LAMAN

Kamis, 13 Maret 2014

Tanggung Jawab Panselnas dan PPK Terhadap K2

Ribut soal tanggung jawab kisruhnya pengumuman CPNS dari Tenaga Honorer Kategori II (K2) hingga saat ini belum berakhir.

Panselnas (Panitia Seleksi Nasional) yang dimotori oleh MenPAN-RB dan BKN menuding permasalahan K2 berawal dari ketidakcermatan PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian). Hal ini disebabkan karena proses pendataan sesuai aturan PP 48/2005 dan perubahan kedua pada PP 56/2012 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS yang dilakukan di daerah tidak terseleksi dengan baik.

Banyak K2 'siluman' 'bodong' alias 'honorer palsu'. Dan umumnya K2 bodong dan palsu itu adalah orang-orang titipan oknum pejabat. Semisal, umumnya "K2 Siluman" adalah anak oknum Kepala Sekolah, anak oknum Kepala UPTD/KCD Dinas Pendidikan Kecamatan, anak oknum penilik/pengawas, anak oknum Kepala Bidang/Kepala Bagian, anak oknum Kepala Dinas/ Kepala Badan dan anak oknum pejabat lainnya.

Kalaupun ada "K2 Siluman" yang bisa masuk data base K2 dapat dipastikan mereka (K2 siluman,red) sudah bekerja sama dengan oknum pimpinannya, tentunya dengan membayar sejumlah uang.

Di beberapa daerah tarif pembayaran ini cukup pantastis, antara 50 juta hingga 150 juta.

Sayang, karena tidak ada yang menjadi korban, baik penyuap maupun yang disuap merupakan sama-sama mendapatkan keuntungan (penyuap mendapatkan keuntungan jabatan yang diincarnya, yang disuap mendapatkan imbalan materi). Sehingga sangat sulit untuk membuktikan "kebohongan" yang dilakukan oleh "K2 Siluman".

"Untuk membuktikannya cukup sulit. Jikapun bisa dibuktikan, apa iya mereka (BKN, MenPAN-RB dan PPK) mau memprosesnya. Bukankah, modus pemalsuan K2 itu harus berjenjang. Oknum PPK di daerah melakukan pemalsuan SK, sementara oknum BKN dan oknum MenPAN-RB pura-pura tidak tahu dan saling lempar tanggung jawab. Hingga nanti di episode akhir, endingnya tetap K2 Siluman lulus jadi PNS," terang Tengku Imam Kobul Moh. Yahya S, Direktur Sosial dan Pendidikan LSM Sapulidi.

Untuk itu, hal yang bisa dilakukan adalah, dengan betul-betul pelaksanaan proses mulai dari pendataan hingga pengumuman kelulusan CPNS K2 dilaksanakan secara jujur, adil, transparan dan akuntabel. 

Namun, hal ini sangat sulit dilakukan karena mental pejabat kita masih jelek, kotor dan tidak memiliki niat untuk memperbaiki negeri ini.

Siapa Yang Salah...

Untuk dapat menilai, Benar vs Salah antara Honorer K2, PPK dan Panselnas, ada baiknya kita merunut kembali tugas dan tanggung jawab masing-masingnya.

a. Tenaga Honorer Kategori II (K2)

Bagi tenaga honorer kategori II (K2) yang benar-benar bekerja sesuai dengan aturan PP 48/2005, PP 43/2007 dan PP 56/2012 sebaiknya bersatu padu dan berani berkata jujur, jika melihat, mendengar dan mengetahui bahwa teman-temannya yang memalsukan SK dan Absensi sebaiknya melaporkan ke pihak yang berwajib atau line telepon/faxsimile/email/dan tempat lain yang menyediakan layanan pengaduan K2 Palsu.

Sebaliknya, bagi K2 yang memang palsu/siluman/bodong dan memang tidak sesuai dengan acuan pada PP 48/2005, PP 43/2007 dan PP 56/2012 sebaiknya segera melaporkan diri dan mengundurkan diri, sebelum diproses secara hukum.

b. PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian)

Untuk PPK baik sebagai Kepala Sekolah, Kepala UPTD/Bidang/Bagian, Kepala Dinas/Badan/Kantor maupun Bupati/Walikota/Gubernur yang sudah terlanjur ikut menandatangani SK PALSU, sebaiknya mengakui kesalahan dan berjanji akan memberikan data yang benar.

Jika itu terkait dengan anak, family, kerabat atau orang dekat serta K2 bodong yang telah memberikan sejumlah uang, sebaiknya segera diselesaikan dengan baik.

"Kepada PPK sebaiknya hati-hati untuk memberikan janji bodong, apalagi itu bukan wewenangnya. Saya berharap PPK hanya menandatangani pengusulan K2 yang lulus CPNS dan benar-benar mengabdi sesuai dengan acuan PP 48/2005, PP 43/2007 dan PP 56/2012," kata Bang Imam, panggilan konsultan pendidikan ini.

Dan kita membutuhkan PPK yang jujur. Sebab, semua honorer K2 yang sesuai aturan pasti diketahui oleh PPK atau pimpinannya.

c. Panselnas (BKN dan MenPAN-RB)

Panitia Seleksi Nasional baik MenPAN-RB dan BKN sebaiknya mengikuti aturan sesuai dengan yang diamanatkan oleh PP 56/2012, diantaranya :

1. Mengumumkan kelulusan CPNS K2 sesuai dengan kriterianya. Jika lulus berdasarkan penilaian karena hasil LJK Tes Kompetensi Dasar (TKD) dan Tes Kompetensi Bidang (TKB) maka harus disampaikan bahwa K2 itu lulus berdasarkan nilai ambang batas kelulusan pada hasil tes LJK TKD dan TKB.

2. Apabila K2 lulus diakibatkan akumulasi perhitungan antara lamanya masa kerja K2 dan usia kritis, lebih tepat jika Panselnas mengumumkan bahwa K2 lulus berdasarkan nilai ambang batas (passing grade) hasil LJK TKD dan TKB ditambah dengan poin nilai tambahan masa kerja dan usia kritis.

3. Panselnas harus segera membuka kepada publik, jika K2 tidak lulus dan meminta alasan ketidaklulusannya harus disampaikan dengan jujur, transparan dan akuntabel.

4. Panselnas harus dan segera membuka metode penilaian, dasar, perhitungan nilai ambang batas (passing grade) untuk K2.

Jika ke empat hal ini belum dilakukan oleh Panselnas, maka mereka (BKN dan MenPAN-RB) telah menunjukkan cara-cara yang tidak fair dan penuh kebohongan.

Bagaimana mungkin seseorang dinyatakan lulus/tidak lulus, sementara tidak diketahui berapa nilai yang diperolehnya atau hasil tes yang diikutinya. 

Patut dipertanyakan keseriusan BKN dan MenPAN-RB tentang sifat dan janji untuk melaksanakan proses K2 menjadi CPNS dilakukan dengan transparan, jujur, akuntabel, bebas KKN dan tidak dipungut biaya sepeserpun.

"Mereka (BKN dan MenPAN-RB) berbohong. Karena kelulusan dan ketidaklulusan tidak disertai dengan bukti otentik. Baik mengumumkan nilai ambang batas hasil tes LJK TKD dan TKB, maupun penilaian kelulusan berdasarkan afirmasi melihat usia ktitis dan penilaian masa kerja. Dasar perhitungannya belum ada. Jadi, siapa sebenanrnya yang BERBOHONG...!!!" kata Bang Imam, yang juga Ketua Tim Advokasi Guru Honorer Kota Bekasi ini.

Kesimpulan

Jika memang sulit untuk berkata, berbuat jujur, alangkah baik dan bijaknya, Pemerintah melakukan proses rekruitmen CPNS yang berasal dari Honorer Kategori II (K2) dilakukan secara bertahap berdasarkan sistem penilaian yang dilakukan berjenjang mulai dari, (a) Masa Kerja, (b) Usia Kritis, (c) Pendidikan (linear dengan jabatan yang diemban), (d) kebutuhan (sesuai dengan analisis jabatan dan analisis beban kerja atau bezzeting), (e) kemampuan keuangan negara, dan (f) penerapan secara ketat soal distribusi dan redistribusi pegawai.

Kalau hal ini belum bisa dilakukan, patut dicurigai kalau sebagian oknum K2, oknum PPK, oknum BKN dan oknum MenPAN-RB belum jujur, sehingga semuanya sebatas omong kosong belaka.

*Bang Imam




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi