Kota Bekasi diskusi tata ruang bersama Yayat Supriyatna |
Jakarta (BIB) - Pemerintah
berupaya mewujudkan kota hijau di Indonesia. Rencananya sebanyak 112 kota akan
diberikan modal masing-masing Rp 1 miliar untuk membuat lahan hijau.
Direktur
Jenderal Tata Ruang Kementerian Pekerjaan Umum Imam S. Ernawi mengatakan, bantuan
yang dikeluarkan pemerintah itu adalah untuk membantu suatu wilayah untuk
membuat masterplan kota hijau.
“Pada prinsipnya
kita membantu untuk memfasilitasinya. Bagaimana membuat action plan, masterplan
mewujudkan ruang terbuka hijau,” katanya usai acara Puncak Peringatan Hari Tata
Ruang di Kantor Kementerian PU, Jakarta, belum lama ini.
Dikatakan,
Kementerian Pekerjaan Umum hanya membantu sebatas teknisnya saja. Masalah
lahan merupakan kewajian daerah untuk menyediakannya.
Terpisah,
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto menyebutkan, ada ketentuan harus dipenuhi
suatu wilayah untuk mewujudkan kota hijau.
Salah satunya adalah dengan menyediakan
30 persen Ruang Terbuka Hijau (RTH) dari keseluruhan luas wilayah.
“Selain
itu harus ada sanitasi, publik transportation yang baik, dan komunitas
hijau,” ujarnya.
Dari total 112
kota yang telah sepakat untuk membangun kota hijau, sebanyak 60 kota sudah
mencanangkannya sejak tahun lalu. Sedangkan 52 kota baru mencanangkannya pada
tahun ini.
“Tahun depan kita sudah bisa mulai, dengan membangun taman seluas
5.000 meter persegi di setiap kota,” terangnya.
Sementara,
Kasubdit Pengendalian Direktorat Perkotaan Kementerian PU Andi Renald Riandy
mengatakan, perkembangan kota yang tidak terkendali telah menyebabkan berbagai
permasalahan perkotaan seperti kemacetan, permukiman kumuh, kemiskinan,
menurunnya kualitas lingkungan perkotaan, dan luasan ruang terbuka hijau.
Menurutnya, kota
hijau merupakan solusi permasalahan kualitas lingkungan perkotaan dan
perubahan iklim. Sejak 2011, Ditjen Penataan Ruang Kementerian PU telah
mengembangkan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) sebagai salah satu langkah
nyata Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kota/Kabupaten dalam memenuhi
amanat UUPR sekaligus jawaban atas tantangan perubahan iklim di Indonesia.
Inisiatif ini
juga merupakan implementasi rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Kota/Kabupaten
serta peningkatan peran aktif dan kemitraan antar para pemangku kepentingan
pada tingkat lokal.
“Rata-rata ketersediaan ruang terbuka hijau di Indonesia
berkisar antara 10 sampai 11 persen dari luas wilayah kota,” tukasnya.
Prosentase itu
masih belum memenuhi minimal RTH 30 persen sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, di mana RTH 30 persen
harus dicapai dalam 20 tahun perencanaan.
Pencapaian
presentase itu merupakan hal yang sulit untuk kota-kota besar dan metropolitan.
Hal ini disebabkan sebagian besar wilayah kota sudah merupakan wilayah
terbangun dengan kepemilikan lahan yang beragam.
“Salah satu upaya untuk mencapai
RTH 30 persen adalah dengan menggalakkan P2KH,” ujarnya.
Pembebasan
Tanah Bertahap, Karena Anggarannya Terbatas
M. Sanusi,
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta
Peraturan Daerah
(Perda) Tentang Rencana Tata Ruang Dan Wilayah (RTRW) memang mewajibkan
pemerintah DKI Jakarta menyediakan lahan penghijauan umum.
Peraturan itu juga
didukung Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang.
“Berdasarkan
beleid itu luas lahan hijau wajib terpenuhi adalah 30 persen dari total luas
Kota Jakarta.”
Lahan hijau yang
sesuai peta tata ruang kota selama ini rata-rata dimiliki warga.
Sebab itu harus
dibebaskan lebih dulu. Namun karena anggaran terbatas, pembebasan baru
dilakukan bertahap.
Bila tanah
masyarakat hendak dijadikan lahan hijau tanpa pembebasan lebih dulu, Pemda
bisa melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 dan Undang-undang Nomor 20
Tahun 1961 tentang Pelepasan Hak Tanah.
Dalam peta rancangan tata kota, lahan
penghijauan umum ditandai warna hijau dan tersebar di seluruh wilayah Jakarta.
“Kalau lahan
warga terkena penghijauan umum, maka wajib dibebaskan karena hak ekonomisnya
hilang, dijual tidak laku.
Tapi karena pemerintah daerah tidak punya anggaran,
akhirnya belum bisa dilakukan.”
Untuk
membebaskan 10 persen lahan penghijauan umum, setidaknya pemerintah membutuhkan
sekitar Rp 1 triliun.
Namun, tahun ini, anggaran tersedia belum cukup.
Dalam APBD
Jakarta tahun ini, pemerintah mengalokasikan Rp. 1,86 triliun untuk
memfungsikan lingkungan hidup.
Dana ini dibagi untuk urusan lingkungan hidup
Rp 1,73 triliun, penataan ruang Rp 106,51 miliar, dan pertanahan Rp 20,43
miliar.
Masalah lainnya
adalah minimnya pengetahuan warga Jakarta soal peruntukan lahan yang
dimiliki.
Sebagian besar penduduk tidak mengetahui peruntukan lahan dalam
perencanaan tata ruang kota.
“Peta dibuat pemerintah juga tidak sampai ke
tangan masyarakat.”
Meski distribusi
informasi rencana tata ruang dan dokumen peta sudah bisa dilihat, dan diunduh
lewat Internet, rupanya masih sulit diakses masyarakat.
“Kami akui itu.
Sistem Internet pemerintah DKI memang harus diperbaiki.”
Ketersediaan
Lahan Makin Sempit Karena Ada Peralihan Fungsi
Nirwono Yoga,
Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti
Ruang terbuka
hijau alias RTH yang dimiliki 26 kota di Indonesia belum mencapai 20 persen.
Sementara, target luasnya sebesar 30 persen harus dipenuhi 98 kota pada
2030.
“Tapi 72
kota belum mempunyai progres pengembangan RTH yang diwajibkan sebesar 30
persen dari total luas wilayahnya. Saya prihatin atas keadaan ini.”
Sampai saat ini
hanya 26 kota saja yang mulai ikut mengembangkan lahan terbuka hijau.
Berdasarkan data komunitas hijau Indonesia, Kota Blitar tercatat telah
mengembangkan RTH terbesar, yaitu sebesar 17 persen, diikuti Makassar dan
Pare-pare dengan luas RTH 14 persen, Probolinggo 13,2 persen, Mataram 12
persen, Batam dan Tanjung Pinang 8,3 persen, Malang 7,8 persen, serta Salatiga,
Semarang, dan Surakarta 4,6 persen.
Sebanyak 15 kota
lainnya dikatakan belum mempunyai pengembangan yang cukup berarti.
Lima belas
kota tersebut adalah: Banda Aceh, Medan, Bukit Tinggi, Pariaman, Sawahlunto,
Pagar Alam, Bandar Lampung, Metro, Bogor, Yogyakarta, Kendari, Gorontalo,
Bau-bau, Palu, dan Ambon.
“Tapi sudah ada komitmen dari mereka untuk
mengembangkan RTH 30 persen pada 2030 mendatang. Saya berharap 72 kota lain
dapat mengikutinya.”
Ketersediaan RTH
sangatlah terbatas, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta.
Hal ini
menjadi kendala utama. Untuk itu, sangat diperlukan peran dan kerja sama yang
dari para pimpinan politik dan berbagai elemen pemerintahan.
Tinggal
bagaimana membuat lembaga-lembaga seperti pemerintah daerah (Pemda) serta
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus lebih banyak terlibat.
Ketersediaan
lahan di Jakarta yang semakin sempit dan terbatas lantaran peralihan fungsi
lahan menjadi tempat kegiatan ekonomi ketimbang sebagai RTH yang notabene
sangat dibutuhkan warga Jakarta.
Bakal Diawasi
Ketat Agar Tak Diselewengkan
Saleh Husin,
Anggota Komisi V DPR
Sekalipun DPR
mendukung langkah Kementerian PU membuka lahan hijau, pengelolaan
anggaran program tersebut tetap akan diawasi secara ketat agar tidak
diselewengkan.
Program tersebut
harus dirancang dengan baik agar tidak hanya sekadar menghabiskan anggaran,
tapi juga bisa memberikan manfaat bagi masa depan.
“Kita bisa mencontoh
Singapura dalam membuat kotanya menjadi hijau dan enak dipandang.”
Saat ini
Singapura menjadi salah satu ibukota negara teratas dunia dalam mengembangkan
ruang terbuka hijau.
Luas ruang terbuka hijau saat ini mencapai lebih dari 50
persen dari luas wilayahnya.
Negara di lepas ujung selatan Semenanjung
Malaya itu memiliki lebih dari 450 taman dan kebun publik.
“Optimalisasi
ruang terbuka hijau perkotaan yang cukup berarti akan menyumbang cukup
besar bagi upaya menekan dampak perubahan iklim dunia.”
Sedangkan
kebijakan terkait kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kota-kota besar di tanah
air masih minim.
Kebanyakan pembentukan kota-kota yang ada di Indonesia ini
direncanakan tanpa memperhatikan aspek-aspek lingkungan.
Semestinya
proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30 persen yang terdiri
dari 20 persen ruang terbuka hijau publik dan 10 persen terdiri dari ruang
terbuka hijau privat.
“Proporsi 30
persen merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota,
termasuk sistem hidrologi dan mikroklimatnya.”
Fungsi ekologis
RTH di antaranya dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir,
mengurangi polusi udara dan pengatur iklim mikro.
Selain itu juga memiliki
fungsi sosial-ekonomi. Di antaranya untuk memberikan fungsi sebagai ruang interaksi
sosial, sarana rekreasi dan keasrian kota.
Belum Satu
Kotapun Yang Menerapkannya
Agus Purnomo,
Kepala Sekretariat DNPI
Tim pakar dari
Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) mengakui belum satu kotapun di Indonesia
yang mampu menerapkan 30 persen ketesediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
DNPI
berkerjasama dengan pihak kementerian terkait, organisasi pakar dan
universitas terkemuka di tanah air, terus mendorong upaya pemenuhan RTH di
kota-kota di Indonesia.
DNPI atas
perintah Presiden selalu mengingatkan aparat di daerah agar konsisten dan
lebih proaktif dalam mewujudkan kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
“Wajib
hukumnya, bagi para Walikota, Gubernur, mungkin juga Bupati untuk mengutamakan
dan memperbanyak RTH.”
Transparansi dan
besaran anggaran kebijakan lingkungan yang terkait pengembangan perkotaan juga
dinilai belum maksimal dilakukan pemerintah.
Masyarakat kota, sektor
usaha dan bisnis sering memberikan kontribusi cukup besar dari pemasukan
dari pajak dan restribusi lainnya bagi pendapatan (PAD) pemerintah kota.
“Tapi
berapa persen yang diperuntukan untuk perbaikan kualitas lingkungan, nggak
pernah dipaparkan.” [Harian Rakyat Merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi