LAMAN

Sabtu, 15 Agustus 2015

Mengabaikan Peradaban Sungai dalam Mewujudkan Poros Maritim adalah Marginalisasi”

ISU TEMATIK 5 UNTUK KONGRES SUNGAI INDONESIA
Kebangkitan peradaban maritim yang bukan saja ditandai dengan eksisnya industri kelautan, tetapi juga tumbuh kembangnya kebudayaan dan kesejahteraan manusia pesisir serta wilayah penyangga antara daratan dan lautan.

Banjarnegara (BIB) - Nusantara, sebagaimana disebutkan dalam negarakertagama, terbayang sebagai kesatuan maritim yang saling terhubung oleh air. Interaksi antar pulau dalam bentang Sabang hingga Merauke seyogyanya tidak bisa dipisahkan dari laut. Di Jawa, kota-kota besar, Surabaya, Semarang dan Jakarta, terbentuk oleh kehadiran pelabuhan-pelabuhan. Demikian pula di Kalimantan, peradaban bahari bertaut erat dengan relasi dagang antara kesultanan besar seperti Banjarmasin, Sampit dan Pontianak dengan suku-suku yang bermukim di sempadan sungai di Kalimantan. Sebagai sebuah perspektif, sungai-sungai ini menjadi penali bagi persekutuan komunitas yang menghuni pulau-pulau ataupun kampung-kampung.

Dengan modal kekuatan sumber daya manusia sebesar 250 juta orang penduduk adalah terbesar keempat di dunia setelah Tiongkok, India, dan AS. Jumlah penduduk usia produktif lebih banyak ketimbang yang berusia tidak produktif (bonus demografi), dengan jumlah kelas menengah yang terus meningkat dari tahun ke tahun, dan juga modal kekayaan alam yang melimpah dan beragam baik di darat ataupun lautan, serta posisi geoekonomi yang sangat strategis di jantung pusat perdagangan global. Ada sekitar 45% dari seluruh komoditas dan barang yang diperdagangkan di dunia dengan nilai US$1.500 triliun per tahun diangkut melalui laut Indonesia (UNCTAD, 2010). Sampai hari ini negeri kaya raya ini belum mampu mensejahterakan rakyatnya.
Karena kita mendapati sebuah ironi, bahwa filosofi yang mendasari setiap kebijakan nasional kita selama ini selalu bertumpu pada paradigma “daratan”. Di sinilah letak ironinya, negara kita yang sejak dahulu tersohor dengan negara maritim dengan wilayah yang  75% lautan, namun kita sama sekali mengabaikan bahkan “memunggunginya”.  Tidak mengherankan bila sampai saat ini, negara-negara lainnya yang justru menangguk keuntungan dari semua  kekayaan laut kita.
Sampai saat ini, pencapaian hasil pembangunan maritim Indonesia masih menyisakan begitu banyak persoalan dan pekerjaan rumah bagi pemerintah.  Salah satu buktinya adalah hingga kini kontribusi seluruh sektor maritim terhadap PDB hanya sekitar 20%. Padahal, pada Negara-negara dengan potensi kekayaan laut yang lebih kecil ketimbang Indonesia, seperti Islandia, Norwegia, Jepang, Korea Selatan, Tiongkok dan Thailand, kontribusi bidang maritimnya rata-rata telah mencapai di atas 30% dari PDB.
Hal lain yang perlu diingat, peradaban sungai adalah peradaban yang menyangga teritori daratan dan laut. Peradaban yang menjadi pintu keluar masuk bagi pertukaran budaya daratan dan budaya pesisir. Artinya, jika upaya mewujudkan poros maritim hanya bertumpu pada paradigm “kelautan” semata, maka sudah bisa dipastikan kesenjangan atau ketimpangan pembangunan pasti akan terjadi seperti pada masa Orde Baru, namun dalam wujud yang berbeda. Untuk itu diperlukan sebuah cara berpikir dan bertindak baru untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Kesiapan untuk menyongsong era baru, era Negara Maritim yang kuat dan mampu mensejahterakan warganya kita akan sama-sama menggalinya melalui pertanyaan –pertanyaan reflektif berikut ini :
  • Apa saja bentuk peradaban sungai yang harus dipelihara dan dikembangkan untuk mewujudkan poros maritim dunia ?
  • Mengapa peradaban sungai tersebut penting untuk terus dikembangkan ?
  • Bagaimana cara dan strategi untuk mentautkan peradaban sungai-daratan-pesisiran agar melahirkan sebuah kemajuan dan kesejahteraan bersama  ?
  • Hal-hal apa saja dari aspek regulasi-konsepsi-basis yang harus disiapkan untuk memperkuat perwujudan Negara poros maritim ?
Sektor maritim  yang demikian berpotensi mengangkat harkat, martabat dan kesejahteraan rakyat harus dikelola dengan bercermin pada konstitusi kita tentang “bumi, air serta kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
Tujuan

  1. Menemu kenali dan memetakan bentuk-bentuk peradaban sungai untuk mendukung perwujudan poros maritim, Apa, Siapa, Dimana dan Melakukan Apa.
  2. Merumuskan strategi bersama untuk mengembangkan peradan sungai yang mendukung poros maritim.
  3. Menginventarisir kebutuhan peraturan dan payung hukum untuk memastikan berjalanan tujuan bersama mewujudkan poros maritim yang ditunjang dengan peradaban sungai.
#KongresSungaiIndonesia2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi