LAMAN

Minggu, 11 Maret 2012

PLTSa Bantargebang : Sampah Berubah Rupiah


TPST Bantargebang di Kota Bekasi. foto:ist
TEKNOLOGI biogas di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, berhasil memanfaatkan potensi sampah menjadi listrik sebesar 10,5 megawatt (Mw). Bulan ini, dayanya diproyeksikan bertambah lagi menjadi 16 Mw.

Manager Teknik PT Navigate Organic Energy Indonesia (NOEI) Bobby Roring mengatakan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTS) masih terus dikembangkan hingga menghasilkan daya 26 Mw. 

"Kami sudah menghasilkan listrik sebesar 10,5 Mw pada Februari 2012. Bulan ini (target produksi) 16 Mw dan kami harus mencapai target pengumpulan gas metana untuk diolah sampai menghasilkan listrik maksimal," kata dia, kemarin. 


Pengolahan gas metana dari sampah di zona I, II, III, dan V mencapai 4.500-5.000 meter kubik/jam. Gas tersebut berasal dari sumur buatan yang ditanam di dalam tumpukan sampah dan terkoneksi dengan 10 mesin pembangkit listrik. 

Di TPST Bantar Gebang terdapat 198 sumur vertikal serta 22 sumur horizontal dengan diameter 60 cm yang tersebar di empat zona. Setiap sumur menghasilkan 20 meter kubik gas/jam. 

Proses sampah menjadi listrik cukup panjang. Sampah yang masuk sekitar 5.500 ton per hari ditumpuk di zona aktif menggunakan pola clean development mechanism (CDM) atau ramah lingkungan. 

Sampah-sampah itu dipilah dan didaur ulang. Selanjutnya itu ditutup menggunakan membran rakrasa yang diberi sirkulasi air agar proses fermentasi menghasilkan gas.

Penumpukan merupakan tahap biologis perubahan bahan organik menjadi senyawa seperti gas metana, karbon monoksida, hidrogen, dan senyawa lainnya. Sumur yang berada di dalam tumpukan sampah berfungsi menangkap partikel gas agar tidak menguap ke udara bebas. 

"Gas metana yang dihasilkan dilihat kualitasnya menggunakan alat ukur lalu dipanaskan di dalam suhu 40 derajat celsius. Gas metana itulah bahan bakar pembentuk energi listrik," jelas Bobby. 

Potensi biogas penghasil listrik di TPST Bantar Gebang cukup besar. Dari total seluruh sampah yang masuk, sebesar 70% sampah organik atau sumber utama biogas.

Untuk menghasilkan 1 kilowatt hours (kwh) dibutuhkan sedikitnya 600 meter kubik karbon monoksida. Agar PLTS bisa mencapai target 26 Mw, dibutuhkan metana sebesar 6.000-6.500 meter kubik/jam. 

Apresiasi
 
Pengelolaan sampah di TPST Bantar Gebang oleh PT Godang Tua Jaya (GTJ) bekerja sama dengan PT NOEI menelan investasi Rp700 miliar. Meski bernilai fantastis, hasil yang diperoleh semakin menjanjikan. 

PT PLN (persero) telah menyepakati kerja sama dengan penawaran Rp820 per kwh. Pasokan listrik dari TPST Bantar Gebang akan disalurkan ke Gardu Induk PLN Jawa-Bali. 

Sebelum pengolahan sampah menjadi listrik, pengelola juga telah mengurainya menjadi pupuk kompos. Dalam satu hari TPST Bantar Gebang dapat menghasilkan kompos sebanyak 60 ton dan dijual dengan harga Rp1.000/kilogram. Artinya, dari kompos saja, mereka menghasilkan uang Rp60 juta per hari. 

"Hasil energi listrik telah mendapat apresiasi dari PLN, sedangkan pupuk kompos kami mendapat apresiasi dari PT Perhutani. Artinya mengolah sampah secara benar akan bermanfaat," tutur Direktur Utama PT GTJ Rekson Sitorus. 

Rekson menuturkan proses pengomposan dilakukan dengan metode anaerobic digestion meliputi pemilahan, pencacahan, pembalikan, pengayakan, penyimpanan sementara, dan pengemasan. Sistem itu dikembangkan dengan menyuntikkan mikroorganisme (bioactivator). 

Ada berbagai jenis pupuk yang dihasilkan, yakni kompos serbuk (powder), granula, dan organic soil treatment. Kualitasnya telah mendapat sertifikat uji perlakuan dan efektivitas kompos. "Produk kami terdaftar sebagai produsen pupuk kompos dan memiliki hak paten dengan merek Green Botane," imbuhnya. 

Produksi kompos sebanyak 60 ton per hari masih tergolong kecil untuk sekelas TPST Bantar Gebang. Saat ini disiapkan produksi untuk menghasilkan pupuk kompos sebesar 550 ton per hari. 

PT GTJ telah memproduksi pupuk kompos sejak 2004 yang saat itu pengerjaannya dilakukan di lahan pribadi seluas 10,5 hektare di sekitar area TPST. Pupuk hasil olahan tersebut juga diterima di Kalimantan dan Sumatra untuk menyuburkan lahan kelapa sawit serta pohon jati. 

"Dalam pendistribusian pupuk, kami juga bekerja sama dengan pihak Perhutani. Pupuk organik seperti kompos lebih baik jika dibandingkan dengan pupuk kimia. Pupuk kimia justru dapat mengancam kestabilan tanah," pungkasnya. 

Selain listrik dan pupuk, sampah-sampah warga Ibu Kota itu telah diproduksi menjadi biji plastik. Buangan masyarakat yang tak berguna, bahkan dipandang dengan jijik, bisa didaur ulang menjadi rupiah. "Yang penting kerja keras dan terbuka pada teknologi," pesan Rekson. (J-1)

Sumber : Media Indonesia

4 komentar:

  1. permisi bang.
    saya sangat tertarik dengan PLTSa ini, dan rencana mau survey.
    boleh minta alamat lengkpa nya.
    terima kasih

    BalasHapus
  2. TPST Bantargebang Jl. Pangkalan VI Ciketingudik, Kec. Bantargebang - Kota Bekasi

    BalasHapus
  3. bang ada contact person TPST yang bisa dihubungi? terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. yang mengelola PT. GODANG TUA JAYA, silahkan berhubungan langsung yah

      Hapus

silahkan memberikan komentar yang tidak menghasut, memfitnah, dan menyinggung sara dan komentar menjadi tanggung jawab pemberi komentar. jika komentar lebih panjang dan memerlukan jawaban bisa ke email: bangimam.kinali@gmail.com, WA 0813-14-325-400, twitter: @BangImam, fb: Bang Imam Kinali Bekasi, ig: bangimam_berbagi