Kota Surabaya |
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Sekolah-sekolah swasta di Kota Surabaya yang hanya memiliki siswa sedikit diusulkan agar segera dimerger atau digabung, supaya tidak membebani keuangan negara. Ketua Komisi D Bidang Kesra dan Pendidikan DPRD Surabaya, Baktiono, Ahad (6/3) mengatakan, usulan merger tersebut adalah yang terbaik karena selama ini banyak sekolah-sekolah swasta di Surabaya yang tidak memiliki siswa, tapi tetap bertahan.
"Sekolah-seklah tersebut tidak memperhatikan kualitas, bahkan orientasinya hanya mendapatkan Bobda dan BOS," kata Baktino saat menanggapi rencana pemkot mendirikan beberapa SMPN baru di Surabaya Barat yang menuai protes beberapa sekolah swasta.
Menurut dia, alasan agar sekolah-sekolah swasta yang tidak memiliki siswa dimerger adalah untuk mengantisipasi adanya upaya memanipulasi yang dilakukan pihak sekolah kepada pemerintah agar tetap mendapatkan bantuan pendidikan berupa Bopda dan BOS. "Jika pemerintah tetap membangun sekolah negeri di Surabaya Barat, sebaiknya tidak SMPN melainkan SMK," ucapnya, menyarankan.
Baktiono mengemukakan SMK saat ini lebih dibutuhkan warga daripada SMP, sehingga hal ini perlu diperhatikan oleh Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Surabaya. Diketahui protes beberapa sekolah swasta tersebut dengan pertimbangan utamanya adalah bahwa SMPN yang akan didirikan di Dukuh Lempung, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep itu berdekatan dengan beberapa SMP swasta yang sudah beroperasi puluhan tahun, sehingga mereka berharap pembangunannya bisa dipindah di daerah yang secara geografis tidak berdekatan dengan sekolah mereka.
Ada 20 kepala sekolah SMP swasta di wilayah Surabaya Barat yang sempat mengadukan hal ini ke Komisi D DPRD Kota Surabaya pada Kamis (3/3) lalu. "Kami memang menolak Pak pendirian SMPN ini, pertama, karena sangat berdekatan dengan sekolah-sekolah kami dan yang kedua, dalam jarak 200 meter dari titik pendirian tersebut juga sudah ada SMP Negeri yaitu SMPN 47, apa tidak semestinya jarak antarsekolah negeri itu sekurang-kurangnya 3 km," kata kepala sekolah SMP Brawijaya, Sukarman.
Mendapati hal itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Sahudi memaparkan, kenapa Pemkot Surabaya kemudian berencana membangun SMPN di Surabaya Barat. Data yang ada menyebutkan ternyata dari seluruh sekolah SMP swasta di Surabaya Barat hanya memiliki siswa 2.709 orang.
Padahal, untuk Kecamatan Sambikerep saja, data 2009 ada 3.353 siswa SD yang tidak melanjutkan ke SMP disekitarnya. Begitu juga di Kecamatan Tandes, data 2009 ada 9.078 lulusan SD yang tidak terdaftar lanjut di sekolah-sekolah swasta di sekitarnya. "Data inilah menjadikan pertimbangan pemkot menambah SMPN di Surabaya Barat," paparnya.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya sudah melakukan pembinaan ke-16 sekolah swasta di Surabaya Barat, namun ada enam sekolah yang tetap saja tidak berkembang. "Ini kan juga harus menjadi evaluasi serius para pelaku sekolah swasta, kenapa mereka tidak sekolah di sekolah-sekolah di sekitar rumah mereka. Data kami menunjukkan bahwa memang banyak sekolah swasta yang dibawah standar, mereka tidak memenuhi SPM, mohonlah mereka sadar diri untuk merger atau menutup diri," jelas Sahudi.
Sementara itu, anggota Komisi D yang juga ketua Fraksi PKS DPRD Kota Surabaya Fatkur Rohman mengharapkan, agar ada jalan tengah untuk menyelesaikan persoalan ini. "Perlu ditekankan bahwa kami tidak pernah menolak SMPN karena memang itu adalah kebutuhan warga Surabaya Barat, kami hanya ingin agar secara geografis, pendirian SMPN ini dikaji ulang, tidak ditempat yang direncanakan karena ada keresahan. Saya yakin masih banyak tempat lain, ini perlu kajian sosiologis, ini Bappeko yang bisa jawab", ujarnya.
"Sekolah-seklah tersebut tidak memperhatikan kualitas, bahkan orientasinya hanya mendapatkan Bobda dan BOS," kata Baktino saat menanggapi rencana pemkot mendirikan beberapa SMPN baru di Surabaya Barat yang menuai protes beberapa sekolah swasta.
Menurut dia, alasan agar sekolah-sekolah swasta yang tidak memiliki siswa dimerger adalah untuk mengantisipasi adanya upaya memanipulasi yang dilakukan pihak sekolah kepada pemerintah agar tetap mendapatkan bantuan pendidikan berupa Bopda dan BOS. "Jika pemerintah tetap membangun sekolah negeri di Surabaya Barat, sebaiknya tidak SMPN melainkan SMK," ucapnya, menyarankan.
Baktiono mengemukakan SMK saat ini lebih dibutuhkan warga daripada SMP, sehingga hal ini perlu diperhatikan oleh Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Surabaya. Diketahui protes beberapa sekolah swasta tersebut dengan pertimbangan utamanya adalah bahwa SMPN yang akan didirikan di Dukuh Lempung, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep itu berdekatan dengan beberapa SMP swasta yang sudah beroperasi puluhan tahun, sehingga mereka berharap pembangunannya bisa dipindah di daerah yang secara geografis tidak berdekatan dengan sekolah mereka.
Ada 20 kepala sekolah SMP swasta di wilayah Surabaya Barat yang sempat mengadukan hal ini ke Komisi D DPRD Kota Surabaya pada Kamis (3/3) lalu. "Kami memang menolak Pak pendirian SMPN ini, pertama, karena sangat berdekatan dengan sekolah-sekolah kami dan yang kedua, dalam jarak 200 meter dari titik pendirian tersebut juga sudah ada SMP Negeri yaitu SMPN 47, apa tidak semestinya jarak antarsekolah negeri itu sekurang-kurangnya 3 km," kata kepala sekolah SMP Brawijaya, Sukarman.
Mendapati hal itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Sahudi memaparkan, kenapa Pemkot Surabaya kemudian berencana membangun SMPN di Surabaya Barat. Data yang ada menyebutkan ternyata dari seluruh sekolah SMP swasta di Surabaya Barat hanya memiliki siswa 2.709 orang.
Padahal, untuk Kecamatan Sambikerep saja, data 2009 ada 3.353 siswa SD yang tidak melanjutkan ke SMP disekitarnya. Begitu juga di Kecamatan Tandes, data 2009 ada 9.078 lulusan SD yang tidak terdaftar lanjut di sekolah-sekolah swasta di sekitarnya. "Data inilah menjadikan pertimbangan pemkot menambah SMPN di Surabaya Barat," paparnya.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya sudah melakukan pembinaan ke-16 sekolah swasta di Surabaya Barat, namun ada enam sekolah yang tetap saja tidak berkembang. "Ini kan juga harus menjadi evaluasi serius para pelaku sekolah swasta, kenapa mereka tidak sekolah di sekolah-sekolah di sekitar rumah mereka. Data kami menunjukkan bahwa memang banyak sekolah swasta yang dibawah standar, mereka tidak memenuhi SPM, mohonlah mereka sadar diri untuk merger atau menutup diri," jelas Sahudi.
Sementara itu, anggota Komisi D yang juga ketua Fraksi PKS DPRD Kota Surabaya Fatkur Rohman mengharapkan, agar ada jalan tengah untuk menyelesaikan persoalan ini. "Perlu ditekankan bahwa kami tidak pernah menolak SMPN karena memang itu adalah kebutuhan warga Surabaya Barat, kami hanya ingin agar secara geografis, pendirian SMPN ini dikaji ulang, tidak ditempat yang direncanakan karena ada keresahan. Saya yakin masih banyak tempat lain, ini perlu kajian sosiologis, ini Bappeko yang bisa jawab", ujarnya.
Sumber : Republika Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi