- kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;
- persetujuan lingkungan; dan
- Persetujuan Bangunan Gedung atau sertifikat laik fungsi.
Izin Lingkungan atau dalam RUU CIPTA KERJA menjadi PERSETUJUAN LINGKUNGAN dilakukan berdasarkan perhitungan nilai tingkat resiko. Resiko yang dimaksud adalah potensi terjadinya bahaya terhadap usaha dan/atau kegiatan.
Penetapan peringkat resiko menjadi, kegiatan usaha beresiko rendah, kegiatan usaha beresiko menengah, dan kegiatan usaha beresiko tinggi.
Jika kegiatan/usaha ternyata dinilai oleh Pemerintah hanya Beresiko Rendah, maka kegiatan tidak perlu Izin Lingkungan (Persetujuan Lingkungan) cukup dengan mengajukan Nomor Induk Berusaha (NIB).
Untuk kegiatan usaha beresiko menengah, proses Perizinan Berusaha dibagi 2 kategori, yaitu; (a) kegiatan berusaha beresiko menengah rendah dan (b). kegiatan berusaha beresiko menengah tinggi.
Jika kegiatan beresiko menengah rendah, maka Perizinan Berusaha yang dibuat hanya pemberian nomor induk berusaha (NIB) dan pernyataan sertifikasi standar.
Sementara itu untuk Perizinan Berusaha bagi kegiatan yang beresiko menengah tinggi akan diberikan nomor induk berusaha (NIB) dan pemenuhan sertifikat standar.
Bagi usaha dan/atau kegiatan yang memiliki resiko tinggi, maka harus mengurus nomor induk berusaha (NIB) dan Izin.
WAJIB
IZIN/PERSETUJUAN LINGKUNGAN BAGI USAHA/KEGIATAN
No. |
Kegiatan |
UU 32/2009 |
RUU Cipta Kerja |
Ket |
1 |
Beresiko Rendah |
Jika tidak memiliki dampak lingkungan penting
membuat SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan) |
Membuat Nomor Induk Berusaha (NIB) |
|
2 |
Beresiko Menengah |
|
|
|
|
a.
Menengah Rendah |
UKL-UPL
B |
-
NIB dan -
Pernyataan
Sertifikasi Standar |
|
|
b.
Menengah Tinggi |
UKL-UPL
A atau Amdal C |
-
NIB dan -
Pemenuhan Sertifikasi Standar |
|
3 |
Beresiko Tinggi |
Amdal
A/B |
-
NIB dan -
Izin |
|
Sumber : UU 32/2009, RUU Cipta Kerja,
diolah Bang Imam Berbagi, 2020
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Izin Lingkungan yang dikenal adalah, SPPL, UKL-UPL dan AMDAL.
RUU CIPTA KERJA mengubah, menghapus atau menetapkan peraturan baru terhadap UU Nomor 32 Tahun 2009.
Sedikitnya 41 pasal terjadi perubahan, penghapusan dan penambahan pasal baru.
Berikut ini beberapa pasal yang dirubah, dihapus dan ditambah :
- Pasal yang dirubah : Pasal 1 angka 11, angka 12, dan angka 35, Pasal 20, 24, 25, 26, 27, 28, 32, 34, 35, 37, 39, 55, 59, 61, 63, 69, 72, 71, 73, 76, 82, 88, 109, 111, dan Pasal 112.
- Pasal yang dihapus : Pasal 29, 30, 31, 36, 38, 40, 79, 93, 102, dan Pasal 110
- Pasal yang ditambah : Pasal 61A, 82A, 82B, dan Pasal 82C
Ada 26 pasal yang dirubah, 10 pasal dihapus dan 4 pasal ditambah.
Berikut ini tabel pasal yang dirubah, ditambah dan dihapus :
No. |
UU
32/2009 |
RUU
CIPTA KERJA |
1 |
Pasal 1 |
Perubahan Pasal 1 |
|
11. Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian
mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan |
Angka 11 : Analisis
mengenai dampak lingkungan hidup yang selanjutnya disebut Amdal adalah kajian
mengenai dampak penting pada lingkungan hidup dari suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan, untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan serta termuat dalam
Perizinan Berusaha dan Persetujuan Pemerintah |
|
12. Upaya pengelolaan
lingkungan hidup dan upaya pemantauan lngkungan hidup, yang selanjutnya
disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau
kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan |
Angka 12 : Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya pemantauan Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disebut UKL-UPL adalah rangkaian proses pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup yang dituangkan dalam bentuk standar untuk
digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan serta termuat dalam
Perizinan Berusaha atau persetujuan pemerintah |
|
35. Izin Lingkungan
adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan. |
Angka 35 :
Persetujuan Lingkungan adalah Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau
Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah mendapatkan
persetujuan dari Pemerintah Pusat |
2 |
Pasal 20 |
Perubahan Pasal 20 |
|
|
(1) Penentuan terjadinya
pencemaran lingkungan hidupdiukur melalui baku mutu lingkungan hidup; |
|
|
(2) Baku mutu lingkungan
hidup meliputi |
|
|
a.
Baku mutu air; |
|
|
b.
Baku mutu air limbah |
|
|
c.
Baku mutu air laut |
|
|
d.
Baku mutu udara ambien |
|
|
e.
Baku mutu emisi |
|
|
f.
Baku mutu gangguan; dan |
|
|
g.
Baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. |
|
|
(3) Setiap orang
diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan
persyaratan: |
|
|
a.
Memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan |
|
|
b.
Mendapat persetujuan dari pemerintah. |
|
|
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai baku mutu lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
3 |
Pasal 24 |
Perubahan Pasal 24 |
|
|
(1) Dokumen amdal
merupakan dasar uji kelayakan lingkungan hidup untuk rencana usaha dan/atau
kegiatan; |
|
|
(2) Uji kelayakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh tim uji kelayakan
yang dibentuk oleh Lembaga Uji Kelayakan Pemerintah Pusat; |
|
|
(3) Tim Uji Kelayakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, dan ahli bersertifikat; |
|
|
(4) Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah menetapkan Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup berdasarkan
Hasil Kelayakan Lingkungan Hidup; |
|
|
(5) Keputusan kelayakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sebagai persyaratan
penerbitan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah; |
|
|
(6) Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata laksana uji kelayakan diatur dengan Peraturan
Pemerintah. |
4 |
Pasal 25 |
Perubahan Pasal 25 |
|
|
a.
Pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau
kegiatan; |
|
|
b.
Evaluasi kegiatan disekitar lokasi rencana usaha dan/atau
kegiatan; |
|
|
c.
Saran masukan serta tanggapan masyarakat terkena dampak
langsung yang relevan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan; |
|
|
d.
Perakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting
dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut
dilaksanakan; |
|
|
e.
Evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi
untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup; dan |
|
|
f.
Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan. |
5 |
Pasal 26 |
Perubahan Pasal 26 |
|
|
(1) Dokumen Amdal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat; |
|
|
(2) Penyusunan dokumen
Amdal dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung
terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan; |
|
|
(3) Ketentuan lebih lanjut
proses pelibatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah. |
6 |
Pasal 27 |
Perubahan Pasal 27 |
|
|
Dalam menyusun
dokumen Amdal, pemrakarsa sebagaimana dmaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dapat
menunjuk pihak lain. |
7 |
Pasal 28 |
Perubahan Pasal 28 |
|
|
(1) Penyusunan Amdal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 wajib memiliki
sertifikat kompetensi penyusun Amdal. |
|
|
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai sertifikasi dan kriteria kompetensi penyusun Amdal diatur
dengan Peraturan Pemerintah. |
8 |
Pasal 29 |
Pasal 29 dihapus |
|
(1)
Dokumen Amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang
dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya. |
|
|
(2)
Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dari Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. |
|
|
(3)
Persyaratan dan tata cara lisensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. |
|
9 |
Pasal 30 |
Pasal 30 dihapus |
|
(1)
Keanggotaan Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 terdiri atas wakil dari unsur : |
|
|
a.
Instans lingkungan hidup; |
|
|
b.
Instansi teknis terkait; |
|
|
c.
Pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis
usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji; |
|
|
d.
Pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan dampak
yang timbul dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji; |
|
|
e.
Wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak; dan |
|
|
f.
Organisasi lingkungan hidup. |
|
|
(2)
Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai Amdal dibatu
oleh Tim Teknis yang terdiri atas pakar independen yang melakukan kajian
teknis dan sekretariat yang dibentuk untuk itu. |
|
|
(3)
Pakar independen dan sekretariat sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditetapkan oleh Mneteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya. |
|
10 |
Pasal 31 : Berdasarkan
hasil penilaian Komisi Penilai Amdal, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup sesuai
dengan kewenangannya. |
Pasal 31 dihapus |
11 |
Pasal 32 |
Perubahan Pasal 32 |
|
|
(1) Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah membantu penyusunan Amdal bagi usaha dan/atau kegiatan
Usaha Mikro dan Kecil yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup. |
|
|
(2) Bantuan penyusunan
Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa fasilitasi, biaya, dan/atau
penyusunan Amdal. |
|
|
(3) Penentuan mengenai
usaha dan/atau kegiatan Usaha Kecil dan Mikro sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan berdasarkan kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. |
12 |
Pasal 34 |
Perubahan Pasal 34 |
|
|
(1) Setiap usaha dan/atau
kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib
memenuhi standar UKL-UPL. |
|
|
(2) Pemenuhan standar
UKL-UPL dinyatakan dalam pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup. |
|
|
(3) Berdasarkan
pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menerbitkan Perizinan
Berusaha atau Persetujuan Pemerintah. |
|
|
(4) Pemerintah Pusat
menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL-UPL. |
|
|
(5) Ketentuan lebih
lanjut mengenai UKL-UPL diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
13 |
Pasal 35 |
Perubahan Pasal 35 |
|
|
(1)
Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi
UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) wajib membuat surat
pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang
diintegrasikan ke dalam Nomor Induk Berusaha. |
|
|
(2)
Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kegiatan yang termasuk dalam
kategori beresiko rendah. |
|
|
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai surat pernyataan
kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup diatur dengan peraturan
pemerintah. |
14 |
Pasal 36 |
Pasal 36 dihapus |
|
(1)
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal
atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan. |
|
|
(2)
Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 atau rekomendasi UKL-UPL. |
|
|
(3)
Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan
hidup atau rekomendasi UKL-UPL. |
|
|
(4)
Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. |
|
15 |
Pasal 37 |
Perubahan Pasal 37 |
|
|
Perizinan Berusaha
dapat dibatalkan apabila: |
|
|
a.
Persyaratan yang diajukan dalam permohonan Perizinan
Berusaha mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta
ketidakberatan dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi; |
|
|
b.
Penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum
dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau pernyataan kesanggupan
pengelolaan lingkungan hidup; dan |
|
|
c.
Kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen Amdal atau
UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan. |
16 |
Pasal 38 : Selain
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), izin lingkungan dapat
dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usaha negara |
Pasal 38 dihapus |
17 |
Pasal 39 |
Perubahan Pasal 39 |
|
|
(1)
Keputusan kelayakan lingkungan hidup diumumkan kepada
masyarakat. |
|
|
(2)
Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui sistem elektronik dan atau cara lain yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat. |
18 |
Pasal 40 |
Pasal 40 dihapus |
|
(1)
Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh
izin usaha dan/atau kegiatan. |
|
|
(2)
Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau
kegiatan dibatalkan. |
|
|
(3)
Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan,
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbaharui izin lingkungan. |
|
19 |
Pasal 55 |
Perubahan Pasal 55 |
|
|
(1)
Pemegang Perizinan Berusaha wajib menyediakan dana
penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup. |
|
|
(2)
Dana penjaminan disimpan di bank pemerintah yang ditunjuk
oleh Pemerintah Pusat. |
|
|
(3)
Pemerintah Pusat dapat menetapkan pihak ketiga untuk
melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan menggunakan dana
penjaminan. |
|
|
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai dana penjaminan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah. |
20 |
Pasal 59 |
Perubahan Pasal 59 |
|
|
(1)
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan
pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya. |
|
|
(2)
Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1)
telah kadaluarsa, pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3. |
|
|
(3)
Dalam hal setiap orang sebagaimana dimkasud pada ayat (1)
tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya
diserahkan kepada pihak lain. |
|
|
(4)
Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat Perizinan Berusaha
dari Pemerintah Pusat atau Persetujuan Pemerintah. |
|
|
(5)
Pemerintah Pusat wajib mencantumkan persyaratan
lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi
pengelola limbah B3 dalam Perizinan Berusaha. |
|
|
(6)
Keputusan pemberian Perizinan Berusaha wajib diumumkan. |
|
|
(7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3
diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
21 |
Pasal 61 |
Perubahan Pasal 61 |
|
|
(1)
Dumping sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 60 hanya dapat
dilakukan dengan persetujuan Pemerintah Pusat. |
|
|
(2)
Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan dilokasi yang telah ditentukan. |
|
|
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan
dumping limbah atau bahan diatur dalam Peraturan Pemerintah. |
22 |
|
Penambahan Pasal 61A |
|
|
Dalam hal penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan: |
|
|
a.
Menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan,
memanfaatkan, dan/atau mengolah bahan berbahaya dan beracun; |
|
|
b.
Menghasilkan, mengangkut, menyimpan, mengumpulkan,
memanfaatkan, mengolah, dan/atau menimbun limbah bahan berbahaya dan beracun; |
|
|
c.
Pembuangan air limbah ke laut; |
|
|
d.
Pembuangan air limbah ke sumber air; |
|
|
e.
Membuang emisi ke udara; dan/atau |
|
|
f.
Memanfaatkan air limbah untuk aplikasi ke tanah, yang
merupakan bagian dari kegiatan usaha, pengelolaan tersebut dinyatakan dalam
Amdal atau UKL-UPL. |
23 |
Pasal 63 |
Perubahan Pasal 63 |
|
|
(1) Dalam perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah Pusat bertugas dan berwenang: |
|
|
a.
Menetapkan kebijakan nasional; |
|
|
b.
Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria; |
|
|
c.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH
Nasional; |
|
|
d.
Menetapkan dan melaksanakan kebjakan mengenai KLHS; |
|
|
e.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Amdal dan
UKL-UPL; |
|
|
f.
Menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam nasional
dan emisi gas rumah kaca; |
|
|
g.
Mengembangkan standar kerja sama; |
|
|
h.
Mengkoordinasikan dan melaksanakan pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; |
|
|
i.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan sumber daya alam
hayati dan nonhayati, keanekaragaman hayati, sumber daya genetik, dan
keamanan hayati produk rekayasa genetik; |
|
|
j.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon; |
|
|
k.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai B3,
limbah, serta limbah B3; |
|
|
l.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
perlindungan lingkungan laut; |
|
|
m. Menetapkan dan
melaksanakan kebijakan mengenai pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup lintas batas negara; |
|
|
n.
Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijakan nasional dan kebjakan tingkat provinsi; |
|
|
o.
Melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan persetujuan lingkungan dan
peraturan perundang-undangan; |
|
|
p.
Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup; |
|
|
q.
Mengkoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan
penyelesaian perselisihan antardaerah serta penyelesaian sengketa; |
|
|
r.
Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengelolaan
pengaduan masyarakat; |
|
|
s.
Menetapkan standar pelayanan minimal; |
|
|
t.
Menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan
keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum
adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; |
|
|
u.
Mengelola informasi lingkungan hidup nasional; |
|
|
v.
Mengkoordinasikan, mengembangkan, dan menyosialisasikan
pemanfaatan teknologi ramah lingkungan hidup; |
|
|
w.
Memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan
penghargaan; |
|
|
x.
Mengembangkan sarana dan standar laboratorium lingkungan
hidup; |
|
|
y.
Menerbitkan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah; |
|
|
z.
Menetapkan wilayah ekoregion; dan |
|
|
aa. Melakukan penegakan
hukum lingkungan hidup. |
|
|
(2) Dalam perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah provinsi sesuai dengan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
bertugas dan berwenang: |
|
|
a.
Menetapkan kebijakan tingkat provinsi; |
|
|
b.
Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi; |
|
|
c.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH
provinsi; |
|
|
d.
Melaksanakan kebijakan mengenai Amdal dan UKL-UPL; |
|
|
e.
Menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi
gas rumah kaca pada tingkat provinsi |
|
|
f.
Mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan; |
|
|
g.
Mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup lintas kabupaten/kota; |
|
|
h.
Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijakan tingkat kabupaten/kota; |
|
|
i.
Melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; |
|
|
j.
Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup; |
|
|
k.
Mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan
penyelesaian perselisihan antarkabupaten/antar kota serta penyelesaian
sengketa; |
|
|
l.
Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan
kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan; |
|
|
m.
Melaksanakan standar pelayanan minimal; |
|
|
n.
Menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan
keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum
adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; |
|
|
o.
Mengelola informasi lingkungan hidup tingkat provinsi; |
|
|
p.
Mengembangkan dan menyosialisasikan pemanfaatan teknologi
ramah lingkungan hidup; |
|
|
q.
Memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan
penghargaan; |
|
|
r.
Menerbitkan Perizinan Berusaha pada tingkat provinsi; dan |
|
|
s.
Melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat
provinsi; |
|
|
(3) Dalam perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan
norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
bertugas dan berwenang: |
|
|
a.
Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota; |
|
|
b.
Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota; |
|
|
c.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH
tingkat kabupaten/kota; |
|
|
d.
Melaksanakan kebijakan mengenai Amdal dan UKL-UPL; |
|
|
e.
Menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi
gas rumah kaca pada tingkat kabupaten/kota; |
|
|
f.
Mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan; |
|
|
g.
Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup; |
|
|
h.
Memfasilitasi penyelesaian sengketa; |
|
|
i.
Melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; |
|
|
j.
Melaksanakan standar pelayanan minimal; |
|
|
k.
Melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan
masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang
terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat
kabupaten/kota; |
|
|
l.
Mengelola informasi lingkungan hidup tingkat
kabupaten/kota; |
|
|
m. Mengembangkan dan
melaksanakan kebijakan sistem informasi lingkungan hidup tingkat
kabupaten/kota; |
|
|
n.
Memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan
penghargaan; |
|
|
o.
Menerbitkan Periznan Berusaha pada tingkat
kabupaten/kota; dan |
|
|
p.
Melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat
kabupaten/kota. |
24 |
Pasal 69 |
Perubahan Pasal 69 |
|
|
Setiap orang
dilarang: |
|
|
a.
Melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup; |
|
|
b.
Memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan
ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; |
|
|
c.
Memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan
Republik Indonesia; |
|
|
d.
Memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Republik
Indonesia; |
|
|
e.
Membuang limbah ke media lingkungan hidup; |
|
|
f.
Membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup; |
|
|
g.
Melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan
hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau persetujuan
lingkungan; |
|
|
h.
Melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar; |
|
|
i.
Menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi
penyusun amdal; dan/atau |
|
|
j.
Memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi,
merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar. |
25 |
Pasal 71 |
Perubahan Pasal 71 |
|
|
(1) Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. |
|
|
(2) Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan
pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. |
|
|
(3) Dalam melaksanakan
pengawasan, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menetapkan pejabat
pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional. |
|
|
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai pejabat pengawas lingkungan hidup diatur dengan Peraturan
Pemerintah. |
26 |
Pasal 72 |
Perubahan Pasal 72 |
|
|
Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat wajib melakukan
pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
Perizinan Berusaha atau Persetujuan pemerintah. |
27 |
Pasal 73 |
Perubahan Pasal 73 |
|
|
Menteri dapat
melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah diterbitkan oleh
Pemerintah Daerah jika Menteri menganggap terjadi pelanggaran yang serius di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. |
28 |
Pasal 76 |
Perubahan Pasal 76 |
|
|
(1)
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menerapkan sanksi
administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam
pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap Perizinan Berusaha atau Persetujuan
pemerintah. |
|
|
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
sanksi diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
29 |
Pasal 77 |
Perubahan Pasal 77 |
|
|
Menteri dapat
menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan dalam hal Menteri menganggap Pemerintah Daerah secara sengaja tidak
menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. |
30 |
Pasal 79 : Pengenaan
sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d dilakukan
apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan
pemerintah. |
Pasal 79 dihapus |
31 |
Pasal 82 |
Perubahan Pasal 82 |
|
|
(1)
Pemerintah Pusat berwenang untuk memaksa penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya. |
|
|
(2)
Pemerintah Pusat berwenang atau dapat menunjuk pihak ketiga
untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya atas beban biaya penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan. |
32 |
|
Penambahan Pasal 82A
: Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34
ayat (3), Pasal 59 ayat (4), atau Persetujuan dari Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b dikenai sanksi administratif. |
33 |
|
Penambahan Pasal 82B
: |
|
|
(1)
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang
memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5),
Pasal 34 ayat (3), Pasal 36 ahat (1), Pasal 59 ayat (1), Pasal 59 ayat (4)
atau Persetujuan dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3)
huruf b atau Pasal 61 yang tidak sesuai dengan kewajiban dalam Perizinan
Berusaha atau Persetujuan Pemerintah dan/atau melanggar ketentuan Peraturan
Perundang-undangan di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
dikenai sanksi administratif. |
|
|
(2)
Setiap orang yang melakukan pelanggaran larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, yaitu: |
|
|
a.
Melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf
a, dimana perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaian dan tidak
mengakibatkan bahaya kesehatan manusia dan/atau luka dan/atau luka berat,
dan/atau matinya orang dikenai sanksi administratif yang mewajibkan kepada
penanggung jawab perbuatan itu untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan
hidup dan/atau tindakan lain yang diperlukan; dan |
|
|
b.
Menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi
penyusun Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf i dikenai sanksi administratif. |
|
|
(3)
Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan perbuatan
yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku
mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang tidak
sesuai dengan Perizinan Berusaha yang dimilikinya dikenai sanksi
administratif. |
34 |
|
Penambahan Pasal 82C |
|
|
(1) Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82A dan Pasal 82B ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) berupa: |
|
|
a.
Teguran tertulis; |
|
|
b.
Paksaan pemerintah; |
|
|
c.
Denda administratif; |
|
|
d.
Pembekuan Perizinan Berusaha; dan/atau |
|
|
e.
Pencabutan perizinan berusaha. |
|
|
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah. |
35 |
Pasal 88 |
Perubahan Pasal 88 |
|
|
Setiap orang yang
tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan
dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap
lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi dari
usaha dan/atau kegiatannnya. |
36 |
Pasal 93 |
Pasal 93 dihapus |
|
(1) Setiap orang dapat
mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha negara apabila : |
|
|
a.
Badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin
lingkungan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak
dilengkapi dengan dokumen amdal; |
|
|
b.
Badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin
lingkungan kepada kegiatan yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan
dokumen UKL-UPL; dan/atau |
|
|
c.
Badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan
izin usaha dan/atau kegiatan yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan. |
|
|
(2) Tata cara pengajuan
gugatan terhadap tata usaha negara mengacu pada Hukum Acara Pengadilan Tata
Usaha Negara. |
|
37 |
Pasal 102 : Setiap
orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah). |
Pasal 102 dihapus |
38 |
Pasal 109 |
Perubahan Pasal 109 |
|
|
Setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki persetujuan lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), Pasal 59 ayat (4), atau
Persetujuan dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3)
huruf b yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan,
keselamatan, keamanan, dan lingkungan, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). |
39 |
Pasal 110 : Setiap
orang yang menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf i, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah). |
Pasal 110 dihapus |
40 |
Pasal 111 |
Perubahan Pasal 111 |
|
|
Pejabat pemberi
persetujuan lingkungan yang menerbitkan persetujuan lingkungan tanpa
dilengkapi dengan Amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). |
41 |
Pasal 112 |
Perubahan Pasal 112 |
|
|
Setiap pejabat
berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan
perundang-undangan dan persetujuan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah). |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi