LAMAN

Senin, 07 Agustus 2017

BEGINI MENSIASATI PEMENUHAN ANGGARAN PENDIDIKAN MENENGAH

BOS SMA/SMK Rp. 1.400.000,- per siswa per tahun dari APBN

*Oleh : Tengku Imam Kobul Moh Yahya S

Dahulu pada awalnya diluncurkan dana BOS tahun 2005, istilah 'BOS' lebih diterjemahkan menjadi 'Biaya Operasional Sekolah'. Maksudnya, agar seluruh biaya operasional sekolah sudah dapat ditanggung dari dana BOS.

Namun saat ini 'BOS' sudah diterjemahkan lain, yakni menjadi 'Bantuan Operasional Sekolah'. Artinya, BOS hanya mampu membantu dan tidak dapat membiayai operasional pendidikan secara keseluruhan, benarkah ????

Bila saya mencoba membaca juknis BOS tahun 2017 revisi pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah, maka tujuan BOS untuk SMA/SMALB/SMK ditujukan untuk 6 hal pokok, diantaranya :
  • membantu penyediaan pendanaan biaya operasi non personil sekolah, akan tetapi masih ada beberapa pembiayaan personil yang masih dapat dibayarkan dari dana BOS;
  • meningkatkan angka partisipasi kasar (APK);
  • mengurangi angka putus sekolah (APS);
  • mewujudkan keberpihakan Pemerintah Pusat (affirmative action) bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu dengan membebaskan (fee waive) dan/atau membantu (discount fee) tagihan biaya sekolah dan biaya lainnya di SMA/SMALB/SMK sekolah;
  • memberikan kesempatan yang setara (equal opportunity) bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu untuk mendapatkan layanan pendidikan yang terjangkau dan bermutu;
  • meningkatkan kualitas proses pembelajaran di sekolah.
Dari 6 poin diatas tujuan pembiayaan 'BOS' dapat disimpulkan sementara bahwa biaya sekolah pada jenjang SMA/SMALB/SMK tidak dapat di gratiskan alias masih harus 'bayar'. Kecuali bagi siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu alias miskin dapat dikecualikan.

Hal ini pun (terhadap siswa miskin) sudah dibantu dengan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan fasilitas lain yang melekat pada orang tuanya yang masuk radar pemerintah dalam program Keluarga Harapan.

Sehingga dana BOS di SMA/SMALB/SMK hanya bersifat bantuan, bukan termsuk program pendidikan gratis. Bila ada kata gratis biaya SMA/SMK, maka biasanya di subsidi oleh Pemerintah Daerah baik Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Saat ini dana BOS untuk jenjang SMA/SMK dari APBN hanya sekitar Rp. 1.400.000,- per siswa per tahun. Dana ini juga dibayarkan atau dicarikan sebanyak 4 triwulan atau 2 semester untuk daerah tertinggal, terluar dan terpencil (3T).

Catatan lain yang harus diperhatikan, bahwa SMA/SMK negeri tidak boleh menolak dana BOS. Sedang untuk SMA/SMK Swasta boleh menolak atau tidak menerima dana BOS, asalkan sekolah tersebut memperoleh persetujuan orang tua melalui Komite Sekolah dan menjamin kelangsungan pendidikan siswa yang berasal dari keluarga miskin.

Intinya, bagi sekolah swasta yang menolak dana BOS harus melalui persetujuan Komite Sekolah. Dan bila ada siswa miskin harus menjamin siswa tersebut bebas dari segala macam pembiayaan alias gratis atau subsidi silang.

Dalam mengelola dana BOS, sekolah wajib menjalankan dengan prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS). Manajemen Berbasis Sekolah dalam pengelolaan dana BOS dilakukan dengan cara memberikan kebebasan sekolah dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan program yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sekolah di daerah masing-masing.

Sehingga harus dipastikan bahwa penggunaan dana BOS hanya untuk kepentingan peningkatan pelayanan pendidikan yang tidak dapat di interfensi oleh siapapun. Pengelolaan dana BOS dilakukan langsung oleh sekolah dengan membuka rekening atas nama sekolah, termasuk sekolah swasta yang dana BOS-nya terpisah dari interfensi Yayasan.

Pengelolaan dana BOS spenuhnya menjadi tanggung jawab sekolah yang menyertakan dewan guru dan Komite Sekolah dalam pengelolaan dan pemanfaatannya sesuai dengan prinsip MBS.

Untuk dapat mengelola dana BOS berdasarkan prinsip MBS, maka sekolah SMA/SMK harus melakukan hal-hal sebagai berikut :

1). mengelola dana secara profesional dengan menerapkan prinsip efesien, efektif, akuntabel, dan transparan;

2). melakukan evaluasi setiap tahun;

3). menyusun rencana kerja jangka menengah (RKJM), rencana kerja tahunan (RKT), dan rencana kegiatan dan anggaran sekolah (RKAS), dengan ketentuan :
  • RKAS memuat BOS
  • RKJM disusun setiap 4 tahun
  • RKJM, RKT, dan RKAS disusun berdasarkan hasil evaluasi diri sekolah
  • RKJM, RKT, RKAS harus disetujui dalam rapat dewan guru setelah memperhatikan pertimbangan Komite Sekolah dan disahkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi.
Menariknya, sekalipun sudah tersusun dengan baik penggunaan dana BOS, toh masyarakat atau orang tua siswa masih bingung dan terbengong-bengong dengan ulah sekolah menyampaikan berbagai pungutan atau sumbangan awal tahun. 

Artinya, komunikasi dan transfaransi di sekolah kurang terbuka, sehingga orang tua selalu curiga, kok sudah ada dana BOS, masih saja ada pungutan. Bahkan, yang sekolah di SMA/SMK Negeri yang notabene milik pemerintah, kenapa masih ada sumbangan pembangunan atau uang gedung!!!

Beberapa catatan pengamat dan pemerhati pendidikan, setidaknya ada 7 jenis biaya yang selalu menjerat orang tua siswa di awal tahun ajaran baru. Nah, 7 jenis biaya ini justru berpotensi menjadi ajang pungli yang dilakukan oleh oknum kepala sekolah, komite sekolah, dan wali kelas.

Ketujuh jenis biaya tersebut adalah;
  1. sumbangan pengembangan sekolah (SPS) atau uang gedung dan SPP;
  2. pengadaan seragam sekolah (seragam putih-putih, putih-abu-abu, pramuka, olahraga, baju koko, baju daerah/batik, sepatu, tas, ikat pinggang dan atribut yang melekat pada seragam sekolah untuk identitas sekolah);
  3. pengadaan LKS atau modul pengayaan (sekalipun sudah ada pembiayaan pembelian buku, beberapa sekolah masih memerlukan buku referensi dan buku pengayaan untuk mempertajam penggambaran metode kurikulum yang diajarkan dan disediakan pemerintah);
  4. biaya les atau tambahan pelajaran (umumnya diadakan jelang ujian);
  5. iuran kebersihan dan kemanan;
  6. biaya studi tour; dan
  7. wisudah kelulusan.
Biaya-biaya diatas tentu sebagiannya bukan merupakan biaya operasional sekolah, tetapi menjadi biaya personil. Artinya, masih harus ditanggung oleh orang tua/walinya. Masalahnya sekarang, biaya operasional dan biaya personil (non operasional) di saat tahun ajaran baru di satukan menjadi kewajiban orang tua yang harus dibayarkan pada saat anak baru masuk sekolah awal.

Sehingga muncullah nilai yang cukup fantastis, kalau di sekolah SMA/SMK Negeri rata-rata antara Rp 2 juta hingga Rp. 4 juta setiap anak. Sedangkan di SMA/SMK Swasta mencapai puluhan juta rupiah.

Sebagai salah satu konsultan dan pemerhati pendidikan, saya sependapat dengan acuan pemerintah bahwa pendidikan itu bukan saja tanggung jawab pemerintah, melainkan juga menjadi tanggung jawab masyarakat, dunia usaha dan orang tua tentunya.

Hanya saja, metode dan tata cara sekolah dalam melakukan 'pungutan liar' atau 'pungutan setengah liar' karena di klaim sudah melalui musyawarah dewan guru dan persetujuan Komite Sekolah kerap berujung pada masalah dan menjadi keberatan orang tua.

Agar hal ini tidak selalu terjadi pada tiap awal tahun ajaran baru, dan orang tua tidak merasa dijebak oleh SMA/SMK Negeri, maka pelaksanaan pembuatan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) harus dilakukan se transparan mungkin.

Caranya, sekolah, dewan guru dan Komite Sekolah yang sudah terbentuk harus terlebih dahulu menyusun RKAS. Dalam penyusunan RKAS, harus memperhatikan kebutuhan prioritas, keunggulan sekolah (tematik), kondisi daerah, kondisi orang tua dan pemanfaatan anggaran.

Dalam menetapkan prioritas maka biaya-biaya yang muncul dalam RKAS harus mengutamakan sumber pembiayaan awal yang berasal dari dana BOS dan BOSDA. Selanjutnya, kekurangan biaya baru dikomunikasikan dengan dewan guru, Komite Sekolah dan orang tua.

Bila kondisi daerah, orang tua dirasa kurang mampu menutupi kekurangan anggaran pada RKAS, maka diploting kembali skala prioritas tahunan, dan sisanya dapat dianggarkan tahun berikutnya. Yang paling penting dalam menyusun RKAS harus terpenuhi sasaran dalam pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan atau sesuai dengan standar sekolah saat ini.

Apabila tetap masih ada kebutuhan yang mendesak dan dirasakan akan mengganggu proses belajar mengajar, sementara dana BOS dan BOSDA tidak mampu memenuhi pembiayaannya, maka dapat dimusyawarahkan dengan orang tua, dengan memberikan pilihan apakah subsidi silang (yang mampu didahulukan untuk membiayai kebutuhan) atau dilakukan dengan penawaran orang tua mencicil kekurangan biaya dalam RKAS.

Misalnya untuk pengadaan laboratorium komputer apabila kebutuhan sebanyak 40 buah, maka dapat dicicil setiap tahun hanya 10 komputer saja. Sama halnya dengan kebutuhan lain seperti pembangungan ruang kelas, rehab ruang kelas dan pembangunan sarana lainnya serta penunjang ekstrakurikuler pembiayaannya dapat diposkan tidak dalam awal tahun baru.

Tetapi, dapat dicicil per bulan atau per tahun sesuai dengan Rencana Kerja Jangka Menengah Sekolah (RKJMS) yang dibuatkan selama 4 tahun.

Yang jadi persoalan saat ini adalah, umumnya sekolah dan Komite Sekolah menyamakan pembiayaan antara biaya operasional dan biaya personil sekolah. Karena disatukan dan ditagih seluruhnya diawal tahun ajaran baru, sehingga jumlahnya menjadi sangat banyak dan mencapai jutaan rupiah.

Padahal, kebutuhan awal tahun ajaran baru yang lebih utama adalah memastikan proses belajar mengajar berlangsung sesuai dengan standar yang dicapai oleh sekolah apakah SPM/SNP dan siswa memiliki peralatan dan seragam sekolah.

Sehingga, pada dasarnya kebutuhan biaya operasional sekolah sudah tercukupi dengan dana BOS dan biaya personil siswa akan diusahakan oleh orang tua/walinya, karena biaya personil seperti seragam dan alat tulis memang menjadi tanggung jawab orang tua/wali.

Bila ada anggaran pada RKAS yang tidak mampu dibiayai dari dana BOS dan BOSDA, sebaiknya dikomunikasikan dan disesuaikan dengan kondisi kemampuan orang tua, kondisi daerah, keunggulan sekolah dan SDM guru serta membuat skala prioritas yang tertuang dalam RKAS, RKJM Sekolah. Sehingga tidak memberatkan orang tua/walinya.

Idealnya, di awal tahun ajaran baru siswa hanya dibutuhkan untuk membeli seragam dan kalau ada pembayaran SPP awal tahun. Sedangkan biaya lain dapat dikomunikasikan kemudian, namun terlebih dahulu dipaparkan RKAS nya, sehingga orang tua juga dapat memberikan masukan soal kemajuan dan prioritas sekolah.

Saya percaya, orang tua juga ingin sekolahnya bagus, maju dan berkualitas, agar menunjang prestasi anaknya. Karena dengan konsekwensi orang tua menitipkan anak di sekolah yang dia harapkan harus berkualitas dan bermutu...

Semoga berbagai pungutan-pungutan di sekolah bukan dibuat-buat dan menjadi bancakan oknum guru, kepala sekolah dan Komite Sekolah, tetapi merupakan benar-benar kebutuhan prioritas untuk mengembangkan kreatifitas siswa menjadi siswa yang berprestasi dan kelak akan menjadi pemimpin yang jujur, baik dan berakhlak, Amiin...

*Tengku Imam Kobul Moh. Yahya S adalah Konsultan dan Pemerhati Pendidikan, saat ini tinggal di Bekasi  

#BangImamBerbagi #Pungli #SMA #SMK #BOS #2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi