LAMAN

Rabu, 21 Januari 2015

Antara PPPK, Honorer & Outsourcing Nasibnya Sih Sama Saja

Studi Kasus Program "Pendidikan Gratis" di Kota Bekasi


...sebuah hak atas pendidikan telah diakui oleh beberapa pemerintah. Pada tingkat global, Pasal 13 PBB 1966 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mengakui hak setiap orang atas pendidikan

Dalam pengertiannya, Pendidikan adalah pembelajaran, pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan atau penelitian. 

Pendidikan sering dilakukan melalui bimbingan orang lain atau diperoleh secara otodidak. 

Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau tindakan dapat dianggap sebagai pendidikan.

Bentuk pendidikan sendiri, umumnya dibagi menjadi tahapan-tahapan mulai dari prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas/kejuruan, kemudian dilanjutkan ke perguruan tinggi, universitas atau magang. (wikipedia)

Menurut teori David Popenoe, ada 5 macam fungsi pendidikan, yaitu :
  1. transmisi (pemindahan) kebudayaan;
  2. memilih dan mengajarkan peranan sosial;
  3. menjamin integrasi sosial;
  4. sekolah mengajarkan corak kepribadian; dan
  5. sumber inovasi sosial.
Bila disandingkan antara teori David Popenoe dengan Pasal 13 PBB 1966 Kovenan International, marwah dari pendidikan itu ada di 4 hal pokok dan mungkin juga sebagai masalah, yaitu kebudayaan, sosial, kepribadian, dan ekonomi.

Bila dikaitkan dengan output (hasil) dari pendidikan itu sendiri akan mencerminkan anak didik yang memiliki kepribadian atau berbudaya baik, memiliki kepekaan sosial, kepribadian yang luhur dan ilmunya menunjang untuk masa depannya kelak.

Namun, bila diukur terhadap sang guru atau tenaga pendidik, pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 74 tentang Guru disebutkan guru harus memiliki kompetensi yaitu seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan prilaku yang harus dimiliki si guru. Pengetahuan, keterampilan dan prilaku harus dihayati, dikuasai dan diaktualisasikan oleh guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya.

Beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh guru diantaranya, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Seluruh kompetensi guru ini bersifat holistik.

Dalam ukuran kompetensi, baik guru PNS maupun guru non PNS tidak pembedaan, harus memenuhi keempat unsur kompetensi yang ada. 

Sementara hak ekonomi lebih kepada imbalan hasil karya profesinya sebagai guru yang harus dan wajib diberikan sesuai dengan standar kewajaran dan kelayakan untuk menunjang kehidupannya serta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan yang diajarkan oleh guru tersebut.

Sebagai sebuah profesi, guru seharusnya mendapatkan imbalan yang sesuai dengan profesi resiko, beban kerja dan tugas serta tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Acuannya sudah jelas dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, terutama pada Pasal 14 sudah ditentukan.

Hak guru dalam Pasal 14 UUGD diantaranya adalah;

  1. memeperoleh penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
  2. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
  3. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
  4. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
  5. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
  6. memberikan kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, dan/atau sangsi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
  7. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
  8. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
  9. memiliki kesempatan untuk berperan dalam menentukan kebijakan pendidikan;
  10. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi;
  11. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

Kalau disandingkan dengan status, apakah dia diangkat sebagai PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja/UU ASN), Guru Honorer atau sebagai pekerja outsourcing tentu belum dapat melaksanakan amanat UUGD tersebut. Karena guru honorer atau PPPK kemungkinan penghasilannya masih jauh dari UMR atau bila dengan acuan Undang-undang harus diatas kebutuhan minimum.

Saat ini penghasilan guru honorer untuk di Kota Bekasi misalnya bervariasi antara Rp. Rp. 800.000,- sampai dengan Rp. 1.200.000,- per bulan, itupun jika pembayarannya tidak telat dan diulur-ulur oleh sekolah. Perhitungan penghasilan ini didasarkan atas, rata-rata dari dana BOS sekolah menyisihkan antara Rp. 300 ribu hingga Rp. 600 ribu per guru honorer, tergantung besar-kecilnya pendapatan BOS suatu sekolah, ditambah dengan tunjangan yang dianggarkan oleh APBD Kota Bekasi sebesar Rp. 600 ribu per guru per bulan.

Penghasilan itu tentu melanggar UU Guru dan Dosen, terutama pada Pasal 14 tadi. 

Dengan status honorer, guru sebetulnya mirip atau lebih dianggap sebagai pekerja outsourcing. Padahal, untuk pekerjaan yang memiliki keterampilan dan kompetensi profesional serta waktu yang sangat lama dan terus-menerus, profesi guru honorer seharusnya sudah dihapus karena antara hak dan kewajibannya berbanding terbalik dengan penghasilan yang didapatkannya.

Jika mengacu kepada pekerjaan-pekerjaan yang boleh di-outsourcing-kan diantaranya;

  • usaha pelayanan kebersihan, kalau di sekolah ya petugas kebersihan sekolah;
  • usaha penyedia tenaga pengamanan, di sekolah satpam dan penjaga sekolah;
  • usaha penyedia pengangkutan/buruh, di sekolah seperti ini tidak ada;
  • usaha penyedia makanan bagi buruh, atau katering tukang kantin kali di sekolah;
  • usaha jasa penunjang jasa pertambangan dan perminyakan.

Nah, dari cerminan diatas, guru bukanlah outsourcing atau yang saat ini yang akan diterapkan yang bernama PPPK. Karena guru merupakan tenaga profesi yang sama dengan dokter, dan tenaga teknis lainnya.

Jadi, ya sudah tidak tepat profesi guru itu berlabel PPPK, karena PPPK itu mirip seperti outsourcing yang bidang pekerjaannya misalnya, terpisah dari pekerjaan utama, dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung oleh pemberi kerja, merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, dan tidak menghambat proses produksi secara langsung.

Beda dengan guru honorer, mereka bekerja sebagai guru profesional sama dengan yang dilakukan oleh PNS, mendapatkan perintah langsung dan surat penugasan dari sekolah, bukan sebagai penunjang tetapi menjadi tugas pokok, dan kalau mereka mogok mengajar bisa-bisa sekolah di Kota Bekasi lumpuh total.

Jadi, idelanya dengan perhitungan rasio guru dengan sekolah dan siswa, seharusnya status guru harus menjadi PNS, bukan PPPK, karena PPPK mirip atau sama dengan outsourcing titik.

(bang imam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi