Kota Bekasi (BIB) - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang dilaksanakan secara real time atau online 100% harus mengakomodir calon peserta didik yang memiliki masalah sebagai berikut :
- Akses siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu (siswa miskin) karena mulai Tahun Ajaran 2015/2016 Pemerintah akan melaksanakan Wajib Belajar 12 Tahun hingga lulus jenjang SMA/SMK
- Akses siswa yang lebih dekat tempat tinggalnya dengan sekolah sehingga mengurangi beban orang tua soal biaya transportasinya sehari-hari, karena pembiayaan BOS hanya untuk Biaya Operasional dan tidak termasuk Biaya Persoanal siswa
- Akses siswa yang memiliki prestasi akademik
- Akses siswa yang memiliki prestasi olahraga dan seni
- Akses siswa yang memiliki prestasi lain diluar akademik namun menunjang dalam program pendidikannya
- Akses siswa dengan usia paling tua (usia maksimal yang dipersyaratkan untuk masuk jenjang tertentu)
- Akses siswa perbatasan yang lebih dekat dengan sekolah.
- Akses Siswa penyandang disabilitas
- Akses siswa autisme / hiperaktif
I. Akses Siswa Miskin
"Pemerintah Daerah dan sekolah harus merajia seluruh siswa usia sekolah mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga menengah agar memastikan mereka mengenyam bangku pendidikan sesuai target pemerintah pada wajib belajar pendidikan hingga 12 tahun. Bila di sekolah negeri memiliki daya tampung terbatas, bisa masuk ke sekolah swasta dengan memastikan biaya yang ditanggung oleh pemerintah, khususnya murid yang berasal dari keluarga tidak mampu," ujar pemerhati pendidikan, Tengku Imam Kobul Moh. Yahya S di Bekasi, Ahad, 17 Mei 2015.
Pemerintah Provinsi yang mengelola SMA/SMK wajib mengakomodir siswa dari keluarga tidak mampu ke sekolah negeri. Karena dikhawatirkan bila mereka tidak ditampung, kemungkinan akan putus sekolah, karena di swasta biaya cukup mahal.
"Porsi siswa miskin harus diutamakan dan diperbanyak akses untuk masuk ke sekolah negeri. Bila perlu 100% siswa miskin wajib masuk sekolah negeri. Kalau terpaksa masuk sekolah swasta, Pemerintah wajib mensubsidi pembiayaan secara penuh hingga siswa tidak lagi membayar biaya sepeserpun," ujarnya.
Bang Imam, panggilan akrabnya menambahkan jangan sampai sekolah negeri justru mensubsidi siswa yang berasal dari orang kaya. Karena hanya sekolah negeri yang dapat dipaksa menerima siswa miskin secara keseluruhan.
"Kalau sekolah swasta aturannya hanya 20% mengakomodir siswa miskin. Kalau masih ada siswa miskin yang tidak bisa sekolah itu artinya Program Wajib Belajar 12 Tahun milik Pemerintah ini bisa dianggap gagal. Untuk itu eksekusinya harus benar dan proporsional," jelas Bang Imam.
Untuk itu, Pemerintah Daerah harus terlebih dahulu menghitung dengan cermat siswa miskin yang sudah masuk dalam program Kartu Indonesia Pintar (KIP).
"Yang punya KIP prioritas masuk sekolah negeri. Selebihnya siswa miskin harus di data oleh daerah dan sekolah, utamanya yang berada di sekitar sekolah masing-masing. Namun jangan sampai ada yang pura-pura miskin hanya karena ngotot masuk sekolah negeri," simpul Bang Imam.
Bila proses penerimaan siswa baru dilakukan dengan online, maka porsi siswa miskin tidak dipukul rata kuota daya tampungnya.
"Perhitungan kuota daya tampung siswa miskin tidak usah disamakan setiap sekolah, misal ditentukan 20% atau lebih. Namun, kuota didasarkan pada jumlah dan sebaran siswa miskin di sekitar sekolah yang bersangkutan. Misal, jika di sekitar SMAN 1 Kota Bekasi jumlah siswa miskin (pemilik kartu KIP) hanya 10% dan di SMAN 10 Kota Bekasi ada 30%, maka kuota siswa miskin disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan daya tampung sekolah secara maksimal,"
Jadi, menurut Bang Imam penerimaan siswa baru dari keluarga miskin jangan didasarkan pada kuota daerah, tetapi berdasarkan jumlah siswa miskin yang terdaftar pada sekitar sekolah dengan memperhatikan kemampuan daya tampung sekolah penerima.
"Kalau ternyata siswa kaya lebih banyak yang masuk ke sekolah negeri, sementara siswa miskin justru tersisih, maka manajemen sekolah dianggap gagal melaksanakan program wajar dikmen 12 tahun. Kalau sampai terjadi seperti ini, kepala sekolah perlu dievaluasi," terangnya.
Kalau tetap tidak dapat menampung siswa miskin di sekolah negeri, Pemerintah Daerah harus mengambil langkah-langkah sebagai berikut :
- mendata sekolah swasta di sekitar tempat tinggal siswa miskin dan membiayainya
- sekolah swasta harus melaporkan kepada pemerintah berapa biaya yang ditanggung siswa miskin bila bersekolah di swasta
- wajib mensubsidi dan menerima siswa miskin sampai dengan 20% dari daya tampung sekolah (Pemerintah harus berkoordinasi dengan pihak sekolah yang dimiliki oleh masyarakat)
- mempersiapkan unit sekolah baru (USB) di daerah jangkauan siswa miskin.
Sekolah negeri wajib menerima siswa miskin, sekolah swasta minimal menerima dan bebaskan siswa miskin 20% dari daya tampungnya
II. Akses Siswa Dekat Sekolah
Agar mempermudah siswa memperoleh pendidikan dan mempermudah orang tua mengawasi pendidikan anaknya, sebaiknya siswa yang berada di sekitar sekolah lebih diprioritaskan menjadi warga belajar sekolah.
Dengan menjadi warga belajar kepedulian orang tua terhadap sekolah dan masyarakat sekitar bisa lebih maksimal.
Orang tua dan masyarakat sekitar sekolah bisa menjadi warga sekolah dengan menjaga, memelihara dan mengawasi serta mensubsidi kebutuhan sekolah apabila tidak dapat diatasi dari Biaya Operasional Sekolah (BOS). Biasanya kepedulian warga sekitar / tetangga sekolah lebih mudah terbangun ketimbang warga di luar jangkauan lingkungan sekolah yang lebih jauh.
"Banyak faktor yang memprioritaskan siswa sekitar lingkungan sekolah diterima terlebih dahulu ketimbang siswa yang lebih jauh jaraknya dari sekolah. Selain akan lebih peduli, akan menghemat biaya dan memudahkan koordinasi antara pihak sekolah dan masyarakat. Dan akan tercipta warga belajar yang harmonis. Orang tua juga semakin mudah mengawasi anaknya serta sekolah akan lebih gampang memanggil orang tua bila ada masalah serius terhadap masalah sang anak," kata Bang Imam.
Prioritas siswa untuk diterima yang tempat tinggalnya lebih dekat ke sekolah semakin wajib, apabila siswa tersebut juga berasal dari keluarga tidak mampu dan penerima manfaat Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Untuk itu pihak sekolah harus sudah melakukan pendataan siswa yang akan memasuki jenjang pendidikan pada sekitar sekolah sejak dini.
Catatan :
Siswa dengan tempat tinggal dekat sekolah menjadi syarat untuk diterima dan prioritas daya tampung sekolah yang bersangkutan
III. Akses Siswa Yang Memiliki Prestasi Akademik (Olahraga, Seni, Keterampilan, Matematika, IPA, IPS dan akademik lainnya yang menunjang pendidikannya)
Sangat tidak elok dan sangat keterlaluan apabila sekolah tidak memiliki prioritas terhadap siswa yang memiliki prestasi akademik. Tentu prestasi bukan sekedar hasil ujian nasional atau ujian sekolah/madrasah semata.
Tetapi dapat juga prestasi akademik lainnya, tidak menunjang pembelajaran di sekolah tetapi membanggakan atau mewakili daerah dalam memperoleh prestasinya.
Solusi pertama adalah, seluruh sekolah harus memastikan dan mempelopori keunggulan salah satu prestasi apademik yang akan dilombakan mulai dari tingkat kota/kabupaten, provinsi, nasional hingga internasional.
"Sekolah wajib memiliki salah satu keunggulan dalam pembinaan prestasi siswa. Bisa OSN, O2SN, LPIR, Kepramukaan, Porseni dan termasuk Keagamaan. Khusus untuk prestasi olahraga, seni, budaya dan kepramukaan bisa menetapkan beberapa sekolah yang mampu dan memenuhi syarat untuk menjalankan program, sehingga mampu menciptakan anak berprestasi di bidangnya," jelas Bang Imam.
Catatan :
Salah satu pengembangan dan pemberdayaan sekolah adalah dengan membuat program unggulan tingkatan akademik berprestasi, kalau belum mampu minimal ikut berpartisipasi menuju sekolah berstandal nasional
IV. Akses Siswa Usia Paling Tua
Untuk syarat masuk sekolah biasanya harus terlebih dahulu menerima usia paling tua. Beberapa usia yang dipersyaratkan adalah :
- jenjang SD maksimal usia 12 tahun
- jenjang SMA maksimal usia 18 tahun
- jenjang MSA maksimal usia 21 tahun
Catatan :
Penerimaan siswa yang sudah memiliki usia maksimal wajib diterima mengingat jika menunggu tahun berikutnya akan hilang kesempatannya mengikuti proses belajar pada jenjangnya.
V. Akses Siswa Luar Rayon/Perbatasan
Banyak siswa perbatasan yang terkendala masuk sekolah, karena harus pindah rayon karena jika memilih sekolah yang satu rayon justru lebih jauh dari tempat tinggalnya, karena dia berada di perbatasan.
Nah siswa seperti ini harus diakomodir oleh sekolah dengan membantu mereka memberikan informasi soal aturan masuk sekolah yang beda rayon dan beda kabupaten/kota serta provinsi.
"Untuk itu perlunya Dinas Pendidikan bekerja sama dan memberikan informasi terhadap daerah tetangga soal aturan masuk bagi siswa yang menyeberang ke rayon atau pindahan. Karena banyak kasus siswa tidak dapat bersekolah karena terlambat mendapatkan informasi soal aturan pindah rayon. Mengingat setiap daerah kemungkinan prosedur dan aturannya berbeda-beda. Batas administrasi seharusnya tidak menghambat siswa untuk bersekolah," kata Bang Imam lagi.
Catatan :
Hak siswa untuk bersekolah pada perbatasan (beda rayon) harus diatur agar tetap mereka menikmati fasilitas Wajib Belajar Pendidikan 12 Tahun. Batas administrasi bukan penghalang siswa untuk bersekolah.
VI. Akses Siswa Berkebutuhan Khusus
Kesempatan untuk menikmati bangku sekolah bukanlah menjadi hak orang yang normal dengan fisik sempurna. Pemerintah harus menjamin siswa yang memiliki kebutuhan khusus (disabilitas) untuk dapat mengenyam pendidikan sesuai dengan hak warga negaranya.
Penyandang disabilitas harus mendapatkan pendidikan sesuai dengan kemampuan dan jenjang yang harus dilaluinya, karena memang sudah diamanatkan Undang-Undang.
Untuk itu, agar Pemerintah Daerah memberikan kesempatan dan memfasilitasi akses bagi penyandang disabilitas untuk bersekolah.
"Fasilitas untuk disabilitas bukan berarti harus mendirikan sekolah luar biasa sebanyak-banyaknya. Tetapi dapat juga belajar pada sekolah umum apabila siswa itu mampu dengan rekomendasi dokter. Untuk itu Pemerintah Daerah harus menyediakan kuota daya tampung pada sekolah umum untuk disabilitas. Pemerintah juga wajib menyediakan guru yang mampu mengajar penyandang disabilitas di sekolah umum," pinta Bang Imam, yang juga Direktur Advokasi Bidang Pendidikan pada Lembaga Swadaya Masyarakat, SAPULIDI ini.
Dia berharap tidak ada lagi sekat antara kaya-miskin, sehat-disabilitas, suku, agama, ras, golongan dan lainnya.
"Perbedaan itu rahmat dan menjadi kekayaan dan kebanggaan bangsa kita. Dengan adanya orang miskin dapat mengantarkan orang kaya masuk Surga. Dengan adanya berbedaan suku dan agama kita bisa saling bersilaturrahim dalam membangun bangsa ini. Hilangkan sekat, karena esensi pendidikan kita menjadi esensi simbol bangsa ini, Bhinneka Tunggal Ika,"
Catatan :
Sekolah memberikan dan menyediakan fasilitas, guru dan sarana dalam memfasilitasi siswa penyandang disabilitas. Harus sudah diinformasikan dalam juknis PPDB sekolah mana saja yang menerima penyandang disabilitas untuk semua jenjang.
VI. Akses Siswa Autisme dan Hiperaktif
Siswa yang memiliki keterbatasan seperti autisme dan hiperaktif juga haruslah memiliki tempat dan prioritas untuk masuk sekolah negeri.
Banyak siswa yang mengidap autisme dan hiperaktif kesulitan mendaftarkan diri di sekolah negeri, akibat beberapa sekolah menolaknya.
Untuk itu, Pemerintah Daerah harus membuat aturan khusus soal penerimaan siswa yang menderita autisme / hiperaktif.
Dari semua uraian diatas, sebaiknya petunjuk teknis penerimaan peserta didik baru (PPDB) baik yang dilakukan secara real time (online) maupun melalui tes harus memperhatikan prioritas siswa yang diterima berdasarkan urutannya, yaitu :
siswa miskin
- akses siswa dekat sekolah
- akses siswa berprestasi akademik dan non akademik
- akses siswa luar rayon/perbatasan yang kesulitan akses
- akses siswa dengan usia yang lebih tua
- akses siswa penyandang disabilitas
- akses siswa autisme dan hiperaktif
Selain juknis yang mudah dipahami oleh masyarakat, tentunya harus juga membuat juknis bagi sekolah swasta yang tidak melaksanakan PPDB Online. Karena bila memiliki aturan yang jelas, sekolah swasta juga tidak seenaknya melanggar dan membuat aturan sendiri.
"Proses PPDB belum dimulai, swasta sudah gencar terima murid. Untuk itu Dinas Pendidikan harus membuat aturan baku, agar dipatuhi bersama sehingga tidak ada lagi gesekan dan perbedaan antara negeri dan swasta," terangnya
Selamat menghadapi Tahun Ajaran baru .....
Bang Imam (Tengku Imam Kobul Moh. Yahya S) adalah pemerhati pendidikan dan tinggal di Bekasi
#BangImamBerbagi #PPDB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi