siswa Victory Plus Bekasi/foto:Prawoto |
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pendidikan Nasional berencana mengubah satuan nilai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mulai tahun depan. Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh menyatakan sebelum mengubah satuan nilai BOS, Pemerintah saat ini akan mengkaji indeks kemahalan suatu daerah. Sehingga dengan mengetahui nilai pasti mahalnya biaya hidup di suatu daerah, maka besaran angka BOS juga akan mengikuti besaran itu.
Hal ini dilakukan kementerian untuk menjawab pertanyaan masyarakat mengenai perbedaan jumlah besaran dana BOS antara kota dan desa. Bukan hanya itu, menurut mantan Rektor Institut Teknologi Surabaya ini, besaran jumlah BOS juga akan ditambah tak lagi untuk menutupi biaya operasional sebesar 70 persen. Akan tetapi, menjadi 100 persen menutupi biaya operasional sekolah.
Kenaikan ini disebabkan anggaran pendidikan yang setiap tahun mengalami kenaikan. Mantan menteri Komunikasi dan Informasi ini menjelaskan, tahun depan anggaran pendidikan akan naik sebesar Rp 40 triliun. Jika dirunut maka anggaran pendidikan di APBN pada 2005 mencapai Rp 78 triliun sementara pada 2011 Rp 148 triliun sedangkan untuk 2012 akan mencapai lebih dari Rp 180 triliun.
"Oleh karena itu kami minta komisi X untuk membantu mengefektifkan anggaran yang setiap tahunnya selalu meningkat ini," ungkapnya
Untuk tahun ini dana BOS yang dikucurkan Pemerintah sebesar Rp 16,266 triliun. Dengan perincian Rp 10.825 triliun untuk jenjang SD dan Rp 5,441 triliun untuk jenjang sekolah menengah pertama. Satuan nilai yang akan diberikan yaitu Rp 400.000 per siswa pertahun pada jenjang SD diperkotaan dan Rp 397.000 persiswa pertahun untuk di kabupaten. Sementara untuk jenjang SMP di kota unit cost-nya Rp 575.000 dan di kabupaten mendapat Rp 570.000 per siswa per tahun.
Akan tetapi, berbicara soal keterlambatan dana. sebenarnya Pemerintah, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kementerian Dalam Negeri telah membuat solusi. Namun, karena di daerah dinilai kurang, maka penyalurannya pun menjadi telat. Oleh karena itu, karena tidak ada efek jera dari sanksi administrasi yang diberikan, maka pemerintah akan memberikan sanksi finansial.
Dirinya menjelaskan, sanksi ini berupa pemotongan anggaran dari pusat ke daerah seperti di Dana Alokasi Umum (DAU). "Misalkan anggaran ke kabupaten Rp 100 miliar, bisa saja dikurangi Rp 70 - Rp 90 miliar," terangnya. Mengenai pemberian sanksi ini, tuturnya, karena terkait dengan anggaran pusat maka Kemendiknas akan mengkoordinasikanya dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Plt Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar (Dikdas) Kemendiknas Suyanto menerangkan, perbedaan unit cost masih sedang dibahas. Mengenai keterlambatan, jelasnya, tidak ada dana dari pusat yang terlambat. Faktanya adalah, karena sekolah harus merumuskan Rancangan Kegiatan Anggaran (RKA) dan diketahui banyak sekolah yang belum siap membuat RKA itu maka daerah pun menangguhkan pencairannya. "Mengenai pengawasan, sudah ada pengawasan itu dan sangat luar biasa ketatnya," ungkap Suyanto.
Anggota Komisi X DPR RI Kahar Muzakir menyatakan Kemendiknas harus membuat peraturan pemerintah (PP) baru agar ada kejelasan penyaluran dana BOS ini. Pemerintah dari satu sisi menurutnya hanya menggelontorkan, sedangkan tanggung jawab sampai di sekolah diembankan ke Pemerintah Daerah. "Harusnya Pemerintah sudah siap akan keterlambatan ini, tapi initidak ada tanggung jawab, tidak ada sanksi. Bagaimana dana ini bisa efektif," papar Kahar.
Anggota fraksi Partai Golkar ini menambahkan, adanya dana BOS bukan memperkecil masalah pembiayaan pendidikan malah makin memperkeruh. Dana dari pusat yang tidak jelas menjalar hingga ke daerah dan tidak bisa dimanajemenkan dengan baik.
Hal ini dilakukan kementerian untuk menjawab pertanyaan masyarakat mengenai perbedaan jumlah besaran dana BOS antara kota dan desa. Bukan hanya itu, menurut mantan Rektor Institut Teknologi Surabaya ini, besaran jumlah BOS juga akan ditambah tak lagi untuk menutupi biaya operasional sebesar 70 persen. Akan tetapi, menjadi 100 persen menutupi biaya operasional sekolah.
Kenaikan ini disebabkan anggaran pendidikan yang setiap tahun mengalami kenaikan. Mantan menteri Komunikasi dan Informasi ini menjelaskan, tahun depan anggaran pendidikan akan naik sebesar Rp 40 triliun. Jika dirunut maka anggaran pendidikan di APBN pada 2005 mencapai Rp 78 triliun sementara pada 2011 Rp 148 triliun sedangkan untuk 2012 akan mencapai lebih dari Rp 180 triliun.
"Oleh karena itu kami minta komisi X untuk membantu mengefektifkan anggaran yang setiap tahunnya selalu meningkat ini," ungkapnya
Untuk tahun ini dana BOS yang dikucurkan Pemerintah sebesar Rp 16,266 triliun. Dengan perincian Rp 10.825 triliun untuk jenjang SD dan Rp 5,441 triliun untuk jenjang sekolah menengah pertama. Satuan nilai yang akan diberikan yaitu Rp 400.000 per siswa pertahun pada jenjang SD diperkotaan dan Rp 397.000 persiswa pertahun untuk di kabupaten. Sementara untuk jenjang SMP di kota unit cost-nya Rp 575.000 dan di kabupaten mendapat Rp 570.000 per siswa per tahun.
Akan tetapi, berbicara soal keterlambatan dana. sebenarnya Pemerintah, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kementerian Dalam Negeri telah membuat solusi. Namun, karena di daerah dinilai kurang, maka penyalurannya pun menjadi telat. Oleh karena itu, karena tidak ada efek jera dari sanksi administrasi yang diberikan, maka pemerintah akan memberikan sanksi finansial.
Dirinya menjelaskan, sanksi ini berupa pemotongan anggaran dari pusat ke daerah seperti di Dana Alokasi Umum (DAU). "Misalkan anggaran ke kabupaten Rp 100 miliar, bisa saja dikurangi Rp 70 - Rp 90 miliar," terangnya. Mengenai pemberian sanksi ini, tuturnya, karena terkait dengan anggaran pusat maka Kemendiknas akan mengkoordinasikanya dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Plt Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar (Dikdas) Kemendiknas Suyanto menerangkan, perbedaan unit cost masih sedang dibahas. Mengenai keterlambatan, jelasnya, tidak ada dana dari pusat yang terlambat. Faktanya adalah, karena sekolah harus merumuskan Rancangan Kegiatan Anggaran (RKA) dan diketahui banyak sekolah yang belum siap membuat RKA itu maka daerah pun menangguhkan pencairannya. "Mengenai pengawasan, sudah ada pengawasan itu dan sangat luar biasa ketatnya," ungkap Suyanto.
Anggota Komisi X DPR RI Kahar Muzakir menyatakan Kemendiknas harus membuat peraturan pemerintah (PP) baru agar ada kejelasan penyaluran dana BOS ini. Pemerintah dari satu sisi menurutnya hanya menggelontorkan, sedangkan tanggung jawab sampai di sekolah diembankan ke Pemerintah Daerah. "Harusnya Pemerintah sudah siap akan keterlambatan ini, tapi initidak ada tanggung jawab, tidak ada sanksi. Bagaimana dana ini bisa efektif," papar Kahar.
Anggota fraksi Partai Golkar ini menambahkan, adanya dana BOS bukan memperkecil masalah pembiayaan pendidikan malah makin memperkeruh. Dana dari pusat yang tidak jelas menjalar hingga ke daerah dan tidak bisa dimanajemenkan dengan baik.
Sumber : Republika Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi