Amazing Green roof
art school in Singapore. foto: ist
|
PLTSa Singapura
sering dijadikan referensi Pemkot Bandung sebagai “pembenaran” dan argumen
rencana pendirian PLTSa di Kota Bandung. Tulisan di bawah ini saya posting dua
tahun lalu setelah ikut dalam rombongan warga “studi banding” ke Singapura.
Inilah faktanya:
AMAN dan
jauh dari permukiman penduduk memang itulah kesan sekaligus kesimpulan yang
bisa saya ambil, setelah berkesempatan berkunjung ke dua pabrik pengelolaan
sampah di Singapura, 7 Desember 2008 lalu.
Aman karena
dengan mengunakan teknologi canggih (hitech), efek samping pengolahan
sampah seperti gas berbahaya, dioksin, atau air lindi seperti dikhawatirkan
banyak pihak, dapat dieliminasi atau dinetralisir. Gas atau asap yang tadinya
berbahaya pun relatif aman setelah disaring dan dibuang ke udara melalui
cerobong asap yang cukup tinggi, sekitar 150 meter.
Lagi pula,
lokasi pabrik jauh dari permukiman, berada di kawasan khusus industri di bagian
barat Singapura, dekat pantai, jauh dari pusat kota Singapura –butuh waktu
sekitar 3 jam perjalanan darat dari pusat kota. Kawasan khusus industri ini
jarang dikunjungi orang. “Kita sedang menuju ke kawasan yang orang bilang
‘tempat jin buang orok’, karena jarang orang ke sana,” kata local guide,
Syafi’i, saat rombongan berada dalam bus menuju ke sana.
Pabrik pertama
yang kami kunjungi adalah IUT Singapore PTE Ltd, di 99 Tuas Bay Drive
Singapore. Di pabrik yang bisa dikunjungi di www.iutglobal.com
ini, kami mendapat penjelasan tentang proses dan teknologi pengolahan sampah
berupa recycling (daur ulang), composting (dijadikan kompos),
dan incineration (pembakaran).
Secara umum,
metode dan teknologi pengolahan sampah yang digunakan oleh IUT aman, tidak
mencemari lingkungan, dan menguntungkan. Namun, lokasi pabrik ini jauh dari
permukiman penduduk. “Jarak pabrik ini dengan permukiman penduduk terdekat
sekitar 10 kilometer,” jelas S.K. Ashraf, Plant Manager IUT, ketika
secara khusus saya tanyakan soal keberadaan warga di sekitar lokasi pabrik.
Saya sempat guyon kepadanya bahwa di Indonesia nama Ashraf dikenal
sebagai penyanyi dangdut.
Pabrik kedua
yang dikunjungi adalah Senoko Incineration Plant, pabrik khusus pengolahan
sampah dengan teknologi insinerasi (www.nea.gov.sg).
Pabrik ini berlokasi di 30 Attap Valley Road Singapore, sekitar 30 menit
perjalanan darat dari lokasi pabrik IUT, masih dekat pantai dan sama-sama jauh
dari permukiman penduduk.
“Lokasi permukiman dari pabrik ini berjarak sekitar
4-5 kilometer,” kata Teo Hock Kheng, General Manager Senoko, ketika
secara khusus saya tanyakan soal keberadaan warga di sekitar lokasi pabrik.
PLTSa Singapura jauh dari pemukiman. foto: ist |
IUT dan Senoko
sama-sama menyerap tenaga kerja sekitar 150-160 orang, beroperasi nonstop 24
jam, para karyawan terbagi dalam 3 shift.
Ringkasnya,
setelah mengamati secara seksama kedua pabrik sampah tersebut bersama sekitar
30 anggota rombongan –termasuk di dalamnya Walikota Bandung H. Dada Rosada dan
Ketua DPRD Kota Bandung (waktu itu) H. Husni Muttaqin, saya mendapat kesan dan
kesimpulan: aman, hitech, bebas gas berbahaya, bebas polusi, ramah
lingkungan, jauh dari permukiman penduduk, berlokasi di kawasan khusus industri
di bagian barat Singapura, jarang dikunjungi orang, dekat pantai, tiga jam
perjanalan mobil/darat dari pusat kota Singapura melalui highway
(jalan tol), menyerap tenaga kerja sektar 150-160 orang, dan tidak diprotes
warga –karena memang tidak ada warga yang bermukim dekat pabrik! (www.romeltea.com).*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi