Pengelolaan sampah dengan cara incenerator. foto: ist |
Pernah mendengan
PLTSa ? Pembangkit Listrik Tenaga Sampah ? Suatu isu yang sedang hangat
dibicarakan di Kota Bandung, sebuah kota besar di Indonesa yang beberapa waktu
yang lalu pernah heboh karena keberadaan sampah yang merayap bahkan hingga
badan jalan-jalan utamanya.
Jangankan jalan utama, saat Anda memasuki Bandung
menuju flyover Pasupati, Anda pasti akan disambut dengan segunduk
besar sampah yang hampir menutupi setengah badan jalan. Itu dulu. Sekarang,
Kota Bandung sudah kembali menjadi sedia kala dan solusi PLTSa-lah yang sedang
diperdebatkan.
Tujuan akhir
dari sebuah PLTSa ialah untuk mengkonversi sampah menjadi energi. Pada dasarnya
ada dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi energi, yaitu proses
biologis yang menghasilkan gas-bio dan proses thermal yang menghasilkan panas.
PLTSa yang sedang diperdebatkan untuk dibangun di Bandung menggunakan proses
thermal sebagai proses konversinya.
Pada kedua proses tersebut, hasil proses
dapat langsung dimanfaatkan untuk menggerakkan generator listrik. Perbedaan
mendasar di antara keduanya ialah proses biologis menghasilkan gas-bio yang
kemudian dibarak untuk menghasilkan tenaga yang akan menggerakkan motor yang
dihubungkan dengan generator listrik sedangkan proses thermal menghasilkan
panas yang dapat digunakan untuk membangkitkan steam yang kemudian digunakan
untuk menggerakkan turbin uap yang dihubungkan dengan generator listrik.
Proses Konversi Thermal
Proses konversi thermal
dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa, dan
gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik
menjadi bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi cepat
antara bahan organik dengan oksigen. Apabila berlangsung secara sempurna,
kandungan bahan organik (H dan C) dalam sampah akan dikonversi menjadi gas
karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O).
Unsur-unsur penyusun sampah lainnya
seperti belerang (S) dan nitrogen (N) akan dioksidasi menjadi oksida-oksida
dalam fasa gas (SOx, NOx) yang terbawa di gas produk. Beberapa contoh
insinerator ialah open burning, single chamber, open pit, multiple chamber,
starved air unit, rotary kiln, dan fluidized bed incinerator.
Pirolisa
merupakan proses konversi bahan organik padat melalui pemanasan tanpa kehadiran
oksigen. Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur tinggi,
molekul-molekul organik yang berukuran besar akan terurai menjadi molekul
organik yang kecil dan lebih sederhana. Hasil pirolisa dapat berupa tar,
larutan asam asetat, methanol, padatan char, dan produk gas.
Gasifikasi
merupakan proses konversi termokimia padatan organik menjadi gas. Gasifikasi
melibatkan proses perengkahan dan pembakaran tidak sempurna pada temperatur
yang relatif tinggi (sekitar 900-1100 C). Seperti halnya pirolisa, proses
gasifikasi menghasilkan gas yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 4000
kJ/Nm3.
Proses Konversi Biologis
Proses konversi
biologis dapat dicapai dengan cara digestion secara anaerobik (biogas) atau
tanah urug (landfill). Biogas adalah teknologi konversi biomassa
(sampah) menjadi gas dengan bantuan mikroba anaerob. Proses biogas menghasilkan
gas yang kaya akan methane dan slurry. Gas methane dapat digunakan untuk
berbagai sistem pembangkitan energi sedangkan slurry dapat digunakan sebagai
kompos. Produk dari digester tersebut berupa gas methane yang dapat dibakar
dengan nilai kalor sekitar 6500 kJ/Nm3.
Pengeloaan sampah dengan cara landfill |
Landfill ialah
pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam tanah. Di dalam lahan landfill,
limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba dalam tanah menjadi
senyawa-senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan air yang
dikandung oleh limbah dan air hujan yang masuk ke dalam tanah dan membentuk
bahan cair yang disebut lindi (leachate).
Jika landfill tidak
didesain dengan baik, leachate akan mencemari tanah dan masuk ke dalam
badan-badan air di dalam tanah. Karena itu, tanah di landfill harus
mempunya permeabilitas yang rendah. Aktifias mikroba dalam landfill menghasilkan
gas CH4 dan CO2 (pada tahap awal–proses aerobik) dan menghasilkan gas methane
(pada proses anaerobiknya). Gas landfill tersebut mempunyai nilai kalor sekitar
450-540 Btu/scf. Sistem pengambilan gas hasil biasanya terdiri dari sejumlah
sumur-sumur dalam pipa-pipa yang dipasang lateral dan dihubungkan dengan pompa
vakum sentral. Selain itu terdapat juga sistem pengambilan gas dengan pompa
desentralisasi.
Pemilihan Teknologi
Tujuan suatu
sitem pemanfaatan sampah ialah dengan mengkonversi sampah tersebut menjadi
bahan yang berguna secara efisien dan ekonomis dengan dampak lingkungan yang
minimal. Untuk melakukan pemilihan alur konversi sampah diperlukan adanya
informasi tentang karakter sampah, karakter teknis teknologi konversi yang ada,
karakter pasar dari produk pengolahan, implikasi lingkungan dan sistem,
persyaratan lingkungan, dan yang pasti: keekonomian.
Kembali ke
Bandung. Kira-kira teknologi mana yang tepat sebagai solusi pengolahan sampah
menjadi bahan berguna? Apakah PLTSa sudah merupakan teknologi yang tepat ???
Referensi: Pengelolaan
Limbah Industri – Prof. Tjandra Setiadi/Majari Magazine
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi