Senin, 12 Oktober 2020

Bagaimana RUU CIPTA KERJA Memandang UU Lingkungan

 Izin Lingkungan diganti menjadi Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah

Kita mengenal Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 

Salah satu yang dirubah atau dihapus dalam RUU CIPTA KERJA adalah tentang Izin Lingkungan. Dengan alasan untuk kemudahan berusaha, Izin Lingkungan akan diganti menjadi Persetujuan Lingkungan (Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah).

Sehingga prasa pada Pasal 1 angka 11, angka 12, dan angka 35 dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menjadi berubah :

RUU CIPTA KERJA 

Paragraf 3

Persetujuan Lingkungan

PASAL 21

Dalam rangka memberikan kemudahan bagi setiap orang dalam memperoleh persetujuan lingkungan, Undang-Undang ini mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa peraturan terkait Perizinan Berusaha yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059).

PASAL 22

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059) diubah:

 

No.

UU 32/2009

RUU CIPTA KERJA

1

Pasal 1

Perubahan Pasal 1

 

11. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan

Angka 11 : Analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang selanjutnya disebut Amdal adalah kajian mengenai dampak penting pada lingkungan hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan, untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan serta termuat dalam Perizinan Berusaha dan Persetujuan Pemerintah

 

12. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lngkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan

Angka 12 : Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalah rangkaian proses pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang dituangkan dalam bentuk standar untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan serta termuat dalam Perizinan Berusaha atau persetujuan pemerintah

 

35. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.

Angka 35 : Persetujuan Lingkungan adalah Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat

Jelas sangat terlihat dalam Pasal 1 angka 11 tentang Amdal sudah dirubah pada RUU CIPTA KERJA ditambahkan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah.

Sedangkan dalam Pasal 1 angka 12 tentang UKL-UPL juga sudah ditambahkan kalimat akhir Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah.

Sementara untuk Pasal 1 angka 35 tentang Izin Lingkungan diganti dengan Persetujuan Lingkugan.

Hal ini dilakukan untuk penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha dan pengadaan tanah dan juga pemanfaatan lahan. Sehingga persyaratan yang dibutuhkan nantinya hanya ada 3 tahap, yaitu:

  • kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;
  • persetujuan lingkungan; dan
  • Persetujuan Bangunan Gedung atau sertifikat laik fungsi.

Izin Lingkungan atau dalam RUU CIPTA KERJA menjadi PERSETUJUAN LINGKUNGAN dilakukan berdasarkan perhitungan nilai tingkat resiko. Resiko yang dimaksud adalah potensi terjadinya bahaya terhadap usaha dan/atau kegiatan.

Penetapan peringkat resiko menjadi, kegiatan usaha beresiko rendah, kegiatan usaha beresiko menengah, dan kegiatan usaha beresiko tinggi.

Jika kegiatan/usaha ternyata dinilai oleh Pemerintah hanya Beresiko Rendah, maka kegiatan tidak perlu Izin Lingkungan (Persetujuan Lingkungan) cukup dengan mengajukan Nomor Induk Berusaha (NIB).

Untuk kegiatan usaha beresiko menengah, proses Perizinan Berusaha dibagi 2 kategori, yaitu; (a) kegiatan berusaha beresiko menengah rendah dan (b). kegiatan berusaha beresiko menengah tinggi.

Jika kegiatan beresiko menengah rendah, maka Perizinan Berusaha yang dibuat hanya pemberian nomor induk berusaha (NIB) dan pernyataan sertifikasi standar.

Sementara itu untuk Perizinan Berusaha bagi kegiatan yang beresiko menengah tinggi akan diberikan nomor induk berusaha (NIB) dan pemenuhan sertifikat standar.

Bagi usaha dan/atau kegiatan yang memiliki resiko tinggi, maka harus mengurus nomor induk berusaha (NIB) dan Izin.

WAJIB IZIN/PERSETUJUAN LINGKUNGAN BAGI USAHA/KEGIATAN

 

No.

Kegiatan

UU 32/2009

RUU Cipta Kerja

Ket

1

Beresiko Rendah

Jika tidak memiliki dampak lingkungan penting membuat SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan)

Membuat Nomor Induk Berusaha (NIB)

 

2

Beresiko Menengah

 

 

 

 

a.    Menengah Rendah

UKL-UPL B

-      NIB dan

-      Pernyataan Sertifikasi Standar

 

 

b.    Menengah Tinggi

UKL-UPL A atau Amdal C

-       NIB dan

-       Pemenuhan Sertifikasi Standar

 

3

Beresiko Tinggi

Amdal A/B

-       NIB dan

-       Izin

 

Sumber : UU 32/2009, RUU Cipta Kerja, diolah Bang Imam Berbagi, 2020

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Izin Lingkungan yang dikenal adalah, SPPL, UKL-UPL dan AMDAL.

RUU CIPTA KERJA mengubah, menghapus atau menetapkan peraturan baru terhadap UU Nomor 32 Tahun 2009.

Sedikitnya 41 pasal terjadi perubahan, penghapusan dan penambahan pasal baru. 

Berikut ini beberapa pasal yang dirubah, dihapus dan ditambah :

  1. Pasal yang dirubah : Pasal 1 angka 11, angka 12, dan angka 35, Pasal 20, 24, 25, 26, 27, 28, 32, 34, 35, 37, 39, 55, 59, 61, 63, 69, 72, 71, 73, 76, 82, 88, 109, 111, dan Pasal 112.
  2. Pasal yang dihapus : Pasal 29, 30, 31, 36, 38, 40, 79, 93, 102, dan Pasal 110
  3. Pasal yang ditambah : Pasal 61A, 82A, 82B, dan Pasal 82C

Ada 26 pasal yang dirubah, 10 pasal dihapus dan 4 pasal ditambah.

Berikut ini tabel pasal yang dirubah, ditambah dan dihapus :

 

No.

UU 32/2009

RUU CIPTA KERJA

1

Pasal 1

Perubahan Pasal 1

 

11. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan

Angka 11 : Analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang selanjutnya disebut Amdal adalah kajian mengenai dampak penting pada lingkungan hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan, untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan serta termuat dalam Perizinan Berusaha dan Persetujuan Pemerintah

 

12. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lngkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan

Angka 12 : Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalah rangkaian proses pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang dituangkan dalam bentuk standar untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan serta termuat dalam Perizinan Berusaha atau persetujuan pemerintah

 

35. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.

Angka 35 : Persetujuan Lingkungan adalah Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat

2

Pasal 20

Perubahan Pasal 20

 

 

(1)  Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidupdiukur melalui baku mutu lingkungan hidup;

 

 

(2) Baku mutu lingkungan hidup meliputi

 

 

a.    Baku mutu air;

 

 

b.    Baku mutu air limbah

 

 

c.    Baku mutu air laut

 

 

d.    Baku mutu udara ambien

 

 

e.    Baku mutu emisi

 

 

f.     Baku mutu gangguan; dan

 

 

g.    Baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

 

 

(3)  Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan:

 

 

a.    Memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan

 

 

b.    Mendapat persetujuan dari pemerintah.

 

 

(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai baku mutu lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

3

Pasal 24

Perubahan Pasal 24

 

 

(1)  Dokumen amdal merupakan dasar uji kelayakan lingkungan hidup untuk rencana usaha dan/atau kegiatan;

 

 

(2) Uji kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh tim uji kelayakan yang dibentuk oleh Lembaga Uji Kelayakan Pemerintah Pusat;

 

 

(3) Tim Uji Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan ahli bersertifikat;

 

 

(4) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menetapkan Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup berdasarkan Hasil Kelayakan Lingkungan Hidup;

 

 

(5) Keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sebagai persyaratan penerbitan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah;

 

 

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata laksana uji kelayakan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

4

Pasal 25

Perubahan Pasal 25

 

 

a.    Pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;

 

 

b.    Evaluasi kegiatan disekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan;

 

 

c.    Saran masukan serta tanggapan masyarakat terkena dampak langsung yang relevan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan;

 

 

d.    Perakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan;

 

 

e.    Evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup; dan

 

 

f.     Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan.

5

Pasal 26

Perubahan Pasal 26

 

 

(1)  Dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat;

 

 

(2)  Penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan;

 

 

(3)  Ketentuan lebih lanjut proses pelibatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

6

Pasal 27

Perubahan Pasal 27

 

 

Dalam menyusun dokumen Amdal, pemrakarsa sebagaimana dmaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dapat menunjuk pihak lain.

7

Pasal 28

Perubahan Pasal 28

 

 

(1)  Penyusunan Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal.

 

 

(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan kriteria kompetensi penyusun Amdal diatur dengan Peraturan Pemerintah.

8

Pasal 29

Pasal 29 dihapus

 

(1)  Dokumen Amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

 

 

(2)  Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

 

 

(3)  Persyaratan dan tata cara lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

 

9

Pasal 30

Pasal 30 dihapus

 

(1)  Keanggotaan Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 terdiri atas wakil dari unsur :

 

 

a.    Instans lingkungan hidup;

 

 

b.    Instansi teknis terkait;

 

 

c.    Pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji;

 

 

d.    Pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan dampak yang timbul dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji;

 

 

e.    Wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak; dan

 

 

f.     Organisasi lingkungan hidup.

 

 

(2)  Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai Amdal dibatu oleh Tim Teknis yang terdiri atas pakar independen yang melakukan kajian teknis dan sekretariat yang dibentuk untuk itu.

 

 

(3)  Pakar independen dan sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Mneteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

 

10

Pasal 31 : Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai Amdal, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 31 dihapus

11

Pasal 32

Perubahan Pasal 32

 

 

(1)  Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membantu penyusunan Amdal bagi usaha dan/atau kegiatan Usaha Mikro dan Kecil yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup.

 

 

(2)  Bantuan penyusunan Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan Amdal.

 

 

(3)  Penentuan mengenai usaha dan/atau kegiatan Usaha Kecil dan Mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

12

Pasal 34

Perubahan Pasal 34

 

 

(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memenuhi standar UKL-UPL.

 

 

(2) Pemenuhan standar UKL-UPL dinyatakan dalam pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup.

 

 

(3) Berdasarkan pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menerbitkan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah.

 

 

(4) Pemerintah Pusat menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL-UPL.

 

 

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai UKL-UPL diatur dengan Peraturan Pemerintah.

13

Pasal 35

Perubahan Pasal 35

 

 

(1)  Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang diintegrasikan ke dalam Nomor Induk Berusaha.

 

 

(2)  Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kegiatan yang termasuk dalam kategori beresiko rendah.

 

 

(3)  Ketentuan lebih lanjut mengenai surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup diatur dengan peraturan pemerintah.

14

Pasal 36

Pasal 36 dihapus

 

(1)  Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.

 

 

(2)  Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 atau rekomendasi UKL-UPL.

 

 

(3)  Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL.

 

 

(4)  Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

 

15

Pasal 37

Perubahan Pasal 37

 

 

Perizinan Berusaha dapat dibatalkan apabila:

 

 

a.   Persyaratan yang diajukan dalam permohonan Perizinan Berusaha mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakberatan dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi;

 

 

b.   Penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup; dan

 

 

c.   Kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen Amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.

16

Pasal 38 : Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usaha negara

Pasal 38 dihapus

17

Pasal 39

Perubahan Pasal 39

 

 

(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup diumumkan kepada masyarakat.

 

 

(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sistem elektronik dan atau cara lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

18

Pasal 40

Pasal 40 dihapus

 

(1) Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.

 

 

(2) Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan.

 

 

(3) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbaharui izin lingkungan.

 

19

Pasal 55

Perubahan Pasal 55

 

 

(1)  Pemegang Perizinan Berusaha wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup.

 

 

(2)  Dana penjaminan disimpan di bank pemerintah yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat.

 

 

(3)  Pemerintah Pusat dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan menggunakan dana penjaminan.

 

 

(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai dana penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

20

Pasal 59

Perubahan Pasal 59

 

 

(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.

 

 

(2) Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kadaluarsa, pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3.

 

 

(3) Dalam hal setiap orang sebagaimana dimkasud pada ayat (1) tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.

 

 

(4) Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Persetujuan Pemerintah.

 

 

(5) Pemerintah Pusat wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam Perizinan Berusaha.

 

 

(6) Keputusan pemberian Perizinan Berusaha wajib diumumkan.

 

 

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

21

Pasal 61

Perubahan Pasal 61

 

 

(1)  Dumping sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 60 hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Pemerintah Pusat.

 

 

(2)  Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dilokasi yang telah ditentukan.

 

 

(3)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan dumping limbah atau bahan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

22

 

Penambahan Pasal 61A

 

 

Dalam hal penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan:

 

 

a.    Menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, dan/atau mengolah bahan berbahaya dan beracun;

 

 

b.    Menghasilkan, mengangkut, menyimpan, mengumpulkan, memanfaatkan, mengolah, dan/atau menimbun limbah bahan berbahaya dan beracun;

 

 

c.    Pembuangan air limbah ke laut;

 

 

d.    Pembuangan air limbah ke sumber air;

 

 

e.    Membuang emisi ke udara; dan/atau

 

 

f.     Memanfaatkan air limbah untuk aplikasi ke tanah, yang merupakan bagian dari kegiatan usaha, pengelolaan tersebut dinyatakan dalam Amdal atau UKL-UPL.

23

Pasal 63

Perubahan Pasal 63

 

 

(1)  Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah Pusat bertugas dan berwenang:

 

 

a.    Menetapkan kebijakan nasional;

 

 

b.    Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria;

 

 

c.    Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH Nasional;

 

 

d.    Menetapkan dan melaksanakan kebjakan mengenai KLHS;

 

 

e.    Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Amdal dan UKL-UPL;

 

 

f.     Menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam nasional dan emisi gas rumah kaca;

 

 

g.    Mengembangkan standar kerja sama;

 

 

h.    Mengkoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;

 

 

i.      Menetapkan dan melaksanakan kebijakan sumber daya alam hayati dan nonhayati, keanekaragaman hayati, sumber daya genetik, dan keamanan hayati produk rekayasa genetik;

 

 

j.      Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon;

 

 

k.    Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai B3, limbah, serta limbah B3;

 

 

l.      Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai perlindungan lingkungan laut;

 

 

m.  Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup lintas batas negara;

 

 

n.    Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional dan kebjakan tingkat provinsi;

 

 

o.    Melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan persetujuan lingkungan dan peraturan perundang-undangan;

 

 

p.    Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup;

 

 

q.    Mengkoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan penyelesaian perselisihan antardaerah serta penyelesaian sengketa;

 

 

r.     Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengelolaan pengaduan masyarakat;

 

 

s.    Menetapkan standar pelayanan minimal;

 

 

t.     Menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

 

 

u.    Mengelola informasi lingkungan hidup nasional;

 

 

v.    Mengkoordinasikan, mengembangkan, dan menyosialisasikan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan hidup;

 

 

w.   Memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan;

 

 

x.    Mengembangkan sarana dan standar laboratorium lingkungan hidup;

 

 

y.    Menerbitkan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah;

 

 

z.    Menetapkan wilayah ekoregion; dan

 

 

aa. Melakukan penegakan hukum lingkungan hidup.

 

 

(2)  Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah provinsi sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat bertugas dan berwenang:

 

 

a.    Menetapkan kebijakan tingkat provinsi;

 

 

b.    Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi;

 

 

c.    Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH provinsi;

 

 

d.    Melaksanakan kebijakan mengenai Amdal dan UKL-UPL;

 

 

e.    Menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah kaca pada tingkat provinsi

 

 

f.     Mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan;

 

 

g.    Mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup lintas kabupaten/kota;

 

 

h.    Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan tingkat kabupaten/kota;

 

 

i.      Melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

 

 

j.      Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup;

 

 

k.    Mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan penyelesaian perselisihan antarkabupaten/antar kota serta penyelesaian sengketa;

 

 

l.      Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan;

 

 

m.  Melaksanakan standar pelayanan minimal;

 

 

n.    Menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

 

 

o.    Mengelola informasi lingkungan hidup tingkat provinsi;

 

 

p.    Mengembangkan dan menyosialisasikan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan hidup;

 

 

q.    Memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan;

 

 

r.     Menerbitkan Perizinan Berusaha pada tingkat provinsi; dan

 

 

s.    Melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat provinsi;

 

 

(3)  Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat bertugas dan berwenang:

 

 

a.    Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota;

 

 

b.    Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota;

 

 

c.    Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH tingkat kabupaten/kota;

 

 

d.    Melaksanakan kebijakan mengenai Amdal dan UKL-UPL;

 

 

e.    Menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah kaca pada tingkat kabupaten/kota;

 

 

f.     Mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan;

 

 

g.    Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup;

 

 

h.    Memfasilitasi penyelesaian sengketa;

 

 

i.      Melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

 

 

j.      Melaksanakan standar pelayanan minimal;

 

 

k.    Melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/kota;

 

 

l.      Mengelola informasi lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota;

 

 

m.  Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan sistem informasi lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota;

 

 

n.    Memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan;

 

 

o.    Menerbitkan Periznan Berusaha pada tingkat kabupaten/kota; dan

 

 

p.    Melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/kota.

24

Pasal 69

Perubahan Pasal 69

 

 

Setiap orang dilarang:

 

 

a.    Melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;

 

 

b.    Memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

 

 

c.    Memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;

 

 

d.    Memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia;

 

 

e.    Membuang limbah ke media lingkungan hidup;

 

 

f.     Membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;

 

 

g.    Melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau persetujuan lingkungan;

 

 

h.    Melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;

 

 

i.      Menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau

 

 

j.      Memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.

25

Pasal 71

Perubahan Pasal 71

 

 

(1)  Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

 

 

(2)  Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

 

 

(3)  Dalam melaksanakan pengawasan, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.

 

 

(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai pejabat pengawas lingkungan hidup diatur dengan Peraturan Pemerintah.

26

Pasal 72

Perubahan Pasal 72

 

 

Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat wajib melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap Perizinan Berusaha atau Persetujuan pemerintah.

27

Pasal 73

Perubahan Pasal 73

 

 

Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah diterbitkan oleh Pemerintah Daerah jika Menteri menganggap terjadi pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

28

Pasal 76

Perubahan Pasal 76

 

 

(1)   Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap Perizinan Berusaha atau Persetujuan pemerintah.

 

 

(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

29

Pasal 77

Perubahan Pasal 77

 

 

Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam hal Menteri menganggap Pemerintah Daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

30

Pasal 79 : Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah.

Pasal 79 dihapus

31

Pasal 82

Perubahan Pasal 82

 

 

(1)   Pemerintah Pusat berwenang untuk memaksa penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya.

 

 

(2)   Pemerintah Pusat berwenang atau dapat menunjuk pihak ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.

32

 

Penambahan Pasal 82A : Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), Pasal 59 ayat (4), atau Persetujuan dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b dikenai sanksi administratif.

33

 

Penambahan Pasal 82B :

 

 

(1)  Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), Pasal 36 ahat (1), Pasal 59 ayat (1), Pasal 59 ayat (4) atau Persetujuan dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b atau Pasal 61 yang tidak sesuai dengan kewajiban dalam Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah dan/atau melanggar ketentuan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dikenai sanksi administratif.

 

 

(2)  Setiap orang yang melakukan pelanggaran larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, yaitu:

 

 

a.    Melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a, dimana perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaian dan tidak mengakibatkan bahaya kesehatan manusia dan/atau luka dan/atau luka berat, dan/atau matinya orang dikenai sanksi administratif yang mewajibkan kepada penanggung jawab perbuatan itu untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dan/atau tindakan lain yang diperlukan; dan

 

 

b.    Menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf i dikenai sanksi administratif.

 

 

(3)  Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha yang dimilikinya dikenai sanksi administratif.

34

 

Penambahan Pasal 82C

 

 

(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82A dan Pasal 82B ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) berupa:

 

 

a.    Teguran tertulis;

 

 

b.    Paksaan pemerintah;

 

 

c.    Denda administratif;

 

 

d.    Pembekuan Perizinan Berusaha; dan/atau

 

 

e.    Pencabutan perizinan berusaha.

 

 

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

35

Pasal 88

Perubahan Pasal 88

 

 

Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi dari usaha dan/atau kegiatannnya.

36

Pasal 93

Pasal 93 dihapus

 

(1)  Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha negara apabila :

 

 

a.    Badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen amdal;

 

 

b.    Badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada kegiatan yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL; dan/atau

 

 

c.    Badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan.

 

 

(2)  Tata cara pengajuan gugatan terhadap tata usaha negara mengacu pada Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara.

 

37

Pasal 102 : Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 102 dihapus

38

Pasal 109

Perubahan Pasal 109

 

 

Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki persetujuan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), Pasal 59 ayat (4), atau Persetujuan dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

39

Pasal 110 : Setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf i, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 110 dihapus

40

Pasal 111

Perubahan Pasal 111

 

 

Pejabat pemberi persetujuan lingkungan yang menerbitkan persetujuan lingkungan tanpa dilengkapi dengan Amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

41

Pasal 112

Perubahan Pasal 112

 

 

Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan persetujuan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

 

#BangImamBerbagi #RUUCiptaKerja #IzinLingkungan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi