TPST Bantargebang di Kota Bekasi. foto:ist |
TEKNOLOGI
biogas di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Kota Bekasi,
Jawa Barat, berhasil memanfaatkan potensi sampah menjadi listrik sebesar 10,5
megawatt (Mw). Bulan ini, dayanya diproyeksikan bertambah lagi menjadi 16 Mw.
Manager Teknik
PT Navigate Organic Energy Indonesia (NOEI) Bobby Roring mengatakan pembangkit
listrik tenaga sampah (PLTS) masih terus dikembangkan hingga menghasilkan daya
26 Mw.
"Kami sudah
menghasilkan listrik sebesar 10,5 Mw pada Februari 2012. Bulan ini (target
produksi) 16 Mw dan kami harus mencapai target pengumpulan gas metana untuk
diolah sampai menghasilkan listrik maksimal," kata dia, kemarin.
Pengolahan gas
metana dari sampah di zona I, II, III, dan V mencapai 4.500-5.000 meter
kubik/jam. Gas tersebut berasal dari sumur buatan yang ditanam di dalam
tumpukan sampah dan terkoneksi dengan 10 mesin pembangkit listrik.
Di TPST Bantar
Gebang terdapat 198 sumur vertikal serta 22 sumur horizontal dengan diameter 60
cm yang tersebar di empat zona. Setiap sumur menghasilkan 20 meter kubik
gas/jam.
Proses sampah
menjadi listrik cukup panjang. Sampah yang masuk sekitar 5.500 ton per hari
ditumpuk di zona aktif menggunakan pola clean development mechanism
(CDM) atau ramah lingkungan.
Sampah-sampah
itu dipilah dan didaur ulang. Selanjutnya itu ditutup menggunakan membran
rakrasa yang diberi sirkulasi air agar proses fermentasi menghasilkan gas.
Penumpukan
merupakan tahap biologis perubahan bahan organik menjadi senyawa seperti gas
metana, karbon monoksida, hidrogen, dan senyawa lainnya. Sumur yang berada di
dalam tumpukan sampah berfungsi menangkap partikel gas agar tidak menguap ke
udara bebas.
"Gas metana
yang dihasilkan dilihat kualitasnya menggunakan alat ukur lalu dipanaskan di
dalam suhu 40 derajat celsius. Gas metana itulah bahan bakar pembentuk energi
listrik," jelas Bobby.
Potensi biogas
penghasil listrik di TPST Bantar Gebang cukup besar. Dari total seluruh sampah
yang masuk, sebesar 70% sampah organik atau sumber utama biogas.
Untuk menghasilkan 1 kilowatt hours (kwh) dibutuhkan sedikitnya 600 meter kubik karbon monoksida. Agar PLTS bisa mencapai target 26 Mw, dibutuhkan metana sebesar 6.000-6.500 meter kubik/jam.
Apresiasi
Pengelolaan
sampah di TPST Bantar Gebang oleh PT Godang Tua Jaya (GTJ) bekerja sama dengan
PT NOEI menelan investasi Rp700 miliar. Meski bernilai fantastis, hasil yang diperoleh
semakin menjanjikan.
PT PLN (persero)
telah menyepakati kerja sama dengan penawaran Rp820 per kwh. Pasokan listrik
dari TPST Bantar Gebang akan disalurkan ke Gardu Induk PLN Jawa-Bali.
Sebelum
pengolahan sampah menjadi listrik, pengelola juga telah mengurainya menjadi
pupuk kompos. Dalam satu hari TPST Bantar Gebang dapat menghasilkan kompos
sebanyak 60 ton dan dijual dengan harga Rp1.000/kilogram. Artinya, dari kompos
saja, mereka menghasilkan uang Rp60 juta per hari.
"Hasil
energi listrik telah mendapat apresiasi dari PLN, sedangkan pupuk kompos kami
mendapat apresiasi dari PT Perhutani. Artinya mengolah sampah secara benar akan
bermanfaat," tutur Direktur Utama PT GTJ Rekson Sitorus.
Rekson
menuturkan proses pengomposan dilakukan dengan metode anaerobic digestion
meliputi pemilahan, pencacahan, pembalikan, pengayakan, penyimpanan sementara,
dan pengemasan. Sistem itu dikembangkan dengan menyuntikkan mikroorganisme (bioactivator).
Ada berbagai
jenis pupuk yang dihasilkan, yakni kompos serbuk (powder), granula, dan organic
soil treatment. Kualitasnya telah mendapat sertifikat uji perlakuan dan
efektivitas kompos. "Produk kami terdaftar sebagai produsen pupuk kompos
dan memiliki hak paten dengan merek Green Botane," imbuhnya.
Produksi kompos
sebanyak 60 ton per hari masih tergolong kecil untuk sekelas TPST Bantar
Gebang. Saat ini disiapkan produksi untuk menghasilkan pupuk kompos sebesar 550
ton per hari.
PT GTJ telah
memproduksi pupuk kompos sejak 2004 yang saat itu pengerjaannya dilakukan di
lahan pribadi seluas 10,5 hektare di sekitar area TPST. Pupuk hasil olahan
tersebut juga diterima di Kalimantan dan Sumatra untuk menyuburkan lahan kelapa
sawit serta pohon jati.
"Dalam
pendistribusian pupuk, kami juga bekerja sama dengan pihak Perhutani. Pupuk
organik seperti kompos lebih baik jika dibandingkan dengan pupuk kimia. Pupuk
kimia justru dapat mengancam kestabilan tanah," pungkasnya.
Selain listrik
dan pupuk, sampah-sampah warga Ibu Kota itu telah diproduksi menjadi biji
plastik. Buangan masyarakat yang tak berguna, bahkan dipandang dengan jijik,
bisa didaur ulang menjadi rupiah. "Yang penting kerja keras dan terbuka
pada teknologi," pesan Rekson. (J-1)
Sumber : Media Indonesia
permisi bang.
BalasHapussaya sangat tertarik dengan PLTSa ini, dan rencana mau survey.
boleh minta alamat lengkpa nya.
terima kasih
TPST Bantargebang Jl. Pangkalan VI Ciketingudik, Kec. Bantargebang - Kota Bekasi
BalasHapusbang ada contact person TPST yang bisa dihubungi? terima kasih
BalasHapusyang mengelola PT. GODANG TUA JAYA, silahkan berhubungan langsung yah
Hapus