LAMAN

Selasa, 08 Maret 2011

Andi Sudirman, Penjaga Pintu Air yang Bangga Jadi 'Maskot'

Foto: mawarbiru.net
Jakarta - Andi Sudirman sehari-hari berkecimpung di 'dunia perairan'. Maklum pekerjannya selama hampir 24 tahun adalah menjaga pintu air Katulampa Bogor. Setelah lebih dari dua dekade bekerja, betapa senangnya dia bisa kuliah lagi dan menyandang gelar 'maskot' alias mahasiswa kolot.

"Alhamdulillah Pak Andi bisa jadi maskot alias mahasiswa kolot (tua) dengan biaya sendiri. Tahun 2007 mulai kuliah dan beres kuliah tahun 2010," ujar Andi saat berbincang-bincang dengan detikcom, Selasa (8/3/2011).

Pria kelahiran 17 Juli 1967 ini, menjadi petugas di Pintu Air Katulampa Bogor sejak 1987. Kala itu, dia belum lama lulus dari bangku SMA. Keinginan awalnya adalah menjadi seorang marinir, sayang dia tidak lulus dalam tes penerimaan.


"Lalu menjadi tenaga honorer di Bendung Katulampa. Nggak apa-apalah nggak jadi marinir, di bendung juga kerjanya masih di air juga," seloroh Andi sambil terkekeh.

Puluhan tahun lalu, dia sempat iri melihat beberapa temannya yang bisa melanjutkan kuliah dengan gampang. Tidak harus pusing memikirkan biaya kuliah. Sementara Andi remaja harus memendam keinginannya meneruskan pendidikan. Impian kuliah hanya bisa dipendam sendiri.

"Saya iri dengan orang-orang yang bisa kuliah. Sewaktu pengangkatan (PNS) gagal. Yang lolos yang muda, yang sarjana. Kalau melihat mereka saya iri, minder. Sempat kesal juga. Tapi saya pikir, ini mungkin belum waktunya buat saya kuliah dan diangkat PNS," tutur sulung dari 5 bersaudara ini.

Dia yakin benar, segala sesuatu tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Segala hal yang terjadi di dunia ini tidak lepas dari sekenario besar Sang Pencipta. Bagi Andi, jika dirinya yakin dengan sesuatu dan dibarengi dengan ikhtiar, pasti Tuhan akan memberi jalan.

"Saya jalani saja semua dengan ikhlas dan syukur. Setelah menunggu 20 tahun, akhirnya saya diangkat juga jadi PNS. Mungkin memang ini jalan saya," imbuh Andi.

Pada tahun 2007, Andi diangkat menjadi PNS. Setelah itu, dia pun melanjutkan kuliahnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syamsul Ulum, Sukabumi, Jawa Barat. Dengan tabungan yang dimiliki, dia membiayai kuliahnya.

Kendati tertatih-tatih membiayai pendidikannya, namun Andi merasa beruntung. Sebab di luar sana ada banyak orang yang sama sekali tidak bisa meneruskan pendidikan dan bahkan tidak bisa bersekolah sama sekali. Dia pun mendapat dukungan dari atasannya untuk menyelesaikan kuliahnya.

Setiap Kamis dan Jumat, Andi kuliah pukul 16.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB. Sedangkan di hari Sabtu atau Minggu, kuliah diikutinya sejak pukul 08.00 WIB hingga 13.00 WIB. Kuliah biasanya digelar Gelanggang Olah Raga Bogor, namun sepekan sekali dia dan mahasiswa lainnya diminta datang ke kampus pusat di Sukabumi.

"Sebenarnya tahun 2006 saya pernah kuliah, tapi nggak terus karena kendala biaya. Lalu pada 2007 baru mulai lagi, meskipun maskot dan tersendat-sendat tapi akhirnya bisa selesai juga. Saya alhamdulillah sekali," tutur Andi.

Meski kuliah, Andi tidak meninggalkan tanggung jawabnya memantau pintu air. Bila hujan sedang deras-derasnya, dia terpaksa tidak kuliah dan memantau perkembangan air guna memberikan informasi dan laporan kepada masyarakat dan kepada pemantau pintu air lainnya.

"Tugas saya mencatat tinggi permukaan air lalu dilaporkan per hari, memonitor curah hujan di hulu, pola tanam di Bogor, Depok, Jakarta. Juga menjaga operasional dan pemeliharaan bendung. 24 Jam memonitor," terang pria yang suka menyantap aneka sate ini.

Disampaikannya, tugas penjaga pintu air itu tidak mengenal waktu. Apalagi jika banjir datang, maka dia harus benar-benar stand by. Saat hujan, dia dan petugas lainnya terkadang harus basah kuyup lantaran mengecek kondisi lapangan. Pekerjaan itu dilakoninya dengan senang hati.

"Mungkin semakin semangat kerja karena informasi ini kan berguna juga buat saudara, buat masyarakat banyak. Dengan informasi itu, bisa ada antisipasi di daerah-daerah rawan banjir," sambungnya.

Karena menjadi penjaga pintu air, maka Andi dan keluarganya harus tinggal di sekitar bendungan. Ini menjadi pilihan Andi, jika tidak maka dia tidak bisa maksimal memantau debit air.

Andi semakin merasa beruntung ketika pada 2008 diberi kesempatan umroh sebagai bentuk penghargaan dari Gubernur Jawa Barat kala itu, Danny Setiawan. Sepulang dari umroh, kebahagiaan Andi semakin lengkap dengan kelahiran anak ketiganya.

"Saya sudah lama ingin punya anak perempuan. Setelah menunggu 12 tahun diberi juga," ucapnya gembira.

Kini anak-anak Andi beranjak besar. Andi ingin, kelak anak-anaknya pun bisa menjadi sarjana. Dia mengangankan ketiga buah hatinya bisa kuliah tanpa halangan. Karena itu, sedikit demi sedikit sebagian penghasilannya disisihkan untuk masa depan anak-anaknya.

Selepas meraih gelar sarjana, Andi mendapat tawaran di kantor pusat. Menurutnya, proses regenerasi tengah berjalan. Dia berharap, penggantinya kelak bisa trus bersemangat dan ikhlas mengabdi pada masyarakat. Jika suatu pekerjaan dijalani dengan sepenuh hati, pasti semua akan terasa menyenangkan meski seberat apa pun.

"Ternyata nggak ada yang sia-sia. Kalau ada niat, semua bisa diusahakan," ucap Andi.

Andi tidak takut bermimpi, bahkan dia juga tidak takut bangun untuk mewujudkan mimpinya. Seperti yang ditulis novelis Andrea Hirata, "Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu". (vit/fay)

Sumber : Detiknews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi