Kamis, 27 April 2023

Sumber Daya Air di Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023

19 Pasal Diubah dan Disisipkan


Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja mengubah dan menyisipkan setiaknya 19 ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air sendiri terdiri dari 79 pasal. Dalam Pasal 78 dinyatakan bahwa, "Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan"

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air sudah ditetapkan sejak 16 Oktober 2019, tetapi hingga saat ini belum ada peraturan pelaksanaannya, misal Peraturan Pemerintah.

Bahkan, UU 17/2019 sudah 2 kali diubah melalui UU 11/2020 dan UU 6/2023. 

Berikut ini perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air;

Pasal 53

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6405) diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8

(1) Hak rakyat atas air yang dijamin pemenuhannya oleh negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 merupakan kebutuhan pokok sehari-hari.

(2) Selain hak rakyat atas air yang di jamin pemenuhannya oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negara memprioritaskan hak rakyat atas Air sebagai berikut:

a. kebutuhan pokok sehari-hari;

b. pertanian rakyat; dan

c. penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan pokok sehari-hari melalui Sistem Penyediaan Air Mnimum.

(3) Dalam hal ketersediaan Air tidak mencukupi untuk prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemenuhan Air untuk kebutuhan pokok sehari-hari lebih diprioritaskan dari yang lainnya.

(4) Dalam hal ketersediaan Air mencukupi, setelah urutan prioritas pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), urutan prioritas selanjutnya sebagai berikut:

a. penggunaan Sumber Daya Air guna memenuhi kegiatan bukan usaha untuk kepentingan publik; dan

b. penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha lainnya yang telah ditetapkan Perizinan Berusaha.

(5) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat menetapkan urutan prioritas pemenuhan Air pada Wilayah Sungai sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).

(6) Dalam menetapkan prioritas pemenuhan Air sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat terlebih dahulu memperhitungkan keperluan Air untuk pemeliharaan Sumber Air dan lingkungan hidup.

(7) Hak rakyat atas Air bukan merupakan hak kepemilikan atas Air, melainkan hanya terbatas pada hak untuk memperoleh dan menggunakan sejumlah kuota Air sesuai dengan alokasi yang penetapannya diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(8) Ketentuan lebih lanjur mengenai penggunaan Sumber Daya Air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan kebutuhan usaha guna memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari melalui Sistem Penyediaan Air Minum, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), serta untuk memenuhi kegiatan bukan usaha untuk kepentingan publik dan kebutuhan usaha lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

2. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 9

(1) Atas dasar penguasaan negara terhadap Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat diberi tugas dan wewenang untuk mengatur dan mengelola Sumber Daya Air.

(2) Penguasaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dengan tetap mengakui Hak Ulayat Masyarakat Adat setempat dan hak yang serupa dengan itu sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Hak Ulayat Masyarakat Adat atas Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap diakui sepanjang kenyataannya masih ada dan telah diatur dalam Peraturan Daerah.

3. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12

Tugas dan wewenang Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) meliputi tugas dan wewenang Pemerintah Daerah provinsi dan/atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

4. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 17

Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat memiliki tugas:

a. membantu Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dalam mengelola Sumber Daya Air di wilayah desa berdasarkan asas kemanfaatan umum dan dengan memperhatikan kepentingan desa lain;

b. mendorong prakarsa dan partisipasi masyarakat desa dalam Pengelolaan Sumber Daya Air di wilayahnya;

c. ikut serta dalam menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Air; dan

c. membantu Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas Air bagi warga desa.

5. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 19

(1) Sebagian tugas dan wewenang Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 dalam mengelola Sumber Daya Air yang meliputi satu Wilayah Sungai dapat ditugaskan kepada Pengelola Sumber Daya Air.

(2) Pengelola Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa unit pelaksana teknis kementerian/unit pelaksana teknis daerah atau badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah di bidang Pengelolaan Sumber Daya Air.

(3) Sebagian tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk:

a. menetapkan kebijakan;

b. menetapkan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air;

c. menetapkan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air;

d. menetapkan kawasan lindung Sumber Air;

e. menerbitkan Perizinan Berusaha atau persetujuan penggunaan Sumber Daya Air;

f. membentuk wadah koordinasi;

g. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria;;

h. membentuk Pengelola Sumber Daya Air; dan

i. menetapkan nilai satuan BPJSDA.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah di bidang Pengelolaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

6. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 38

Tahapan Pengelolaan Sumber Daya Air meliputi:

a. Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Air;

b. pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air dan pelaksanaan nonkonstruksi atau pelaksanaan konstruksi Sumber Air;

c. pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Air; dan

d. pemantauan dan evaluasi Pengelolaan Sumber Daya Air.

7. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 40

(1) Pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air dan pelaksanaan nonkonstruksi dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan program dan rencana kegiatan.

(2) Pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air dan pelaksanaan nonkonstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat.

(3) Setiap Orang atau kelompok masyarakat atas prakarsa sendiri dapat melaksanakan kegiatan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air dan pelaksanaan nonkonstruksi untuk kepentingan sendiri berdasarkan Perizinan Berusaha atau persetujuan penggunaan Sumber Daya Air dari Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(4) Pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air dan pelaksanaan nonkonstruksi dilakukan dengan:

a. mengikuti norma, standar, prosedur, dan kriteria;

b. memanfaatkan teknologi dan sumber daya lokal; dan

c. mengutamakan keselamatan, keamanan kerja, dan keberlanjutan fungsi ekologis,

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Kewajiban memperoleh Perizinan Berusaha atau persetujuan penggunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan bagi kegiatan nonkonstruksi yang tidak mengakibatkan perubahan fisik pada Sumber Air.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persetujuan atau Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

8. Di antara ketentuan Pasal 40 dan Pasal 41 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 40A sebagaimana berbunyi sebagai berikut:

Pasal 40A

(1) Pelaksanaan konstruksi Sumber Air yang berupa kegiatan pengalihan alur sungai dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dalam Pengelolaan Sumber Daya Air berdasarkan program dan rencana kegiatan.

(2) Selain dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah, kegiatan pengalihan alur sungai dapat dilakukan oleh instansi pemerintah berdasarkan persetujuan pengalihan alur sungai dari Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

(3) Selain dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kegiatan pengalihan alur sungai dapat dilakukan oleh:

a. badan usaha milik negara;

b. badan usaha milik daerah;

c. badan usaha milik desa;

d. koperasi; atau

e. badan usaha swasta.

(4) Pelaksanaan pengalihan alur sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan berdasarkan persetujuan pengalihan alur sungai dari Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(5) Ketentuan lebih lanjuut mengenai persetujuan pengalihan alur sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

9. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 43

(1) Pemantauan Pengelolaan Sumber Daya Air dilakukan terhadap:

a. Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Air;

b. pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air dan pelaksanaan nonkonstruksi, dan

c. pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Air.

(2) Evaluasi Pengelolaan Sumber Daya Air dilakukan berdasarkan hasil pemantauan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap tujuan Pengelolaan Sumber Daya Air.

(3) Hasil evaluasi Pengelolaan Sumber Daya Air digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan perbaikan penyelenggaraan Pengelolaan Sumber Daya Air.

(4) Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi Pengelolaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemantauan dan evaluasi Pengelolaan Sumber Daya Air diatur dalam Peraturan Pemerintah.

10. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 44

(1) Penggunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf c untuk kebutuhan usaha dan kebutuhan bukan usaha dilakukan setelah memenuhi Perizinan Berusaha atau persetujuan penggunaan Sumber Daya Air.

(2) Perizinan Berusaha atau persetujuan penggunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan fungsi kawasan dan kelestarian lingkungan hidup.

(3) Perizinan Berusaha atau persetujuan penggunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(4) Perizinan Berusaha atau persetujuan penggunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan, baik sebagian maupun seluruhnya.

11. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 45

(1) Persetujuan penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan bukan usaha terdiri atas:

a. persetujuan penggunaan Sumber Daya Air untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari diperlukan jika:

  1. cara penggunaannya dilakukan dengan mengubah kondisi alami Sumber Air; dan/atau
  2. penggunaannya diajukan untuk keperluan kelompok yang memerlukan Air dalam jumlah yang besar.

b. persetujuan penggunaan Sumber Daya Air untuk pemenuhan kebutuhan pertanian rakyat diperlukan jika:

  1. cara penggunaannya dilakukan dengan mengubah kondisi alami Sumber Air; dan/atau
  2. penggunaannya untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada.

c. persetujuan penggunaan Sumber Daya Air untuk pemenuhan kebutuhan bagi kegiatan selain untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat yang bukan merupakan kegiatan usaha. 

12. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 49

(1) Penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dapat berupa penggunaan:

a. Sumber Daya Air sebagai media;

b. Air dan Daya Air sebagai materi;

c. Sumber Air sebagai media; dan/atau

d. Air, Sumber Air, dan/atau Daya Air sebagai media dan materi.

(2) Penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi Perizinan Berusaha.

(3) Pemberian Perizinan Berusaha dilakukan secara ketat dengan urutan prioritas:

a. pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari bagi kelompok yang memerlukan air dalam jumlah yang besar;

b. pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari yang mengubah kondisi alami Sumber Air;

c. pertanian rakyat diluar sistem irigasi yang sudah ada;

d. penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha guna memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari melalui Sistem Penyediaan Air Minum;

e. kegiatan bukan usaha untuk kepentingan publik;

f. penggunaan Sumber Daya Air untuk usaha oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha milik desa; dan

g. penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha oleh badan usaha swasta atau perseorangan.

(4) Perizinan Berusaha penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan untuk:

a. titik atau tempat tertentu pada Sumber Air; 

b. ruas tertentu pada Sumber Air; atau

c. bagian tertentu dari Sumber Air.

(5) Perizinan Berusaha penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diberikan kepada:

a. badan usaha milik negara;

b. badan usaha milik daerah;

c. badan usaha milik desa;

d. koperasi;

e. badan usaha swasta; atau

f. perseorangan. 

13. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 50

Perizinan Berusaha penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha dengan menggunakan Air dan Daya Air sebagai materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf b yang menghasilkan produk berupa Air Minum untuk kebutuhan pokok sehari-hari diberikan kepada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha milik desa penyelenggara Sistem Penyediaan Air Minum.

14. Ketentuan Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 51

(1) Perizinan Berusaha penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha dapat diberikan kepada pihak swasta setelah memenuhi syarat tertentu dan ketat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf f minimal:

a. sesuai dengan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air;

b. memenuhi persyaratan teknis administratif;

c. mendapat persetujuan dari pemangku kepentingan di kawasan Sumber Daya Air; dan

d. memenuhi kewajiban biaya Konservasi Sumber Daya Air yang merupakan komponen dalam BJPSDA dan kewajiban keuangan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha untuk menggunakan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

15. Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 52

(1) Penggunaan Sumber Daya Air untuk negara lain dilarang, kecuali untuk tujuan kemanusiaan.

(2) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan telah dapat terpenuhinya kebutuhan penggunaan Sumber Daya Air di Wilayah Sungai yang bersangkutan serta daerah sekitarnya.

(3) Penggunaan Sumber Daya Air untuk negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai yang bersangkutan dan memperhatikan kepentingan daerah di sekitarnya.

(4) Rencana penggunaan Sumber Daya Air untuk negara lain dilakukan melalui proses konsultasi publik oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(5) Penggunaan Sumber Daya Air untuk negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) wajib mendapat persetujuan penggunaan Sumber Daya Air dari Pemerintah Pusat berdasarkan rekomendasi dari Pemerintah Daerah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

16. Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 56

(1) Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Air dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya terhadap Pengelolaan Sumber Daya Air berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(2) Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Air diatur dalam Peraturan Pemerintah.

17. Ketentuan Pasal 70 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 70

Setiap Orang yang dengan sengaja:

a. melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air dan nonkonstruksi pada Sumber Air tanpa memperoleh Perizinan Berusaha atau persetujuan penggunaan Sumber Daya Air dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3);

b. melakukan kegiatan Pelaksanaan konstruksi Sumber Air yang berupa kegiatan pengalihan alur sungai tanpa memperoleh persetujuan pengalihan alur sungai dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40A ayat (4);

c. menyewakan atau memindahtangankan, baik sebagian maupun keseluruhan Perizinan Berusaha atau persetujuan penggunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4); atau

d. melakukan penggunaan Sumber Daya Air tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2),

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 

18. Ketentuan Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 73

Setiap Orang yang karena kelalaiannya:

a. melakukan kegiatan pelaksanaan konstruski Prasarana Sumber Daya Air dan nonkonstruksi pada Sumber Air tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) dan ayat (4);

b. melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi Sumber Air yang berupa kegiatan pengalihan alur sungai tanpa memperoleh persetujuan pengalihan alur sungai dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40A ayat (4); atau

c. menggunakan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2),

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan pidana denda paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).   

19. Di antara Pasal 75 dan Pasal 76 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 75A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 75A

(1) Setiap Orang yang sebelum berlakunya Undang-Undang ini, telah melakukan:

a. pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air dan pelaksanaan nonkonstruksi tanpa Perizinan Berusaha dan/atau persetujuan penggunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3);

b. pelaksanaan konstruksi Sumber Air yang berupa pengalihan alur sungai, tanpa persetujuan pengalihan alur sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40A ayat (4); dan/atau

c. kegiatan penggunaan Sumber Daya Air tanpa Perizinan Berusaha dan/atau persetujuan penggunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dan Pasal 49ayat (2),

dikenai sanksi administratif berupa denda administratif dan wajib mengajukan permohonan Perizinan Berusaha, persetujuan penggunaan Sumber Daya Air, dan/atau persetujuan pengalihan alur sungai paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

(2) Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini diundangkan belum mengajukan permohonan Perizinan Berusaha, dan/atau persetujuan pengalihan alur sungai, dikenai sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf a, huruf b, dan huruf d serta Pasal 73.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Perizinan Berusaha, persetujuan penggunaan Sumber Daya Air, dan/atau persetujuan pengalihan alur sungai dan pengenaan sanksi administratif bagi setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

#BangImamBerbagi #SumberDayaAir #CiptaKerja #2023

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi