LAMAN

Senin, 02 April 2018

5 Kendala Pengangkatan Guru Honorer Menjadi CPNS Tahun 2018

Oleh : Tengku Imam Kobul Moh Yahya S

Wacana pengangkatan Guru Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) hingga tahun 2018 ini masih banyak kendala yang mengganjal pemerintah. Sayang, berbagai kendala tersebut belum terpecahkan hingga sekarang ini. Sehingga tidak heran, sejak pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla di tahun 2014 hingga tahun 2018 ini belum ada pengangkatan Tenaga Honorer menjadi ASN PNS.

Tengku Imam Kobul Moh Yahya S, selaku Direktur Sosial dan Pendidikan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sapulidi di Bekasi pada awal April ini mengakui setidaknya ada 5 hal yang menjadi kendala pemerintah untuk mengangkat Guru Honorer khususnya menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).

Menurut Bang Imam, panggilan akrab pemerhati pendidikan ini, kendala utama proses pengangkatan umumnya berada ditangan pemerintah.

"Dari 5 kendala yang kami verifikasi dilapangan, empat diantaranya merupakan kendala yang menjadi kewenangan pemerintah. Hanya 1 kendala yang berasal dari guru honorer," jelas Bang Imam di Bekasi, 2 April 2018.

Keempat kendala dari pemerintah antara lain adalah; 1). hingga saat ini belum ada regulasi/aturan soal pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS. Kemudian kendala berikutnya, yang 2). terbatasnya kemampuan keuangan pemerintah untuk mengangkat honorer menjadi CPNS, 3). saat ini guru masih menjadi pegawai daerah yang mengakibatkan ada perlakuan perbedaan setiap daerah dalam pengangkatannya. 

"Sedangkan yang keempat adalah komitmen pemerintah dalam mensejahterakan utamanya guru masih rendah. Jadi, kendala ini akan segera teratasi bila pemerintah memiliki komitmen untuk mengangkat harkat, martabat dan kesejahteraan guru melalui perubahan status dari honorer menjadi PNS," ungkapnya.

Sementara itu satu-satunya kendala pengangkatan guru honorer menjadi CPNS yang berasal dari dirinya sendiri hanya soal kualifikasi pendidikan yang dipersyaratkan dan ijazah guru masih banyak yang tidak linear dengan yang diampunya saat ini. 

Berikut ini penjelasan beberapa kendala Guru Honorer terganjal menjadi CPNS :

1. Belum Ada Regulasi (Aturan)

Kita semua sudah tahu dong, hingga saat ini Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara atau UU ASN hanya menyebutkan 2 kelompok kepegawaian di Indonesia. Kelompok tersebut adalah PNS atau Pegawai Negeri Sipil dan PPPK atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.

Padahal kita juga semua sudah pada tahu kalau penyebutan tenaga honorer diseluruh Indonesia masih berbeda-beda yang tentunya dengan perbedaan itu menjadi masalah tersendiri karena sudah tidak sesuai dengan peraturan yang ada. 

Sebagai contoh, untuk penyebutan tenaga honorer di lingkungan pendidikan misalnya. Ada yang disebut dengan GTK Honorer, TKK, GTT, Guru Honda hingga Guru Bantu (GB). Dari perbedaan penyebutan dan istilah pada guru honorer dapat dipastikan juga akan berpengaruh kepada pendapatan atau gaji yang diperoleh.

Padahal, sekalipun dengan gaji yang diperoleh tidak sama dan jauh dari berkecukupan, tugas dan tanggung jawab mereka dituntut sama dengan pegawai ASN yang sudah PNS. Termasuk kualifikasi pendidikannya yang minimal D4/S1.

Proses pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS yang terakhir kalinya dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.

Saat ini memang ada wacana untuk melakukan revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN agar dimasukkannya aturan soal nasib Tenaga Honorer dan segera diangkat menjadi CPNS. Tetapi, ya...namanya juga wacana tentu itu hanya angan-angan dan tidak mudah untuk direalisasikan.

"Wacana itu sudah muncul sejak kampanye pemilihan presiden 2014 lalu atau 4 tahun lalu. Hanya hingga saat ini kampanye dan janji itu tidak mudah direalisasikan. Entah apa yang menjadi pertimbangan pemerintah," kata Bang Imam.

2. Kemampuan Keuangan Pemerintah

Kendala berikutnya yang selalu didengung-dengungkan pemerintah adalah ketidakmampuan pemerintah menyediakan anggaran untuk pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS. Ya... ini selalu menjadi alasan klasik. Maka tidak heran kalaupun ada janji-janji untuk mengangkat honorer menjadi CPNS tahun 2018, kenyataannya tidak ada terlihat mata anggaran pada APBN 2018.

Wacana yang dibicarakan saat ini misalnya, apabila tenaga honorer yang sekitar 439 ribu itu diangkat menjadi CPNS, perlu ada dana sekitar Rp. 23 triliun. Pemerintah mengaku tidak memiliki dana tersedia sebanyak itu.

Karenanya, kalaupun ada wacana untuk revisi UU ASN, tetapi tidak diimbangi dengan komitmen penyediaan anggaran, tentunya revisi ini akan menjadi sia-sia belaka. Toh, nanti alasan pemerintah tetap saja klise, walau ada amanat UU, tetapi uangnya tidak ada, tentu mobil tidak bisa jalan.

3. Guru Pegawai Daerah

Idealnya memang, tanggung jawab guru dan tenaga kependidikan itu berada di Pemerintah Pusat. Hal ini agar proses pengangkatan, standarisasi dan kualifikasi dan penyebaran serta distribusi mudah dilakukan oleh pemerintah.

Sebab, saat ini dengan posisi guru menjadi pegawai daerah baik di provinsi (guru SMA/SMK dan Pendidikan Khusus) dan kabupaten/kota (guru PAUD, SD dan SMP) mengakibatkan tidak maksimalnya pembinaan dan kesejahteraan guru. Hal ini akibat setiap daerah memiliki perbedaan kemampuan anggaran dan perbedaan aturan serta prioritas pembangunan.

Sebetulnya, jika mengacu kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan guru dipersyaratkan dikembalikan ke pusat, atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Karena jika tetap guru menjadi kewenangan daerah, maka pasti ada perbedaan kemampuan dan prioritas daerah. Sementara kebutuhan guru setiap tahun terus meningkat.

Apalagi dalam aturan pemerintah, daerah yang anggaran belanja pegawainya sudah melebihi 50% dari APBD tidak akan mendapatkan kuota CPNS. Sekalipun, mereka sangat kekurangan guru misalnya.

Sehingga yang terjadi di daerah, pemerintah kabupaten/kota dan provinsi mengangkat guru menjadi tenaga kontrak, guru tidak tetap dan guru honorer daerah. Akibatnya, sekalipun persyaratan dengan kualifikasi minimal D4/S1, tetapi gaji yang diterima masih sama dengan lulusan SD atau dibawah UMR daerah tersebut.

"Hemat saya sih, guru dan tenaga kependidikan dikembalikan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sementara satuan pendidikan silahkan tetap menjadi tanggung jawab daerah," ujar Bang Imam lagi.

4. Kualifikasi Pendidikan 

Nah, satu-satunya kendala pengangkatan guru honorer menjadi CPNS lebih banyak terkendala pada kualifikasi pendidikan dan ketidak-linear-nya dengan tugas yang diampunya saat ini. 

Sekalipun sudah diamanatkan Undang-Undang tentang kualifikasi guru minimal D4/S1, tetapi masih banyak guru yang belum sarjana.

Catatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2017 misalnya, dari 1.485.602 guru SD, masih ada 208.158 guru yang belum berijazah sarjana. Untuk jenjang SMP guru yang belum sarjana sebanyak 42.986 orang, SMA 8.034 orang, SMK 15.919 orang, dan SLB sebanyak 2.758 orang.

Sehingga apabila dijumlahkan keseluruhan masih ada 277.855 guru yang belum bergelar sarjana atau minimal D4/S1.

Hal kendala lainnya adalah sekalipun guru sudah bergelar sarjana, tetapi masih banyak yang tidak linear dengan tugas yang diampunya. Misalkan, di jenjang SD masih banyak guru-guru yang mengajar padahal ijazahnya sarjana ekonomi. Sementara persyaratan menjadi guru SD minimal sarjana S.Pd SD atau S.Ag SD. Begitu juga yang terjadi pada jenjang SMP, SMA, SMK dan SLB.

"Saat ini sih, guru-guru sedang melanjutkan studi untuk menjadi sarjana. Beberapa diantaranya malah sudah lulus dan bahkan guru honorer sudah banyak yang bergelar S2 dan S3," terang Bang Imam.

5. Komitmen Pemerintah

Bicara yang paling ditunggu-tunggu guru honorer dan tenaga honorer lainnya adalah masalah komitmen pemerintah. Sekalipun ada 4 kendala diatas menjadi persoalan, tentu jika pemerintah memiliki komitmen tinggi akan mudah diatasi.

"Waktu itu wacananya kan tenaga honorer akan diangkat secara bertahap hingga selesai tahun 2019. Logikanya, apabila diangkat secara bertahap yang tenaga honorer kategori dua (HK2) yang tersisa sekitar 438.593 orang, diangkat tiap tahun 100 ribu orang, maka dalam jangka 4 tahun tenaga honorer sudah selesai permasalahannya," kata Bang Imam yang tinggal di Bekasi ini.

Tetapi, karena komitmen pemerintah belum ada untuk mengangkat tenaga honorer, jadilah isu honorer hanya jualan saat kampanye saja. Karena sudah mendekati pemilihan presiden tahun 2019, isu pengangkatan tenaga honorer kembali menggema.

Padahal, tentu kita sudah tahu kalau ini hanya basa-basi untuk jualan saja. Sebab, seluruh kendala yang sudah saya bahas diatas tadi, belum satupun diselesaikan oleh pemerintah.

Jadi, jika ada wacana mau mengakat honorer menjadi CPNS, maklum saja karena sudah mendekati pemilu.

"Saya tentu masih berharap agar wacana ini terealisasi. Kita nunggu Nawa Cita Presiden untuk mengangkat Tenaga Honorer menjadi CPNS," ungkap Bang Imam.

*Tengku Imam Kobul Moh Yahya S adalah Direktur Sosial dan Pendidikan LSM Sapulidi dan pemerhati pendidikan, tinggal di Kota Bekasi


BACA JUGA :

Ini Data Guru Honorer di Indonesia Tahun 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi