REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah mengancam akan memotong anggaran Pemda yang tak segera menyalurkan dana Bantuan Operasional Sekolah ke SD dan SMP di wilayahnya. Hal ini karena sebagian besar dana operasional sekolah berasal dari BOS. Menurut Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh, pihaknya bersama Kementerian Dalam Negeri sudah mengancam sekitar 419 kabupaten/ kota untuk segera mengucurkan dana tersebut paling lambat minggu ini.
Akan tetapi jika tak segera dilakukan menurutnya, sanksi finansial akan menanti mereka. "Sebenarnya sanksi administratif bisa dilakukan oleh Pemerintah pusat akan tetapi biasanya sanksi finansial jauh lebih menimbulkan efek jera," papar Nuh seusai menyelenggarakan Rapat Kerja bersama Komisi X, DPR RI, Rabu (2/3).
Nuh menyebutkan hingga saat ini baru sekitar 80 kabupaten/ kota yang mengucurkan dana tersebut. Angka tersebut masih jauh dari kata memuaskan karena masih ada sekitar 419 kabupaten/ kota yang belum menyalurkan dana tersebut. "Padahal dalam BOS itu ada hak anak yatim dan anak miskin yang butuh dana itu," ucapnya.
Dampak paling buruk dari terlambatnya dana BOS menurut Nuh ialah berhentinya kegiatan belajar karena tidak ada dana operasional. "Stop karena pelajaran dari beberapa pelajaran tidak bisa dilakukan karena gaji guru terlambat karena dana BOS sebagian untuk gaji guru honorer," ungkapnya.
Kementerian Pendidikan juga selain menjatuhkan sanksi finansial juga sebelumnya telah mengajak sekretaris daerah dan biro keuangan untuk menekan Pemerintah daerah untuk segera mengucurkan dana BOS.
Akan tetapi bagi anggota Komisi X dari Fraksi Golkar, Hetifah Saifudjan, harusnya Pemerintah sudah memprediksi jika hal ini terjadi. "Sebelumnya bulan September saya sudah mengingatkan hal ini. Jadi kalau ternyata baru sekitar 16 persen yang mengucurkan dana menurut saya Pemerintah tak perlu kaget," ungkapnya ketika diwawancarai Republika, Rabu (2/3).
Bahkan ia saat kembali ke Kalimantan Timur mendapat laporan dari beberapa kepala sekolah bahwa Dinas Pendidikan di wilayahnya meminta 'jatah' bagian dari dana BOS. "Kepala Sekolah itu hampir semuanya menolak dan akibatnya dinas pendidikan menahan dana BOS," ucapnya.
Bagi Hetifah penyimpangan yang terjadi di Kalimantan Timur perlu diperiksa kembali oleh Kementerian Pendidikan. "Jadi apakah ini terjadi di daerah lain, kalau ia berarti ini penyimpangan massal," ungkapnya.
Akan tetapi ia setuju dengan usul Mendiknas untuk melakukan sanksi finansial bagi daerah yang terlambat mengucurkan dana BOS. Akan tetapi pemotongan anggaran ini bisa berdampak kepada sekolah dan siswa di bawah Dinas Pendidikan. "Ini bisa terkena kepada sekolah juga, jadi anggaran bagi guru jadi terbatas karena saat ini otonomi daerah, jadi sama saja," pungkasnya.
Akan tetapi jika tak segera dilakukan menurutnya, sanksi finansial akan menanti mereka. "Sebenarnya sanksi administratif bisa dilakukan oleh Pemerintah pusat akan tetapi biasanya sanksi finansial jauh lebih menimbulkan efek jera," papar Nuh seusai menyelenggarakan Rapat Kerja bersama Komisi X, DPR RI, Rabu (2/3).
Nuh menyebutkan hingga saat ini baru sekitar 80 kabupaten/ kota yang mengucurkan dana tersebut. Angka tersebut masih jauh dari kata memuaskan karena masih ada sekitar 419 kabupaten/ kota yang belum menyalurkan dana tersebut. "Padahal dalam BOS itu ada hak anak yatim dan anak miskin yang butuh dana itu," ucapnya.
Dampak paling buruk dari terlambatnya dana BOS menurut Nuh ialah berhentinya kegiatan belajar karena tidak ada dana operasional. "Stop karena pelajaran dari beberapa pelajaran tidak bisa dilakukan karena gaji guru terlambat karena dana BOS sebagian untuk gaji guru honorer," ungkapnya.
Kementerian Pendidikan juga selain menjatuhkan sanksi finansial juga sebelumnya telah mengajak sekretaris daerah dan biro keuangan untuk menekan Pemerintah daerah untuk segera mengucurkan dana BOS.
Akan tetapi bagi anggota Komisi X dari Fraksi Golkar, Hetifah Saifudjan, harusnya Pemerintah sudah memprediksi jika hal ini terjadi. "Sebelumnya bulan September saya sudah mengingatkan hal ini. Jadi kalau ternyata baru sekitar 16 persen yang mengucurkan dana menurut saya Pemerintah tak perlu kaget," ungkapnya ketika diwawancarai Republika, Rabu (2/3).
Bahkan ia saat kembali ke Kalimantan Timur mendapat laporan dari beberapa kepala sekolah bahwa Dinas Pendidikan di wilayahnya meminta 'jatah' bagian dari dana BOS. "Kepala Sekolah itu hampir semuanya menolak dan akibatnya dinas pendidikan menahan dana BOS," ucapnya.
Bagi Hetifah penyimpangan yang terjadi di Kalimantan Timur perlu diperiksa kembali oleh Kementerian Pendidikan. "Jadi apakah ini terjadi di daerah lain, kalau ia berarti ini penyimpangan massal," ungkapnya.
Akan tetapi ia setuju dengan usul Mendiknas untuk melakukan sanksi finansial bagi daerah yang terlambat mengucurkan dana BOS. Akan tetapi pemotongan anggaran ini bisa berdampak kepada sekolah dan siswa di bawah Dinas Pendidikan. "Ini bisa terkena kepada sekolah juga, jadi anggaran bagi guru jadi terbatas karena saat ini otonomi daerah, jadi sama saja," pungkasnya.
Rep: Ichsan Emrald Alamsy
Sumber : Republika Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi