LAMAN

Kamis, 27 Oktober 2016

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 adalah undang-undang yang mengatur soal masalah pendidikan pertama di Indonesia. 

Berikut isi lengkap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 :

UNDANG-UNDANG 1950 NO.4

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : bahwa perlu ditetapkan dasar-dasar pendidikan dan pengadjaran disekolah didalam Nagara Republik Indonesia, agar pendidikan dan pengadjaran itu dapat diselenggarakan sesuai dengan tjita-tjita nasional bangsa Indonesia;

Mengingat : akan pasal 20, 31pasal II dan IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar dan Maklumat Wakil Presiden tanggal 16 Oktober 1945 No.X;

Dengan Persetudjuan Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat;

Memutuskan :

Menetapkan peraturan sebagai berikut:

UNDANG-UNDANG TENTANG DASAR-DASAR PENDIDIKAN DAN PENGADJARAN DISEKOLAH


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
1. Undang-Undang ini berlaku untuk pendidikan dan pengadjaran disekolah.
2. Jang dimaksud dengan pendidikan dan pengadjaran disekolah ialah pendidikan dan pengadjaran jang diberikan bersama-sama kepada murid-murid jang berdjumlah sepuluh orang atau lebih.

Pasal 2
1. Undang-Undang ini tidak berlaku untuk pendidikan dan pengadjaran disekolah-sekolah agama dan pendidikan masjarakat.
2.  Pendidikan dan pengadjaran disekolah-sekolah agama dan pendidikan masjarakat masing-masing ditetapkan dalam Undang-undang lain.

BAB II
TENTANG TUDJUAN PENDIDIKAN DAN PENGADJARAN

Pasal 3
Tudjuan pendidikan dan pengadjaran ialah membentuk manusia susila jang tjakap dan warga negara jang demokratis serta bertanggung djawab tentang kesedjahteraan masjarakat dan tanah air.

BAB III
TENTANG DASAR-DASAR PENDIDIKAN DAN PENGADJARAN

Pasal 4
Pendidikan dan pengadjaran berdasar atas asas-asas jang termaktub dalam Pantja Sila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan atas kebudjaan bangsa Indonesia.

BAB IV 
TENTANG BAHASA

Pasal 5
1. Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan adalah bahasa pengantar disekolah-sekolah diseluruh Republik Indonesia.
2. Ditaman kanak-kanak dan tiga kelas jang terendah disekolah rendah bahasa daerah boleh dipergunakan sebagai bahasa pengantar.

BAB V
TENTANG DJENIS PENDIDIKAN DAN PENGADJARAN DAN MAKSUDNJA

Pasal 6
1. Menurut djenisnja maka pendidikan dan pengadjaran dibagi atas :
a. pendidikan dan pengadjaran taman kanak2
b. pendidikan dan pengadjaran rendah,
c. pendidikan dan pengadjaran menengah,
d. pendidikan dan pengadjaran tinggi.
2. Pendidikan dan pengadjaran luar biasa diberikan dengan chusus untuk mereka jang membutuhkan.

Pasal 7
1. Pendidikan dan pengadjaran taman kanak-kanak bermaksud menuntun tumbuhnja rochani dan djasmani kanak-kanak sebelum ia masuk sekolah rendah.
2. Penddiikan dan pengadjaran rendah bermaksud menuntun tumbuhnja rochani dan djasmani kanak-kanak, memberikan kesempatan kepadanja guna mengembangkan bakat dan kesukaannja masing-masing, dan memberikan dasar-dasar pengetahuan, ketjakapan dan ketangkasan, baik lahir maupun bathin.
3. Pendidikan dan pengadjaran menengah (umum dan vak) bermaksud melandjutkan dan meluaskan pendidikan dan pengadjaran jang diberikan sekolah rendah untuk mengembangkan tjita-tjita hidup serta membimbing kesanggupan murid sebagai anggota masjarakat, mendidik tenaga-tenaga ahli dalam pelbagai lapangan chusus sesuai dengan bakat masing-masing dan kebutuhan masjarakat dan/atau mempersiapkannja bagi pendidikan dan pengadjaran tinggi.
4. Pendidikan dan pengadjaran tinggi bermaksud memberi kesempatan kepada peladjar untuk mendjadi orang jang dapat memberi pimpinan didalam masjarakat dan jang dapat memelihara kemadjuan ilmu dan kemadjuan hidup kemasdjarakatan.
5. Pendidikan dan pengadjaran luar biasa bermaksud memberi pendidikan dan pengadjaran kepada orang-orang jang dalam keadaan kekurangan, baik djasmani maupun rochaninja, supaja mereka dapat memiliki kehidupan lahir bathin jang lajak.

Pasal 8
Peraturan-peraturan chusus untuk tiap djenis pendidikan dan pengadjaran ditetapkan dalam Undang-Undang.

BAB VI
TENTANG PENDIDIKAN DJASMANI

Pasal 9
Pendidikan djasmani jang menudju kepada keselarasan antara tumbuhnja badan dan perkembangan djiwa dan merupakan suatu usaha untuk membuat bangsa Indonesia mendjadi bangsa jang sehat dan kuat lahir bathin, diberikan pada segalah djenis sekolah.

BAB VII
TENTANG KEWADJIBAN BELADJAR

Pasal 10
1. Semua anak-anak jang sudah berumur 6 tahun berhak dan jang sudah berumur 8 tahun diwadjibkan beladjar disekolah, sedikitnja 6 tahun lamanja.
2. Beladjar disekolah agama jang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewadjiban beladjar.
3. Kewajiban beladjar itu diatur dalam Undang-undang jang tersendiri.

BAB VIII
TENTANG MENDIRIKAN DAN MENJELENGGARAKAN SEKOLAH-SEKOLAH

Pasal 11
1. Sekolah jang didirikan dan diselenggarakan oleh Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, disebut sekolah negeri.
2. Sekolah jang didirikan dan diselenggarakan oleh orang-orang atau badan-badan partikulir disebut sekolah partikulir.

Pasal 12
1. Sekolah-sekolah negeri --selain kursus-kursus dan sekolah-sekolah pulisi-- didirikan dan ditutup oleh Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan, atau oleh Pemerintah Daerah, djika sekolah-sekolah itu didirikan dan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.
2. Untuk mendirikan suatu sekolah negeri harus ada sekurang-kurangnja 30 orang murid.
3. Dalam keadaan istimewa Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan dapat mengadakan peraturan jang menjimpang dari ajat 2.

BAB IX
TENTANG SEKOLAH PARTIKULIR

Pasal 13
1. Atas dasar kebebasan tiap-tiap warga negara menganut sesuatu agama atau kejakinan hidup, maka kesempatan leluasa diberikan untuk mendirikan dan menjelenggarakan sekolah-sekolah partikulir.
2. Peraturan-peraturan jang chusus tentang sekolah-sekolah partikulir ditetapkan dalam Undang-undang.

Pasal 14
1. Sekolah-sekolah partikulir jang memenuhi sjarat-sjarat, dapat menerima subsidi dan Pemerintah untuk pembiajaanja.
2.  Sjarat-sjarat tersebut dalam ajat 1 dan peraturan pemberian subsidi ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

BAB X
TENTANG GURU-GURU

Pasal 15
Sjarat utama untuk menjadi guru, selain idjazah dan sjarat-sjarat jang mengenai kesehatan djasmani dan rochani, ialah sifat-sifat jang perlu untuk dapat memberi pendidikan dan pengadjaran seperti jang dimaksud dalam pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 dalam Undang-undang ini.

Pasal 16
Didalam sekolah, guru-guru harus menghormati tiap-tiap aliran agama atau kejakinan hidup.

BAB XI
TENTANG MURID-MURID

Pasal 17
Tiap-tiap warga negara Republik Indonesia mempunjai hak jang sama untuk diterima mendjadi murid suatu sekolah, djika memenuhi sjarat-sjarat jang ditetapkan untuk pendidikan dan pengadjaran pada sekolah itu.

Pasal 18
Peraturan-peraturan jang memuat sjarat-sjarat tentang penerimaan, penolakan dan pengeluaran murid-murid ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan.

Pasal 19
1. Murid-murid jang ternjata pandai, tetapi tidak mampu membajar biaja sekolah, dapat menerima sokongan dari Pemerintah, menurut aturan-aturan jang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan.
2. Untuk beberapa matjam sekolah dapat diadakan peraturan pemberian sokongan kepada murid-murid, dengan perdjandjian bahwa murid-murid itu sesudah tamat beladjar akan bekerdja dalam djawatan Pemerintah untuk waktu jang ditetapkan.

BAB XII
TENTANG PENGADJARAN AGAMA DISEKOLAH-SEKOLAH NEGERI

Pasal 20
1. Dalam sekolah-sekolah negeri peladjaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknja akan mengikuti peladjaran tersebut.     
2. Tjara menjelenggarakan peladjaran agama disekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan jang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.

BAB XIII
PENDIDIKAN TJAMCUPRAN DAN PENDIDIKAN TERPISAH

Pasal 21
1. Sekolah-sekolah negeri menerima murid-murid laki-laki dan perempuan, ketjuali sekolah-sekolah kepandaian (keachlian) jang chusus untuk murid-murid laki-laki atau murid-murid perempuan.
2. Kalau keadaan menghendakinja, diadakan pendidikan dan pengadjaran jang terpisah.

BAB XIV
TENTANG UANG SEKOLAH DAN ALAT-ALAT PELADJARAN

Pasal 22
Disekolah-sekolah rendah dan sekolah-sekolah luar biasa tidak dipungut uang sekolah maupun alat-alat peladjaran.

Pasal 23
Disemua sekolah negeri, ketjuali sekolah rendah dan sekolah luar biasa, murid-murid membajar uang sekolah jang ditetapkan menurut kekuatan orang tuanja.

Pasal 24
Untuk pendidikan pada beberapa sekolah menengah dan sekolah kepandaian (keachlian) murid-murid membajar sedjumlah uang pengganti pemakaian alat-alat peladjaran.

Pasal 25
Murid-murid jang ternjata pandai, tetapi tidak mampu membajar uang sekolah dan uang alat-alat peladjaran, dapat dibebaskan dan pembajaran biaja itu. Aturan tentang pembebasan ini ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan.

BAB XV
TENTANG LIBURAN SEKOLAH DAN HARI SEKOLAH

Pasal 26
1. Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan menetapkan tiap djenis sekolah negeri hari-han libur sekolah, dengan mengingat kepentingan pendidikan, faktor musim, kepentingan agama dan hari-hari raja kebangsaan.
2. Menteri Penddiikan, Pengadjaran dan Kebudajaan menetapkan untuk tiap djenis sekolah negeri djumlah sekurang-kurangnja dari pada hari sekolah satu tahun.
3. Sekolah-sekolah partikulir dapat mengatur hari liburannja sendiri dengan mengingat jang termaktub dalam ajat 1 dan 2 pasal ini.

BAB XVI
TENTANG PENGAWASAN DAN PEMELIHARAAN PENDIDIKAN DAN PENGADJARAN 

Pasal 27
1. Pengawasan pendidikan dan pengadjaran berarti memberi pimpinan kepada para guru untuk mentjapai kesempurnaan didalam pekerdjaannja.
2. Untuk tiap-tiap djenis sekolah atau beberapa djenis sekolah jang menurut isi pendidikannja termasuk dalam satu golongan dibentuk badan pemeriksa sekolah, jang diserahi pengawasan pendidikan dan pengadjaran sebagai jang tersebut dalam ajat 1.
3. Susunan dan kewadjiban badan pemeriksa sekolah ditetpakan oleh Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan.

Pasal 28
1. Hubungan antara sekolah dan orang-orang tua murid dipelihara sebaik-baiknja.
2. Untuk mewujudkan hubungan itu dibentuk Panitia Pembantu Pemelihara sekolah, terdiri atas beberapa orang tua murid-murid.
3. Susunan dan kewadjiban Panitia Pembantu Pemelihara Sekolah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan.

BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29
Peraturan-peraturan tentang pendidikan dan pengadjaran jang ada, jang bertentangan dengan isi undang-undang ini, batal sedjak undang-undang ini mulai berlaku.

Pasal 30
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Agar Undang-undang ini diketahui oleh umum, maka diperintahkan supaja diundangkan dalam Berita Negara.

Ditetapkan di Jogjakarta
pada tanggal 2 April 1950

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
(PEMANGKU DJABATAN SEMENTARA)

ASSAAT

MENTERI PENDIDIKAN, PENGADJARAN DAN KEBUDAJAAN

S. MANGUNSASKORO

Diundangkan
pada tanggal 5 April 1950

MENTERI KEHAKIMAN,

A. G. PRINGGODIGDO




PENDJELASAN UMUM.


1.Susunan Undang-Undang dan peraturan-pera.turan jang rnengenai pendidikan dan pengadjaran disekolah di Republik Indonesia akan sebagai berikut: dasar-dasar pendidikan dan pengadjaran disekolah ditetapkan lebih dahulu dalam suatu Undang-Undang. Dalam Undang-Undang itu dimuat pokok-pokok tentang dasar dan tudjuan pendidikan dan pengadjaran disekolah, djenis sekolah-sekolah, sikap Pernerintah terhadap sekolah partikulir, pengadjaran agama. disekolah negeri, sjarat-sjarat untuk diangkat sebagai guru, tundjangan kepada murid-murid, pemeriksaan sekolah-sekolah dan lain-lain sebagainja. Sesudah Undang-Undang tentang dasar-dasar pendidikan dan pengadjaran disekolah ditetapkan akan dibuat Undang-Undang tersendiri untuk Sekolah Rendah, Sekolah Menengah, Sekolah Vak dan Sekolah Tinggi, sebagal "organieke wet". Lain-lain hal jaug tidak begitu penting dapat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

2.Penetapan Undang-Undang tentang dasar-dasar pendidikan dan pengadjaran disekolah ini penting sekali, karena pendidikan dan pengadjaran akan mempengaruhi dikemudian han sifat-sifat rakjat umumnja, dan pemimpin-pemimpin jang akan timbul dari rakjat chususnja.

3.Bahwa dasar-dasar itu harus berlainan sama sekali dan dasar-dasar pendidikan dan péngadjaran didjaman Belanda, tak usah diterangkan dengan pandjang lebar.Karena pengadjaran didjaman Belanda itu pada umurnnja tidak berakar pada masjarakat Indonesia, rakjat kita tidak merasa, bahwa sekolah-sekolah itu kepunjaan mereka, Dengan konstruksi manapun djuga, tetap sekolah-sekolah itu mendjadi barang jang asing untuk rakjat Indonesia. Sifat jang kedua jang tampak sekali ialah, bahwa sekolah-sekolah itu hanja menerima sebagian ketjil dari rakjat Indonesia, dan terutama bagian atasan. Rakjat djelata umumnja tidak mendapat kesempatan menerima pendidikan dan pengadjaran disekolah.

4.Pendidikan dam pengadjaran di Republik Indonesia sebaliknja bersifat nasional dan demokratis. Tetapi tidak tjukup untuk mengatakan, bahwa pendidikan dan pengadjaran kita mengandung dua sifat itu. Masih ada bermajam-rnatjam hal jang harus ditetapkan. Untuk penétapan hal-hal itu, jang principieel djuga, perlulah didengar suara masjarakat, supaja ada kepastian, bahwa Undang-Undang ini sungguh-sungguh suatu pendjelmaan dari hasrat keinginan masjarakat. Karena didalam masjarakat kita ada beberapa aliran tentang matjam-matjam hal itu, sesuai dengan rnasjarakat jang demokratis.

5.Berhubung dengan hal jang tersebut diatas pada tanggal 11 Nopember 1947, dengan surat Putusan Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan No. 154/Jogja, dibentuk suatu panitia, jang disebut "Badan Penasehat Pembentukan Undang-Undang jang menetapkan dasar-dasar bagi Pendidikan dan Pengadjaran", jang harus memberikan nasehat kepada Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan pada pembuatan rentjana Undang-Undang tersebut tadi. Dalarn considerans dikatakan, bahwa untuk pembentukan Undang-Undang jang dimaksud diatas itu, perlu sekali didengar lebih dahulu pendapat-pendapat dari mereka jang dapat mewaki1i suatu aliran dalam lapangan pendidikan dan pengadjaran, dengan menghargai serta mengindahkan sepenuhnja hasil perundingan-perundingan didalam panitya Penjelidik Pengadjaran Republik Indonesia dan Badan Congres Pendidikan Indonesia.

6.Dua sifat terpenting dan pendidikan dan pengadjaran kita tersebut diatas tadi, jaitu nasional dan demokrasi, menghendaki pendjelasan lebih landjut.

7.Sering dikatakan, bahwa arti "pendidikan jang bersifat nasional" tidak djelas, sebab kebanjakan orang berpendapat, bahwa sifat nasional itupun harus nampak dalam bentuknja. Mereka jang berpendapat demikian itu menjangkal kemungkinan adanja pendidikan jang bersifat nasional, karena dalam bentuknja pada umumnja sekolah itu tidak dapat bersifat nasional, karena dalam bentuknja pada umumnja sekolah itu tidak dapat bersifat kebangsaan, bahkan harus menjesuaikan diri dengan susunan-susunan jang bersifat asing.
Akan tetapi jang kami maksudkan dengan "sifat nasional" itu mengenai isi dan djiwa pendidikan. Maka dari itu mungkin sekali agaknja pendidikan jang bersifat Perantjis, Inggeris, Arab, dll. sb., pendek kata jang bersifat kebangsaan. Sebagaimana masing-masing pendidikan nasional tersebut itu berdasar atas kebudajaannja nasional, begitu pula pendidikan nasional kita harus berdasarkan kebudajaan nasional Indonesia.

8.Keharusan untuk mendasarkan pendidikan kita atas kebudajaan kita sendiri, tidak berarti bahwa kita a priori menolak perkajaan kebudajaan kita itu oleh pengaruh kebudajaan asing. Sedjarah kebudajaan kita adalah mendjadi djaminan bahwa pendirian jang sempit itu tak akan terdjadi.
Tetapi sebaliknja pendidikan jang bersifat nasional, dus bersandarkan kebudajaan sendiri itu, harus dengan keinsjafan bermaksud mendjadi perisai terhadap bahaja "cultural bondage", jang pernah dialami bangsa kita dalam zaman kolonial jang tak kita ingini kembali lagi itu.

9.Karena itu dlalam pendidikan dan pengadjaran di Republik Indonesia diutamakan sifat nasional dalam arti bahwa pendidikan dan pengadjaran itu didasarkan atas kebudajaan kita sendiri. Dalam pendidikan jang demikian, pengadjaran sedjarah akan meudjadi pengadjaran jang penting sekali. Bermatjam-matjam peristiwa jang terdjadi dalam sedjarah kita harus ditindjau kembali, dengan mempeladjari sumber-sumber kita sendiri, sehingga dapat disusun kitab-kitab sedjarah Indonesia, jang bersifat lain dari pada djika dilihat dengan katja mata bangsa asing. Peristiwa-penistiwa jang dapat dibanggakan dan menundjukkan kedjajaan hangsa kita harus ditegaskan dengan sedjelasnja, sehingga menimbulkan rasa kepertjajaan atas diri sendiri pemuda-pemuda kita. Begitu pula, pengadjaran kesenian baik seni suara maupun, seni tari dan sebagainja. Dan hal jang lebih penting lagi, jang menjatakan betul sifat nasional pendidikan dinegara kita ialah mendjadinja bahasa Indonesia bahasa pengatur disemua sekolah-sekolah. Bahasa ialah alat menjatakan buah fikiran itu, tetapi selain dari semua itu ialah alat jang terpenting unuk menebalkan rasa nasional suatu bangsa. Walaupun prinsip bahwa bahasa pengatur disekolah-sekolah ialah bahasa Indonesia, diberi kompromi pada dasar psychologie, dengan demikian, bahwa ditiga kelas jang terendah dan sekolah-sekolah rendah bahasa pengatur ialah bahasa daerah.

10.Sifat jang kedua dari pendidikan Republik Indonesia ialah sifat demokrasi. Kanak-kanak jang dididik disekolah-sekolah setjara demokratis akan kemudian rnendjadi manusia jang demokratis pula. Pendidikan demokratis itu tidak sadja ternjata dalam pergaulan peladjar dan peladjar, peladjar dan pendidik, akan tetapi djuga dari tjara memberi pendidikan.
Pendidikan jang ditjita-tjtakan bukan supaja kanak-kanak bentindak lahir, dan bathin setjara jang diperintahkan, setjara imperatif, tetapi atas kemauan sendiri, atas rasa kemerdekaan dan initiatief sendiri. Baru djika tjita-tjita ini tertjapai dapat dikatakan bahwa pendidikan kita ialah demokratis. Tetapi harus ditanam djuga keinsjafan pada anak-anak bahwa kemerdekaan itu bukanlah anarchie. Perasaan dimana batasnja kemerdekaan dan dari mana mulainja anarchie, harus ditanam pada anak-anak.

11.Sebagai suatu akibat dan sifat demokrasi pendidikan kita iaiah terdjadinja prinsip, bahwa kekurangan biaja pada seorang peladjar tidak boleh mendjadi halangan untuk meneruskan peladjarannja. Untuk peladjar-peladjar jang tidak mampu Pemerintah menjediakan aturan-aturan tundjangan setjara studiebeurs, dienstverband, tundjangan asrama dsb., sehingga peladjar-peladjar tersebut dapat tertolong. Aturan pembajaran uang sekolah disekolah-sekolah landjutan tidak bertentangan dengan prinsip tadi, karena mereka jang mendapat tundjangan, dibebaskan djuga dari pembajaran uang sekolah.

12.Dan selandjutnja ternjata djuga sifat demokrasi pada kedudukan sekolah-sekolah partikulir. Kemerdekaan mendirikan sekolah-sekolah partikulir leluasa sekali, dan tiap-tiap golongan penganut-penganut suatu aliran dapat mendirikan sekolah partikulir, sedang Pemerintah bersedia memberi sokongan.

13.Haruslah diakui, bahwa keadaan masjarakat kita pada dewasa ini masih dalam proces pertumbuhan dan masih selalu berubah dengan tjepatnja. Lebih dan tiga abad lamanja masjarakat kita ditekan oleh kekuasaan pendjadjahan, sehingga tidak dapat tumbuh dengan sehat dan berkembang dengan semestinja. Baru tiga tahun dapatlah kita bergerak dengan leluasa dan merdeka. Karena itu tjorak masjarakat kita belum begitu tegas, masih mentjari djalan baru, masih akan berkembang. Undang-Undang jang disusun ini serupa dengan keadaan masjarakat kita. Beberapa fatsal masih menunggu kesempurnaannja.
Undang-Undang ini bermaksud meletakkan dasar-dasar baru bagi pendidikan dan pengadjaran jang sesuai dengan tjita-tjita kebangsaan. Kewadjiban Pemerintah ialah untuk memimpin dan memberi suatu pedoman jang tegas kearah mana masjarakat kita dalam lapangan pendidikan dan pengadjaran harus tumbuh, tepat seperti nama jang dipakai untuk Undang-Undang ini.

PENDJELASAN SEPASAL DEMI SEPASAL.

BAB I.
KETENTUAN UMUM.

Pasal 1
ajat 1: Tidak memerlukan pendjelasan lagi.
ajat 2:Pendidikan dan penadjaran jang diberikan bersama-sama berarti pendidikan dan pengadjaran jang diberikan kepada murid-murid pada waktu jang sama dan disatu tempat, dengan tak melihat apakah pendidikan itu diberikan diluar atau didalam suatu ruangan, dan diwaktu siang, petang atau malam hari.

Pasal 2
Tidak memerlukan pendjelasan lagi.

BAB II
TENTANG TUDJUAN PENDIDIKAN DAN PENGADJARAN.

Pasal 3
Pasal ini memuat tudjuan umum dan semua djenis sekolah dan jang harus mendjadi pedoman semua pendidikan dan pengadjaran.

BAB III.
TENTANG DASAR-DASAR PENDIDIKAN DAN PENGADJARAN.

Pasal 4
Dasar pendidikan dan pengadjaran harus sesuai dengan asas-asas negara sebagai jang termaktub dalam Undang-Undang Dasar Negara kita, jaitu jang lazim disebut dengan nama "Pantja Sila", dan harus berdasar pula atas kebudajaan kebangsaan, supaja pendidikan dan pengadjaran itu dapat memienuhi tugasnja dengan sebaik-baiknja.

BAB IV.
TENTANG BAHASA.

Pasal 5
ajat 1: Tidak memerlukan pendjelasan lagi.
ajat 2:Didalam kelas-kelas itu, bahasa daerah boieh dipergunakan sebagai bahasa pengantar, supaja pendidikan bagi anak-anak jang masih ketjil itu mendapat hasil jang sebaik-baiknja. Didalam daerah-daerah jang bahasanja tidak berapa djauh bedanja dari pada bahasa Indonesia, seperti umpamanja didaerah Minangkabau dan Djakarta, bahasa ini dipergunakan sebagai bahasa pengantar mulai dari kelas jang terendah.
Dimana bahasa daerah dipergunakan sebagai bahasa pengantar dikelas I-III sekolah rendah, dikelas-kelas itu bahasa Indonesia diadjarkan sebagai "verplicht leervak", dan peladjaran-peladjaran diberikan demikian, sehingga pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar mulai kelas IV tidak menemui kesulitan lagi.

BAB V.
TENTANG DJENIS PENDIDIKAN DAN PENGADJARAN
DAN MAKSUDNJA.

Pasal 6
Tidak memerlukan pendjelasan lagi.

Pasal 7
Pasal ini memuat tudjuan-tudjuan chusus tiap djenis pendidikan dan pengadjaran. Dengan dibagi-baginja pendidikan dan pengadjaran dalam beberapa djenis ini, tidaklah berarti, bahwa bagian-bagian itu berdiri sendiri-sendiri, jang satu terlepas dan pada jang lain. Semua djenis pendidikan itu merupakan satu kesatuan jang tak dapat dipisah-pisahkan satu sama lainnja.
ajat 1:bukan maksudnja pendidikan dan pengadjaran taman kanak-kanak itu untuk umpamanja mempersiapkan kanak-kanak bagi pendidikan rendah; melainkan untuk memberikan tuntunan kepada tumbuhnja djasmani dan rochani kanak-kanak itu berdasarkan sjarat-sjarat psychologisch.
ajat 2:tudjuan pendidikan dan pengadjaran disekolah rendah dapat dibagi atas dua bagian, jaitu pertama menjiapkan anak-anak untuk dapat menerima pendidikan dan pengadjaran, kedua memberikan kepada mereka dasar-dasar pengetahuan, ketjakapan dan ketangkasan. Pendidikan ini merupakan suatu pendidikan jang bulat, dan dapat dianggap sebagai suatu pendidikan minimum jang perlu bagi tiap-tiap manusia sebagai anggota masjarakat, dan sebagai warga negara.
ajat 3:diwaktu jang lampau antara pendidikan menengah vak dan umum diadakan perbedaan jang besar. Sekolah Menengah umum, jang mementingkan peladjaran-peladjaran theoretis, mempersiapkan peladjar-peladjar bagi perguruan tinggi, dan Sekolah Menengah vak mendidik tenaga-tenaga untuk bermatjam-matjam pekerdjaan kepandaian dan keachlian. Kemungkinan untuk terus kesekolah tinggi bagi mereka jang terachir ini tertutup sama sekali. Akibatnja ialah bahwa sebagian terbesar dari anak-anak kita memilih pendidikan menengah umum, dengan maksud supaja dapat meneruskan peladjarannja kesekolah tinggi. Sekolah-sekolah vak kurang mendapat perhatian, sehingga masiarakat kita sekarang kekurangan sekali tenaga-tenaga ahli jang tjakap, jang diperlukan guna pembangunan Negara.
Sistim diatas kita tinggalkan. Jang kita utamakan sekarang ialah pendidikan orang-orang jang dapat bekerdja. Baik sekolah menengah umum maupun sekolah menengah vak kedua-duanja bertudjuan mendidik tenaga-tenaga ahli jang dapat menunaikan kewadjibannja terhadap Negara. Dan dari kedua matjam pendidikan menengah itu dipilihlah orang-orang jang tertjakap untuk mengikuti peladjaran-peladjaran diperguruan tinggi.
ajat 4: mereka jang telah menerima pendidikan dan pengadjaran disekoiah tinggi harus dapat memberi pimpinan didalam masjarakat dalam semua lapangan hidup dan harus dapat pula memelihara serta memadjukan ilmu-ilmu pengetahuan.
ajat 5: orang-orang jang dalam keadaan kekurangan djasmani atau rochaninja ialah orang-orang jang buta, tuli, bisu, imbeciel, atau. jang mempunjai tjatjat-tjatjat djasmani atau rochani lainnja. Dalam keadaan jang sedemikian itu sudah selajaknja bahwa untuk keadilan sosial, mereka itu dipelihara dan dididik demikian sehingga ada kesempatan dan kemungkinan bagi mereka untuk memiliki kehidupan lahir maupun bathin jang lajak sebagai manusia, sudah barang tentu jang masih mungkin ditjapai olehnja.

Pasal 8
Undang-Undang chusus untuk tiap djenis pendidikan ini dapat dianggap sebagai "oganieke wetten" dari Undang-Undang pokok ini.

BAB VI.
TENTANG PENDIDIKAN DJASMANI.

Pasal 9
Untuk melaksanakan maksud dari pada Bab II pasal 3 tentang tudjuan pendidikan dan pengadjaran, maka pendidikan dan pengadjaran harüs meliputi kesatuan rochani-djasmani.
Pertumbuhan djiwa dan raga harus mendapat tuntunan jang menudju kearah keselarasan, agar tidak timbul penjebelahan kearah intellectualisme atau kearah perkuatan badan sadja.
Perkataan keselarasan mendjadi pedoman pula untuk mendjaga agar pendidikan djasmani tidak rnengasingkan diri dan pada pendidikan keseluruhan (totaalopvoeding).
Pendidikan djasmani merupakan usaha pula untuk membuat bangsa Indonesia sehat dan kuat lahir-bathin. Oleh karena itu pendidikan djasmani berkewadjiban djuga memadjukan dan memelihara kesehatan badan terutama dalam arti preventief tetapi djuga setjara correctief.
Pendidikan djasmani sebagai bagian dari pada tuntunan terhadap pertumbuhan rochani-djasmani dengan demikian tidak terbatas pada djam peladjaran jang diperuntukkan baginja sadja.

BAB VII.
TENTANG KEWADJIBAN BELADJAR.

Pasal 10
ajat 1:sekolah ini sudah barang tentu sekolah rendah, jang pendidikannja dapat dianggap sebagai pendidikan minimum jang perlu bagi tiap-tiap warga negara. Menurut ilmu pengetahuan pendidikan sa�at anak-anak dapat mulai menerima pendidikan dan pengadjaran rendah tidak sama, dan dapat bergeser antara umur 5 tahun sampai 7 á 8 tahun; maka ditetapkan bahwa jang sudah berumur 6 tahun sudah berhak dan boleh diterima disekolah rendah, sedang batas maximum anak-anak diharuskan bersekolah ditetapkan 8 tahun. Dengan demikian maka jang diwadjibkan memenuhi kewadjiban beladjar ialah anak-anak jang berumur 8 tahun sampai 14 tahun.
ajat 2: tidak memerlukan pendjelasan lagi.
ajat 3: tidak memerlukan pendjelasan lagi.

BAB VII
TENTANG MENDIRIKAN DAN MENJELENGGARAKAN
SEKOLAH-SEKOLAH.

Pasal 11
ajat 1: tidak memerlukan pendjelasan lagi.
ajat 2: tidak memerlukan pendjelasan lagi.

Pasal 12
ajat 1:Dalam principenja semua sekolah didirikan oleh Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan, tetapi mengingat pembagian tenaga, terutama dalam waktu peralihan ini, sebaiknja sekolah-sekolah jang bersifat "dienstcursus" diurus oleh Kementerian atau Djawatan jang bersangkutan.
Tentang sekolah-sekolah apa jang boleh didirikan dan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah ditetapkan dalam peraturan lain.
ajat 2: tidak memerlukan pendjelasan lagi.
ajat 3: tidak memerlukan pendjelasan lagi.

BAB IX
TENTANG�SEKOLAH PARTIKULIR

Pasal 13
ayat 1:disini diakui hal aliran-aliran untuk mendirikan sekolah-sekolah jang memberikan pendidikan dan pengadjaran jang sesuai dengan paham masing-masing.
ajat 2: tidak memerlukan pendjelasan lagi.

Pasal 14
ajat 1: tidak memerlukan pendjelasan lagi.
ajat 2: tidak memerlukan pendjelasan lagi.

BAB X.
TENTANG GURU-GURU.

Pasal 15
Sifat-sifat jang dimaksud dalam pasal ini akan mendapat perhatian setjukupnja disekolah-sekolah pendidikan guru, supaja sekolah-sekolah itu menghasilkan guru-guru jang ditjita-tjitakan.

Pasal 16
Diwaktu sekolah guru-guru tidak boleh mengeluarkan tjelaan-tjelaan, menghina, atau melakukan lain-lain perbuatan jang dapat menjinggung kehormatan suatu aliran agama atau kejakinan hidup. Dalam perkataan "kejakinan hidup" termasuk djuga kejakinan politik.

BAB X.
TENTANG MURID-MURID.

Pasal 17
Jang dimaksud dengan perkataan "murid" ialah murid-murid sernua djenis sekolah jang tersebut dalam pasal 6 Undang-Undang ini, termasuk peladjar-peladjar sekolah menengah dan kepandaian, demikian djuga mahasiswa-mahasiswa sekolah tinggi.

Pasal 18
Tidak memerlukan pendjelasan lagi.

Pasal 19
ajat 1:Kesempatan menerima tundjangan beladjar ini hanja diadakan bagi murid-murid jang orang tuanja tidak mampu. Sjarat-sjarat lainnja ialah, bahwa murid itu radjin dan berkelakuan baik.
ajat 2:Kesempatan menerima sokongan matjam ini (tundjangan ikatan dinas) diadakan buat semua murid, mampu atau tidak mampu, asal sadja mau berdjandji akan bekerdja kelak dalam djawatan Pemerintah. Aturan ini diadakan mengingat keperluan Pemerintah akan tenaga-tenaga pegawai.

BAB XII.
TENTANG PENGADJARAN AGAMA
DISEKOLAH-SEKOLAH NEGERI.

Pasal 20
a.Apakah suatu djenis sekolah memberi peladjaran agama adalah hergantung pada umur dan ketjerdasan murid-muridnja.
b.Murid-murid jang sudah dewasa boleh menetapkan ikut dan tidaknja peladjaran agama.
c.Sipat pengadjaran agama dan djumlah djam peladjaran ditetapkan dalam Undang-Undang tentang djenis sekolahnja.
d.Peladjaran agama tidak mempengaruhi kenaikan kelas anak.

BAB XIII.
TENTANG PENDIDIKAN TJAMPURAN DAN
PENDIDIKAN TERPISAH.

Pasal 21
ajat 1:Sekolah Kepandaian Puteri dan Sekolah Guru Kepandaian Puteri adalah sekolah-sekolah jang karena sifatnja melulu menerima mnurid-murid perempuan, Sebaliknja ada beberapa bagian dari pada Sekolah-sekolah Pertukangan dan Teknik jang meminta kekuatan djasmani, sehingga pada umumnja hanja dapat dipenuhi oleh murid-murid laki-laki.
ayat 2:djika didalam sesuatu daerah sebagian besar dari orang-orang tua murid, karena pahamnja tentang sesuatu agama, menghendaki pendidikan terpisah, maka didaerah itu dapat didirikan sekolah-sekolah atau dibentuk kelas-kelas melulu untuk gadis-gadis.

BAB XIV
TENTANG UANG SEKOLAH DAN
UANG ALAT-ALAT PELADJARAN.

Pasal 22
Disekolah rendah tidak dipungut uang sekolah maupun uang alat-alat peladjaran, sesuai dengan principe kewadjiban beladjar; djuga disekolah-sekolah luar biasa tidak, sebagai kompensasi penderitaan mereka jang tjatjat itu.

Pasal 23
Mengenai murid-murid jang sudah dewasa penetapan uang sekolah dapat ditentukan menurut penghasilan murid sendiri.

Pasal 24
Tidak memerlukan pendjelasan lagi.

Pasal 25
Lihat pendjelasan pasal 19 ajat 1, dengan perbedaan, bahwa kelonggaran ini hanja mengenai pembebasan uang sekolah dan uang alat-alat peladjaran sadja.

BAB XV.
TENTANG LIBURAN SEKOLAH DAN HARI SEKOLAH.

Pasal 26
ajat 1: Tidak memerlukan pendjelasan lagi.
ajat 2: Tidak memerlukan pendjelasan lagi.
ajat 3: Tidak memerlukan pendjelasan lagi.

BAB XVI.
TENTANG PENGAWASAN DAN PEMELIHARAAN
PENDIDIKAN DAN PENGADJARAN.

Pasal 27
ajat 1:Berbeda sekali dengan sifat pengawasan didalam djaman pendjadjahan, jang dahulu terutama ditudjukan kepada usaha untuk rnentjari kesalahan-kesalahan, maka sifat pengawasan sekarang ini ialah untuk memberi pimpinan jang sebaik-baiknja.
ajat 2: Tidak memerlukan pendjelasan lagi.
ajat 3:Badan pemeriksa ini mempunjai kewadjiban terhadap sekolah-sekolah negeri maupun sekolah-sekolah partikulir.

Pasal 28
ajat 1:Didalam djaman Belanda ada badan pengawas sekolah jang disebut "Schoolcommissie". Dalam praktijknja badan tersebut sedikit sekali effectnja. Panitia Pembantu Pemelihara Sekolah dalam bentuk dan tudjuannja adalah berbeda benar dengan "Schoolcommissie" itu, dan diharapkan akan dapat mentjapai rnaksud jang ditjita-tjitakan.
ajat 2: Tidak memerlukan pendjelasan lagi.
ajat 3:Badan ini terdiri atas orang-orang tua murid-murid jang mempunjai perhatian terhadap soal-soal pendidikan dan pengadjaran. Maksudnja ialah supaja ada hubungan jang erat antara orang-orang tua murid murid dan sekolah dan supaja orang-orang tua murid �menaruh perhatian atas pendidikan anak-anaknja disekolah.

BAB XVII.
KETENTUAN PENUTUP.

Pasal 29
Tidak memerlukan pendjelasan lagi.

Pasal 30
Tidak memerlukan pendjelasan lagi.
   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi