Minggu, 10 Oktober 2021

Cara Membuat SPPL Tahun 2021

Format SPPL


KOP SURAT

SURAT PERNYATAAN KESANGGUPAN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (SPPL)

Kami yang bertanda tangan dibawah : 

Nama Instansi :

Nama Penanggung Jawab :

Jabatan : 

Alamat :

Nomor Telp. :

Bidang Kegiatan :

Menyatakan kesanggupan :

  1. Melaksanakan kegiatan pada lokasi yang sesuai dengan rencana tata ruang;
  2. Menyediakan fasilitas penyimpanan sementara limbah, limbah B3, dan sampah sesuai dengan standar dan jumlah yang dihasilkan;
  3. Menyediakan fasilitas pengelolaan limbah cair dan emisi sesuai dengan jumlah limbah yang dihasilkan dan memenuhi baku mutu limbah dan baku mutu emisi;
  4. dan seterusnya (diisi sesuai dengan pengelolaan dan pemantauan jenis kegiatan yang akan dilakukan);
  5. Mematuhi ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
  6. Bersedia dilakukan pengawasan untuk memastikan pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Menyatakan dengan sungguh-sungguh akan melaksanakan seluruh kesanggupan sebagaimana tersebut diatas. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya. Apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan ataupun ketidakakuratan dalam pernyataan ini, maka penanggung jawab kegiatan bersedia menerima konsekuensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

Kota Bekasi, 10 Oktober 2021

materai 10000

tanda tangan/stempel

(Nama Penanggung Jawab)

.........................................

Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut SPPL adalah pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas Dampak Lingkungan Hidup dari Usaha dan/atau Kegiatannya di luar Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL.

Setiap usaha dan/atau kegiatan wajib memiliki SPPL. Umumnya usaha dan/atau kegiatan yang masuk kategori SPPL adalah usaha mikro dan kecil (UMK). Usaha dan/atau Kegiatan yang dimaksud apabila tidak memiliki Dampak Penting terhadap Lingkungan Hidup dan tidak termasuk dalam kriteria UKL-UPL.

Tengku Imam Kobul Moh. Yahya S, selaku anggota Komisi Penilai Amdal Kota Bekasi dari unsur masyarakat mengatakan, bahwa SPPL tidak memerlukan kajian dan tidak perlu dokumen yang dibuatkan oleh konsultan.

Namun, menurutnya, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup harus memiliki draf persyaratan administrasi, teknis dan draf Surat Pernyataan SPPL dan Proposal Teknisnya.

"Sehingga pemrakarsa tinggal menuliskan dampak lingkungan yang dihasilkan usaha dan/atau kegiatannya. Karena SPPL diperlukan pengawasan dari instansi terkait, maka sebaiknya dibuatkan draf proposal yang mencatat seluruh dampak lingkungan yang kemungkinan terjadi pada usaha dan/atau kegiatan baik saat pra operasi, saat operasi, maupun saat penutupan kegiatan (pemulihan lahan)," jelas Tengku Imam Kobul di Bekasi, 10/10.

Secara umum, 3 hal menjadi perhatian dalam memberikan penelaahan atau penapisan dalam menentukan kriteria dokumen SPPL.

Diantaranya;

  1. jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak memiliki Dampak Penting dan Tidak Wajib UKL-UPL;
  2. merupakan usaha dan/atau kegiatan Usaha Mikro dan Kecil yang tidak memiliki Dampak Penting terhadap lingkungan hidup; dan
  3. termasuk jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang dikecualikan wajib UKL-UPL.

Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4 Tahun 2021 tentang Daftar Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Amdal, UKL-UPL dan SPPL sudah dijelaskan usaha dan/atau kegiatan apa saja yang masuk kategori SPPL.

Untuk kategori dokumen SPPL, setidaknya ada 2 jenis yang wajib diketahui, yaitu:

  • usaha dan/atau kegiatan yang memerlukan sarana dan prasarana; dan
  • usaha jasa yang memerlukan sarana dan prasarana.

Bang Imam, panggilan akrab pemerhati lingkungan ini juga mengakui kalau proses dokumen SPPL sudah diarahkan sejak mengisi kegiatan berusaha di OSS.

"Saat kita mengisi detail usaha dan/atau kegiatan pada laman OSS, akan langsung divalidasi resiko kegiatan yang dibuat. Jika resiko kegiatan masuk resiko kecil dan resiko menengah kecil, maka otomatis dokumen persetujuan lingkungan yang wajib dibuat adalah SPPL," kata Bang Imam lagi.

Namun, ada beberapa kegiatan Mikro dan Kecil mendapatkan status Resiko Menengah Tinggi dan Resiko Tinggi pada OSS. Hal ini terjadi karena penelaahan OSS berbasis resiko kadang mempertimbangkan nilai investasi dan kondisi tata ruang tertentu.

"Ada juga sebab lain, dikarenakan adanya perbedaan telaah usaha dan/atau kegiatan antara OSS dan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. OSS misalnya menelaah usaha dan/atau kegiatan berdasarkan Resiko, sementara penapisan terhadap persetujuan lingkungan berdasarkan dampak penting. Jadi jangan kaget, jika usahamu tergolong Mikro dan Kecil, tapi dalam validasi resiko di OSS dinyatakan Resiko Tinggi," terang Bang Imam.

Sekalipun menurutnya ini tidak masalah dan tidak berpengaruh, tetapi sebaiknya pihak dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) wajib melakukan koordinasi dan kesepahaman agar tidak menjadi multi tafsir.

"Harus diperbaiki regulasi dan sistemnya biar tidak menjadi bias. Kan seharusnya jika kegiatan masuk kategori Mikro dan Kecil otomatis validasi resikonya rendah dan sudah tentu dokumen persetujuan lingkungannya berupa SPPL karena tidak memiliki dampak penting terhadap perubahan lingkungan hidup," kata Bang Imam, yang sudah 9 tahun menjadi Anggota Komisi Penilai Amdal ini.

Belum lagi menurut Bang Imam, masih ada hal yang memberatkan dalam perizinan berusaha yang katanya sudah dipermudah oleh UU Cipta Kerja.

Karena usaha dan/atau kegiatan yang harus mengurus perizinan setidaknya ada 4 jenjang, yaitu:

  1. OSS (administratif);
  2. Persetujuan Lingkungan (teknis);
  3. Persetujuan Bangunan Gedung (PBG-SLF); dan
  4. Izin Usaha/Operasional.

Pada bagian Persetujuan Bangunan Gedung-Sertifikat Laik Fungsi (PBG-SLF) ini izin yang akan diajukan oleh usaha dan/atau kegiatan Mikro dan Kecil masih sangat memberatkan.

"Contoh PAUD/TK/RA misalnya yang akan mengurus perizinan operasional sekolah kalau masih dibebankan izin PBG-SLF masih cukup mahal dan tentu mereka tidak sanggup memenuhinya. Apalagi TK/PAUD/RA umumnya didirikan di komplek perumahan yang sudah jadi dan biasanya luas bangunan tidak lebih dari 60 meter sampai dengan 120 meter," ujarnya.

Tetapi yang lebih penting, khusus untuk pembuatan dokumen SPPL sebaiknya pihak Dinas Lingkungan Hidup di daerah sudah menyiapkan format yang baku dalam penyusunannya. Sehingga pemrakarsa tinggal mengisi sesuai dengan SOP usaha dan/atau kegiatannya.

*Tengku Imam Kobul Moh Yahya S, Anggota Komisi Penilai Amdal Kota Bekasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi