LAMAN

Jumat, 14 Desember 2012

Diantara Sampah Ada Asa Untuk PAUD

Bang Imam saat naik disalah satu zona dengan ketinggian antara 20-25 meter
Sumurbatu, Kota Bekasi (BIB) - 8 atau 10 tahun lalu kami berbicara serius soal pengelolaan sampah, mulai dari diskusi, bikin workshop dan edukasi masyarakat.

Kini kami berjumpa lagi, dengan performa dan kepentingan lain namun tetap dengan tujuan yang sama.

Adalah Mas Bagong Suyoto, pria ini sudah sangat kelotokan bila berbicara soal sampah, selain tinggal persis di samping TPA Sumurbatu, Kota Bekasi beliau juga pelaku dan pemerhati serta praktisi persampahan di Indonesia.

Hari ini, Jum'at, 14 Desember 2012 diujung tahun, saya berkesempatan mengunjungi TPA Sumurbatu mengajak serta Bang Hakim/Salahuddin Hakim dari LSM BMP (Bina Masyarakat Peduli).

Tujuan utama kami sebenarnya hanya ingin melihat perkembangan pengelolaan sampah di TPA milik Kota Bekasi itu.

Sayang, karena kami sudah janji sebelumnya dengan Bu Kis dari Dinas Kebersihan, tetapi karena tidak bisa bertemu akhirnya saya berinisiatif keluar TPA dan mengunjungi Mas Bagong di rumahnya, sekitar 150 meter dari pintu masuk TPA.

Ternyata banyak perubahan, sebab saat ini selain tetap bergelut dengan sampah, Mas Bagong sudah beberapa tahun terakhir mendirikan pendidikan anak usia dini (PAUD) untuk warga sekitar.

"Sebenarnya PAUD ini dulunya dibuat anak-anak mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Bekasi. Tapi mereka hanya selama 2 tahun, kemudian ditinggal begitu saja. Mau ga mau saya harus memutar otak agar pendidikan ini tetap jalan. Awalnya saya mengajak istri saya untuk ikut kuliah singkat pembelajaran metode PAUD di Bogor hingga ia lulus dan wisuda. Sejak itu PAUD ini berkembang dan sudah memiliki ijin dari pemerintah," kata Mas Bagong berkisah terhadap teman lamanya ini.

PAUD PELANGI SEMESTA ALAM, begitu nama PAUD itu diberi nama. Ijin sudah ada, akte dan gedung sudah memadai hingga saat ini memiliki siswa mencapai 40 anak.

"Kami belum pernah dapat subsidi dari pemerintah, kami mandiri. BOP dan Tufung guru belum pernah dapat. Kami dijanjikan untuk tahun depan bakal dapat, moga terealisasi," kata istri Mas Bagong yang ikut nimbrung dalam pembicaraan serius tapi santai.

Eksploitasi

PAUD/TPQ/TPA Pelangi Semesta Alam, Sumurbatu
Mas Bagong dan pengurus Yayasan Al-Muhajirin di samping pintu TPST Bantargebang sebelah kiri usai sholat jum'at di masjid yang sangat sederhana itu, kami memulai perbincangan ringan bersama pengurus lainnya.

Banyak hal yang kami petik dari keluhan dan harapan mereka terhadap Pemerintah Kota Bekasi. Utamanya soal status dan layanan publik oleh pemerintah terhadap ratusan bahkan ribuan pemulung yang notabene adalah pendatang, mulai dari Karawang, Bekasi, Subang, Indramayu, Tegal, Pekalongan, Madura, Lampung, Banten dan bahkan ujung sumatera, Aceh.

Layanan kesehatan misalnya sangat dirasa kurang. Jika ada yang sakit bahkan meninggal dunia para pemulung tidak memiliki biaya cukup untuk pemakamannya.

"Jika dikubur di TPU Ciketing perlu biaya Rp. 1,5 juta kalau pihak keluarga mau dibawa pulang ke kampung halamannya seperti ke Madura bisa membutuhkan biaya Rp. 8-10 juta. Kami memang punya ambulance dan arisan, tapi nilai sebesar itu tidak cukup. Apalagi kalau yang meninggal itu orang miskin, kami serba susah," kata pengurus Yayasan Al-Muhajirin yang kami temui.

Dia berharap Pemerintah Kota Bekasi lebih serius membantu dan jangan setengah-setengah. 

Masalah lain yang lebih butuh perhatian adalah soal pemberian beras miskin. Selain kriteria yang kurang jelas, banyak pembagiannya kurang tepat sasaran. 

"Banyak data penerima adalah adeknya, kakaknya, iparnya dan famili petugas. Belum lagi adanya kecemburuan dengan warga asli jika mereka tidak mendapatkan jatah beras miskin. Kita butuh pemerintah yang tegas dan mampu menyelesaikan konflik, bukan memanfaatkannya untuk kepentingan sesaat," ujarnya.

Mangkrak

Ini mesin pengolah sampah yang mangkrak padahal harganya Rp. 1 m
Saat saya mendatangi TPA Sumurbatu, Jum'at, 14 Desember 2012 pukul 09.45 wib tak satupun saya temui petugas dan pengendali/penanggungjawab yang mengurus TPA Sumurbatu.

Pun termasuk petugas satpam yang dimaksud bapak pedagang di pintu masuk TPA.

"Sejak dua tahun lalu, kantor tiap hari sepi. Ga ada yang jaga. Padahal biasanya banyak tamu dan dagangan saya selalu laris dengan tamu dan orang kantor. Sekarang mah boro-boro," kata bapak menjelaskan kepada saya saat membeli air minum diwarungnya. 

Memang saat saya intip kantor sangat tidak terawat dan penuh debu. Pintu masih terkunci dan lampu diluar masih menyala.

Truk-truk sampah juga sepi yang bongkar muat pagi ini. Cuma ada 3-4 truk dan 3 buah beko yang menunggui bongkar muat. Mungkin karena hari Jum'at atau memang seperti yang dituturkan bapak tukang warung dipintu masuk TPA tadi.

Saat saya dan bang Hakim berkeliling lewat sisi utara ke selatan ada mesin pengolah sampah seharga Rp. 1 miliar yang mangkrak dan tidak beroperasi. Dari logonya kelihatan bantuan atau buatan Jepang.

Setelah kami berkeliling hingga menaiki salah satu zona TPA sebelah selatan, aktifitas pagi hingga jelang siang di TPA Sumurbatu tergolong sepi.

Asa PAUD untuk Anak Pemulung

sampah difoto dari atas ke bawah
Mas Bagong membuktikan bahwa ia bukan cuma bisa berteori tapi langsung praktek.

"Mengolah sampah sebetulnya tidak membutuhkan teknologi canggih sebab takut memang tidak ada yang bisa mengoperasionalnya. Dulu saat ramai soal pengolahan sampah menjadi kompos, Pemkot Bekasi (Dinas Kebersihan,red) justru tidak mengerti cara mengolah yang benar. Mereka terpaku sama teori, akhirnya saya ajarin hingga saat ini benar," ungkap Mas Bagong.

Menurutnya sudah banyak kajian dan proposal untuk mengelola sampah di TPST Bantargebang dan TPA Sumurbatu. Tetapi semua tidak berjalan sesuai harapan. Karena yang mengelola kurang paham dengan alat. Belum lagi anggarannya tidak memadai.

"Saya berharap Pemerintah Kota Bekasi lebih serius lagi. Ditambah lagi beberapa akademisi, mahasiswa dan LSM jangan cuma datang ke TPA untuk kepentingan penelitian dan kepentingan belaka. Jika hanya untuk kepentingan sesaat, selamanya TPA tidak akan selesai dan beres-beres," ceramah Mas Bagong kepada kami.

"Misalnya lihat semua mesin baik yang hibah maupun yang dibeli umumnya tidak difungsikan. Apalagi sejak pengelolaan sampah menjadi BUMD, tambah tidak karuan," kata Mas Bagong.

Ia menambahkan, banyak bangunan dan program untuk pemberdayaan dan pengolahan sampah di TPA yang tidak berjalan dengan baik. PAUD yang dikelolanya misalnya. Dulunya merupakan program mahasiswa dari salah satu perguruan tinggi swasta di Bekasi. Hanya 2 tahun berjalan mereka meninggalkan begitu saja.

Akibatnya menjadi beban masyarakat dan tanpa bantuan pemerintah. Padahal lembaga pendidikan tersebut sangat dibutuhkan masyarakat utamanya anak-anak pemulung yang memang tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah yang menawarkan program wah dan biaya mahal.

"Ada 7 PAUD di Sumurbatu. Kita butuh perhatian pemerintah. Bang Imam bisa sebagai corong untuk menyampaikannya," ungkapnya lagi.

Wisata Edukasi

Bagong Suyoto (kiri) dan Bang Hakim (BMP)
Volume sampah Kota Bekasi setiap hari bisa mencapai 1.500 meter kubik. Namun yang bisa terangkut hanya sekitar 26-35 persen. Hal ini disebabkan minimnya armada pengangkutan. Akibantya di Kota Bekasi tumbuh sekitar 130-an TPS (tempat pembuangan sementara) yang liar.

Untuk menanggulangi problema sampah di Kota Bekasi, selain menambah armada, SDM dan anggaran juga perlunya memberikan edukasi kepada pemilik sumber sampah, yaitu masyarakat.

"Saya melihat pengelolaan sampah bisa diselesaikan 60% dimulai dari sumbernya. Pertama kita ajak berwisata masyarakat secara gratis ke TPA. Kemudian mereka kita berikan pengertian, bahwa anggaran, armada, SDM dan perluasan lahan sampah sudah kritis. Sehingga salah satu solusinya masyarakat yang diajak untuk berpikir, mengolah serta mengurangi sampahnya setiap hari, minimal bisa 50%-nya. Jika mereka yang sudah mengunjungi TPA (berwisata,red) mampu mengurangi maka diberikan reward. Namun jika tidak maka sebaliknya Pemkot Bekasi memberikan panishmant," kata Tengku Imam Kobul Moh. Yahya.

Syaratnya, Pemerintah Kota Bekasi harus menyediakan armada Bus untuk paket wisata ke TPA Sumurbatu. Kemudian, jalan antara zona dibersihkan. Di lokasi TPA dibangun pusat informasi dan edukasi soal sampah mulai dari cara pengolahan, ekonomis hingga penyakit yang ditimbulkannya. Termasuk keterbatasan pemerintah untuk mengolahnya, tanpa partisipasi masyarakat yang notabene sumber dan produsen sampah itu sendiri.

"Untuk tahap awal, Pemkot menyediakan 2-4 bus dan paket wisata edukasi sampah gratis setiap Sabtu-Minggu. Berikan juga kesempatan bagi peserta edukasi untuk memberikan informasi kepada tetangga dan teman-temannya melalui getok tular. Jika ide ini dilakukan, mungkin bisa mengurangi volume sampah ke TPA dan Kota Bekasi tidak lagi kesulitan untuk membeli perluasan lahan TPA," kata Bang Imam panggilan akrabnya.

Terus ....dicoba aja yah....!!! 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi